Paulus mengatakan “coba lihat lagi kisah Kejadian”, di dalam Surat Roma pengertian yang kembali kepada kisah penciptaan itu ada beberapa kali. Tuhan memberikan tempat kepada Adam di Taman Eden, tapi Adam melanggar. Adam jatuh dalam dosa dan setelah itu kekacauan dan kekosongan menimpa hidup dia. Lalu apakah Tuhan memberikan agama untuk membuat dia keluar dari situ? Tidak ada. Setelah Adam jatuh dalam dosa, Kejadian 3, Tuhan melanjutkan pekerjaanNya seolah-olah tidak ada apa-apa yang terjadi. Saya tidak mengatakan Tuhan menganggap dosa itu tidak penting, tapi rencana Tuhan tetap jalan meskipun Adam berdosa. Sepertinya pekerjaan Tuhan tidak terganggu oleh fakta manusia jatuh dalam dosa. Pekerjaan Tuhan tidak terganggu, tidak goncang sama sekali meskipun Adam jatuh dalam dosa. Ini menjadi satu misteri yang orang Yahudi mengatakan misteri dari surga, bingung jawabnya. Ketika kita memperlajari hal-hal tentang penderitaan, kejahatan, kegelapan, mengapa umat Tuhan menderita, mengapa harus ada kesulitan, mengapa Ayub menderita, ini namanya ajaran dari surga. Ini yang Yesus katakan di Yohanes 3, ajaran surga yang dimaksud Yesus adalah keharusan Mesias mati, itu misteri besar sekali. Maka Yesus mengatakan “kalau tentang kelahiran kembali kamu tidak mengerti, bagaimana kalau Aku bicara hal yang sangat kelam tentang Mesias akan disalib”. Jadi ada misteri yaitu tentang kekacauan, tentang kejahatan, mengapa Tuhan izinkan Adam jatuh dalam dosa, ini misteri. Lebih misterius lagi karena ternyata rencana Tuhan tidak terganggu sama sekali dengan kejatuhan ini. Tuhan mengatakan kepada Adam dan Hawa waktu menghukum mereka, Tuhan mengatakan kepada Adam “kamu akan kerja keras dalam mendapatkan makanan”, tapi fakta dia mendapatkan makanan terus berjalan. Lalu Dia mengatakan kepada Hawa “keturunanmu akan bertarung dengan ular dan menghancurkan kepala ular”, berarti Hawa akan memunyai keturunan. Apa yang Tuhan janjikan di awal dilanjutkan oleh kisah ini. Salah satu hal yang sulit dari membaca Kejadian adalah membaca Kejadian 1: 26-29 tentang manusia diciptakan berdasarkan gambar Allah, manusia adalah gambar Allah. Lalu membaca Kejadian 3 setelah manusia jatuh dalam dosa dan melihat bagaimana rencana itu diteruskan, “beranak-cuculah, bertambah banyak, penuhi bumi dan taklukan itu”, dan itu diteruskan meskipun Adam sudah jatuh dalam dosa. Somehow Alkitab tidak mengatakan kacau, Alkitab mengatakan ini dilanjutkan, diteruskan. Itu sebabnya kisah penciptaan menunjukan kritik besar terhadap agama. Agama berpikir ada kekuatan kacau dan kekuatan baik, kekuatan dosa dan kekuatan benar saling bertarung. Tetapi kisah penciptaan seperti harus merekontruksi kembali tata berpikir kita, karena Kitab Kejadian dengan mudah mengatakan berfirmanlah Allah “jadilah terang” dan terang itu jadi. Kita terganggu waktu membaca itu, salah satu yang menganggu kita adalah mengapa Tuhan mencipta di dalamnya ada kacau, kalau di dalamnya ada kacau maka sesuatu yang buruk sudah terjadi. Maka kita tafsirkan sesuatu kacau karena setan. Apakah Alkitab mengatakan kacau balau itu gara-gara setan? Tidak, karena ini adalah bagian dari rencana Tuhan. Ini sesuatu yang sulit kita pahami, maka kita akan mengatakan harus tambahkan teologi yang benar untuk melindungi Tuhan dari keadaan kacau. Tapi justru Kitab Kejadian mau mengatakan rekontruksimu itu bahaya, karena kalau engkau mencoba memahami kembali Kejadian berdasarkan struktur agama standar di dunia ini dari zaman dulu sampai sekarang, kamu akan masuk dalam keadaan yang sedang dikritik oleh Kejadian 1, cara berpikir bahwa Tuhan itu bidang yang baik, sedangkan setan itu bidang yang buruk. Tidak, Tuhan di atas ini, di atas pertarungan baik dan jahat. Ini yang Alkitab nyatakan juga untuk mengkritik pola agama lain yang muncul belakangan, tentang Tuhan yang tidak stabil, tidak bergerak dan tidak terganggu apa pun, ini Tuhannya orang-orang Stoik. Orang Stoik percaya Allah dan alam itu satu dan alam tidak perlu terganggu dengan apa pun yang terjadi di dalamnya. Alkitab kritik lagi dengan mengatakan “Tuhan sangat hancur hatiNya melihat kerusakan dan kekacauan di bumi”. Jadi Tuhan melampaui baik dan jahat atau bergumul di tengah-tengah baik dan jahat? Alkitab akan menjawab “iya, keduanya”. Agama yang gagal menyadari bahwa Allah adalah Allah yang mencakup Allah immanent tapi juga Allah yang transenden. Jadi bisa dikatakan Allah dan ciptaan terpisah, tapi point of context adalah Allah dan manusia. Orang-orang tradisi Kuyperian akan mengatakan Allah dan ciptaan terpisah tapi disatukan oleh firman. Alkitab mengatakan itu tidak salah, manusia adalah titik konteks ciptaan dengan Allah. Allah hancur hatiNya melihat manusia jahat, Allah tidak hancur hatiNya melihat kekacauan, gempa bumi, itu tidak membuat Allah hancur hati. Tuhan mengatur semua rencananya baik di dalam gelap maupun di dalam terang, di dalam kacau-balau maupun di dalam keteraturan, di dalam kosong maupun di dalam kelimpahan, Tuhan bekerja memberikan hal yang baik melalui semua ini.

