Setelah itu Paulus terus ditahan, dan orang-orang Yahudi mau menyogok Festus untuk menyatakan Paulus harus diadili oleh pengadilan agama. Paulus mengatakan “tidak bisa karena yang membuat pengadilan ini adalah Claudius Lisias. Lalu sekarang Festus, Gubernur Romawi, punya kewajiban untuk menyelenggarakan pengadilan Roma bukan pengadilan Yahudi. Karena kalau Paulus diadili oleh pengadilan Yahudi, dia pasti mati seperti Stefanus. Orang Yahudi minta Paulus sebagai hadiah. Ini tradisi Roma untuk memberikan hadiah. Hadiah ini berarti “Biar kami (orang Yahudi) tangani, Paulus jangan diadili oleh Roma. Entah kami mau bebaskan, entah kami mau matikan, terserah kami.” Maka orang Yahudi minta Paulus sebagai hadiah. Tetapi Paulus mengatakan “Tidak bisa, saya orang Roma, pengadilan dilakukan oleh Claudius Lisias, dimulai oleh dia harus diakhiri di pengadilan Roma.” Ini pintarnya Paulus. Paulus bukan orang Kristen yang apapun boleh. Kita selalu berpikir orang Kristen itu harus mengizinkan apapun terjadi pada dirinya tanpa pembelaan diri yang wajar. Paulus tidak lakukan itu, dia mengerti jalur hukum yang jelas, maka dia meminta haknya dengan benar. Maka Paulus diizinkan naik banding dan dibawa ke Roma. Ini berbeda dengan yang didoakan. Orang Roma mendoakan, “Tuhan tolong Paulus mau penginjilan ke Spanyol, tolong dia bisa mampir ke sini, tolong jangan ditangkap di Yerusalem”, ternyata Tuhan tidak jawab doa supaya tidak ditangkap, Paulus tetap ditangkap. Tapi Tuhan menjawab doa yang Paulus untuk mampir ke Roma. Paulus benar-benar mampir ke Roma, dan di sana dia dikenakan tahanan rumah karena kasusnya yang sudah berlarut-larut, sekitar 2 tahun lebih. Begitu dia sampai ke Roma, yang marah ke Paulus pun sudah lupa marahnya. Orang Yerusalem yang tadinya berkata, “bunuh Paulus, bunuh Paulus,” sekarang sudah lupa pada tuduhan mereka. Akhirnya Paulus yang tadinya harus masuk tahanan penjara, sekarang hanya dikenakan tahanan rumah. Di sana orang boleh mengunjungi dia dengan penjagaan ketat, termasuk orang-orang Kristen di Roma. Di sana, di kota utama, dan di dalam masyarakat di abad pertama, Paulus bisa menginjili dengan bebas.

Jadi, tiga tugas yang Paulus tadinya belum kerjakan itu, dijadikan satu oleh Tuhan, untuk dikerjakan Paulus pada peristiwa penangkapannya ini. Tuhan mengizinkan Paulus terbelenggu untuk dengan bebas menginjili. Paulus bahkan mengatakan, “meskipun tanganku terbelenggu tapi aku masih bisa menulis. Aku masih bisa memberitakan Injil. Sesungguhnya saya bebas.” Ini kebebasan sejati. Kebebasan di dalam belenggu dan aturan. Justru karena ada aturan, saya bebas menjalankan dengan sukacita. Ada belenggu, penganiayaan, kesulitan, penderitaan, maka saya bebas menjalankan kehendak Tuhan meskipun di dalam kesulitan. Inilah kebebasan Kristen, seperti yang dialami orang Akhaya, orang dari Makedonia dan juga Paulus. Kiranya Tuhan memimpin hidup kita menjalankan kebebasan Kristen kita.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

« 5 of 5