Pengertian ini sangat penting, Bait Suci dan mezbah, lalu mezbah ada korban ada imam, ini Bait Suci menjadi simbol bagi seluruh alam semesta. Alam semesta adalah bait atau bumi adalah bait, lalu ada mezbah yang adalah salib. Lalu imam yang mengorbankan korban itu Yesus, lalu korbannya juga adalah Yesus. Dia berkorban di kayu salib, ini mezbah, lalu Dia mati kemudian Dia bangkit. Mengapa Dia mesti bangkit? Supaya Dia bisa pergi ke surga. Untuk apa ke surga? Untuk membawa darahNya, ini yang dilakukan imam besar. Ketika dia mengorbankan binatang, dia masuk ruang Mahasuci, membawa darah binatang. Sekarang Yesus tidak bawa darah binatang, kata Surat Ibrani, Dia bawa darahNya sendiri ke surga. Jadi surga dan bumi ini adalah semacam bait raksasa dimana mezbahnya itu adalah salib. Kalau begitu memahami salib tidak bisa lepas dari memahami ibadah di Bait Suci. Apa yang terjadi di Bait Suci? Yang terjadi di Bait Suci adalah imam besar berkorban atau mengorbankan binatang demi kepentingan setiap orang yang ada, setiap orang Israel yang yang waktu itu datang ke Bait Suci atau semua orang Israel yang menyembah Tuhan. Imam besar kerjakan pekerjaannya demi semua orang mendapatkan tempat di dalam Tuhan.

Demikianlah pengertian imam itu sekarang kita transfer ke diri kita, tadinya ke Kristus sekarang ke diri kita. Kristus adalah Sang Imam dan karena kita ada di dalam Dia kita juga imam. Lalu apa yang kamu lakukan sebagai imam? Saya mempersembahkan tubuhku sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang tak bercacat di hadapan Tuhan, itulah ibadahku. Jadi sekarang apa yang dilakukan Kristus ditransfer ke saya. Ibadah di Bait Suci sekarang ditransfer ke kehidupan kita. Ini yang unik dari pengertian Paulus, bukan orang Kristen datang ke Bait Suci tapi Bait Suci yang mendatangi setiap orang Kristen, ini luar biasa. Jadi setiap orang Kristen menjadi bait di dalam Tuhan. Tapi Dia juga bukan cuma bait, Dia juga Imam, Dia juga korban. Maka ketika kita menjalani dengan kerangka berpikir yang diubah, kita akan lihat hal-hal detail itu tiba-tiba masuk akal. Makin kita mengerti mengapa kita mesti hati-hati dengan makanan, mengapa tidak boleh makan apapun yang kita mau? Karena di dalam makananmu, orang bisa gagal untuk memahami kamu adalah imam.