Tapi hal kedua yang dkritik adalah Allah bukan Allah yang tidak berperasaan, Allah bukan Allah yang tidak punya kasih, Allah mengikat perjanjianNya. Alkitab menjelaskan bahwa dari gelap menjadi terang, dari kacau menjadi teratur, dari kosong menjadi berlimpah, semua diatur oleh Tuhan sebelum ada manusia. Di dalam kisah penciptaan, Allah menciptakan manusia di hari ke-6, setelah Allah mengatasi segala hal yang kacau itu. Waktu Tuhan atur, sehingga manusia bisa tinggal di darat dan laut disingkirkan, Tuhan lakukan itu sebelum ada manusia. Berarti apa yang Tuhan lakukan melampaui kemampuan penilaian kita. Ini yang Tuhan mau ajarkan kepada Ayub, “Ayub mengapa engkau marah-marah?’, “karena semua kacau-balau dan kosong, gelap gulita menutupi hidupku”, Tuhan bertanya “apakah yang kamu alami merupakan bukti kamu bisa memberikan penilaian kepada Tuhan?”. Ayub mengatakan “pasti. Saya mau dinilai oleh Tuhan dan Tuhan harus mau dinilai oleh saya”. Tuhan tidak marah dinilai, silahkan menilai. Tapi Tuhan juga mau membela diri, atau lebih tepatnya lagi Ayub memberikan penilaian yang lebih seimbang. Jika engkau mengatakan keadaan kacau membuktikan bahwa Tuhan tidak adil, saya mau tanya “dimana posisi tidak adilnya saya? Apakah waktu Aku menyiapkan langit dan darat itu kamu ada? Ini pengertian yang penting, “ketika Aku membentangkan langit, apakah kamu ada?”, Mengapa itu penting? Karena di dalam kisah penciptaan langit itu dibentangkan dengan Tuhan menghancurkan kekacauan dari air. Cakrawala jadi, Tuhan melakukan itu dengan menghancurkan kekacauan. Maka dari kacau menjadi teratur, itu di tangan Tuhan, bukan kita. Kita tidak diberikan perintah berperang melawan itu karena kita tidak akan sanggup, Tuhan yang lakukan. Waktu Tuhan lakukan, Tuhan lakukan dengan menyatakan pemeliharaan, kesetiaan dan menyatakan perjanjianNya. Ketika Tuhan melanjutkan rencanaNya dengan manusia, Tuhan mempersiapkan ada satu periode persiapan untuk sebuah bangsa lahir yaitu Israel. Dan kepada Israel ini Tuhan mengikat janji. Dan janji yang Tuhan ikat dengan Israel adalah janji yang mencerminkan janji Tuhan kepada Nuh, janji Tuhan kepada Abraham, Ishak dan Yakub, dan sebelumnya janji Tuhan kepada Adam. Tuhan menyatakan janji kepada Adam, kepada Nuh, kepada Abraham, Ishak, Yakub, dan sekarang digenapi kepada Israel di dalam bentuk Taurat. Jadi Taurat adalah pernyataan Tuhan membuktikan diriNya sebagai Allah yang melampaui semua perjuangan baik dan jahat. Itu sebabnya Paulus mengatakan upah dosa adalah maut, kekacauan ada di satu sisi, tapi sisi lainnya itu bukan perjuangan melawan kekacauan, bukan sejajar, sisi lainnya ada di atas, menaungi semua. Upah dosa adalah maut, tapi karunia Allah adalah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus Tuhan kita. Kalau memakai contoh, upah dosa ialah maut tapi karunia Allah adalah hidup yang kekal, melampaui, bukan seimbang, tapi di atasnya. Karunia Allah melampaui apa yang kita anggap kacau, rusak dan mati.

Kalau karunia Allah melampaui semua itu, mungkinkah orang yang sudah ditebus oleh Tuhan mengalami apa yang di bawah ini, kekacauan, kemudian kerusakan, dosa dan akhirnya mati? Mungkin. Apakah itu membuat mereka terpisah dari Tuhan? Tidak, karena Tuhan mempunyai pekerjaan yang melampaui ini. Maka dikatakan oleh Paulus, “upah dosa adalah maut, tetapi karunia Allah yang melampaui semua ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus Tuhan kita”. Saudara tidak dipanggil untuk bertarung melawan yang jahat, Saudara tidak dipanggil untuk berbagian di dalam kebaikan untuk melawan yang jahat. Saudara dipanggil untuk menikmati kemenangan yang sudah diberikan, kemenangan atas dosa dan maut. Semua kekacauan akan Tuhan tangani, dan Saudara diizinkan berbagian di dalam pekerjaan final Tuhan di dalam Kristus. Jadi kita tidak berperang melawan kejahatan dan kekacauan, kita sedang menikmati diberkati oleh Tuhan. Ada kata tetapi, “upah dosa ialah maut, tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus Tuhan kita”, kata tetapi di sini bukan menunjukan perimbangan yang setara, tapi menunjukan sesuatu yang melampaui. Upah dosa adalah maut, sesuatu yang rendah, tetapi karunia Allah, ini sesuatu hal yang tinggi. Maka yang Paulus sedang simpulkan di sini adalah kamu dulu di dalam dosa dan kamu berusaha memerangi dosa, kamu berusaha mengalahkannya, kamu berusaha menghancurkannya, kamu berusaha tindas dia, kalahkan dia, menghancurkan dia dengan hidup untuk menjalankan kemenangan itu. Bagaimana caranya? Paulus katakan di sini adalah kamu tidak dipanggil untuk berjuang melawan dosa dan mengalahkannya, kamu dipanggil Tuhan untuk berbagian di dalam kemenangan, sudah menang. Kalau kamu berbagian di dalam kemenangan, di sini kamu tidak lagi bertarung melawan dosa. Ini yang membuat orang bingung “kalau saya tidak bertarung melawan dosa, apakah berarti saya bebas dari dosa?”, “tidak, kamu masih bisa jatuh dalam dosa”, “kalau begitu bagaimana mengalahkan dosa?”, bukan itu pertanyaannya, bukan bagaimana mengalahkan dosa, tapi bagaimana menikmati berbagian di dalam Tuhan yang sudah lebih dulu mencintaimu. Isunya sekarang adalah apakah kamu sadar penerimaan Tuhan? Apakah kamu sadar sudah diberikan situasi yang baru, status yang baru, kedudukan yang baru di dalam Dia, engkau in Christ, di dalam Kristus, apakah engkau menyadari hal ini? Kalau Saudara tidak sadar hal ini, maka Saudara akan melakukan hal tadi, bertempur melawan dosa, terus bertempur, berjuang, gagal. Tapi ada cara untuk menunjukan kemenangan yang lebih baik dari pada bertempur melawan hidup kita yang lama. Caranya adalah dengan menyadari kita sudah mati. Kalau kita yang lama sudah mati, kita yang baru mau melawan siapa lagi? Kalau lawan Saudara adalah diri Saudara yang lama, Paulus mengatakan “dirimu yang lama sudah mati, mau lawan apa lagi? Jadi isunya sekarang bukan bagaimana cara saya melawan dosa, isunya sekarang adalah apakah engkau tahu siapa dirimu, do you know who you are? Ini yang Pdt. Jadi dan Pdt. Eko sering bahas tentang perubahan nama. Pdt. Eko pernah membahas tentang identitas dan bagaimana identitas pemberian nama yang baru itu something great, ini adalah tahap hidup yang baru, yang lama sudah lewat. “Sekarang nama kamu adalah Israel, sekarang nama kamu adalah Petrus, sekarang nama kamu adalah Kristen”, kamu tidak lagi berbagian di dalam identitas yang lama, itu sudah lewat, sudah mati. Ekstrim sekali bahasa yang digunakan Paulus, dirimu yang lama sudah mati di dalam Kristus, diri yang baru di dalam Kristus sudah bangkit, sekarang Kristus hidup di dalam kamu. Apakah ini berita perang? “perangi diirmu yang lama”, tidak. Paulus memang mengatakan “kalahkan dosa”, tapi bukan dengan cara berperang dengan seimbang. Kita ada di dalam mode yang lama, perang melawan dosa “mari kita berperang melawan dosa, dosa kita localize, kemudian kita hantam, mari berjuang melawan dosa”, Saudara tidak akan bisa. Dan Tuhan memang tidak minta kita untuk menang total melawan dosa dengan kekuatan kita. Tuhan mengatakan “kamu sudah menang di dalam Kristus, sudah menang di dalam Dia”.

« 2 of 3 »