Pada bagian selanjutnya, “aku tahu dan yakin bahwa dalam Tuhan Yesus tidak ada sesuatu yang najis bagi dirinya sendiri, hanya bagi orang yang beranggapan bahwa sesuatu itu najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis”, sekali lagi ini pengertian di dalam ibadah. Yang boleh beribadah adalah orang yang sudah tahir, yang najis tidak boleh datang. Mengapa yang najis tidak boleh datang? Karena yang najis itu sedang menjadi simbol bagi dosa. Sedangkan orang najis yang akhirnya dipulihkan, dia menjadi simbol bagi penerimaan, Alkitab banyak bicara soal simbol. Kita pun senantiasa hidup dengan simbol, kita pergi kemana-mana dunia kita penuh simbol. Maka ketika kita membaca Kitab Suci ada banyak simbol, orang yang najis jadi simbol dosa. Orang yang bersih kembali menjadi simbol bagi penerimaan Tuhan. Orang Yahudi memahami betapa najisnya dosa dengan simbol-simbol ini. Mereka jadi mengerti Tuhan tidak bisa bersekutu dengan dosa, Tuhan tidak bisa dengan kecemaran, dengan kebiasaan memahami simbol-simbol kecemaran, ini penting. Kalau orang Yahudi tidak punya simbol kecemaran, mereka akan sulit memahami kekudusan. Mengerti betapa cemarnya manusia untuk menghormati betapa besarnya kekudusan Tuhan. Mengerti betapa jahatnya manusia untuk mengerti betapa baiknya Tuhan. Simbol itu penting, maka ada simbol misalnya orang kusta tidak boleh ikut ibadah, orang yang mengalami keadaan tertentu tidak boleh ikut ibadah, mereka dianggap najis. Lalu salah satu yang paling penting adalah orang yang makan makanan tidak halal, dia najis. Kalau Saudara dibesarkan dengan pola pikir seperti ini, Saudara akan mendapat sense bahwa dosa itu benar-benar something. Kalau saya tidak memperhatikan simbol dosa, saya akan mulai meremehkan dosa. Kekristenan saat ini berada dalam krisis, kita kurang merenungkan tentang dosa karena tidak ada simbol yang bisa kita pahami sebagai simbol dosa. Semua Yahudi mengerti, tapi bangsa lain tidak. Bangsa lain hidupnya cemar, karena mereka tidak punya aturan ketat seperti Taurat yang menyatakan ini dosa. Saya membahas ini di dalam Eksposisi Imamat, bahwa seluruh hidup manusia, baik aktivitas sehari-hari maupun hal yang normal terjadi pada tubuh, itu bisa dijadikan simbol cemar. Kalau saya najis karena keadaan ini, baru saya sadar ternyata hidup saya penuh dengan kecemaran, hidup saya penuh kenajisan, kita sering tidak sadar, karena kita punya toleransi yang besar terhadap dosa sendiri. Kita sulit toleransi dosa orang lain, tapi kita sangat mudah mentoleransi dosa kita sendiri. Itu sebabnya simbol cemar itu penting dan Tuhan sangat menekankan simbol cemar atau simbol najis yang namanya makanan dan persekutuan. Kamu makan satu meja dengan siapa? Jangan makan dengan orang kafir. Karena dalam konsep orang zaman dulu, makan satu meja berarti persekutuan. Lalu jangan makan makanan mereka, jangan makan makanan yang haram, “kamu tidak boleh makan binatang ini. Kamu tidak boleh makan binatang ini, haram itu bagimu”. Ini membantu orang Israel untuk mengerti ada dosa dan dosa itu nyata. Hal ini yang dibiasakan, karena Tuhan mau mereka mengantisipasi salib. Hal paling utama di dalam Bait Suci bukan makanannya tapi korban. Kalau sempat Saudara coba baca semua larangan di dalam Bait Suci, Saudara kan melihat larangan-larangan apapun itu ada kaitan dengan korban utama hari pendamaian. Kitab Suci mengatakan Kristus mati dikayu salib itu menggenapi hari penebusan dosa, hari pendamaian.  Dikatakan dengan kata lain seluruh simbol najis itu membuat kita mengantisipasi salib. Maka Saudara dan saya akan sekarang memproyeksikan semua konsep najis itu ke salib, bukan lagi ke makanan. Ini yang Paulus mau tekankan, “kamu tahu tidak saudara-saudara kita orang Yahudi masih sulit terima makanan apapun boleh”. Mereka tidak bisa terima makanan yang haram, mengapa tidak bisa terima? Karena mereka dibesarkan dengan cara itu. Mengapa mereka dibesarkan dengan cara itu? Karena Tuhan mau mereka mengantisipasi salib. “Bukankah salib sudah ada, Yesus sudah mati, berarti makanan tidak penting lagi”. Betul, tapi tidak mudah merubah kebudayaan yang sudah lama berjalan. Bagi orang yang tidak dibesarkan dalam kebudayaan itu, sangat mudah untuk mengatakan “sekarang saya mengerti salib adalah simbol kenajisan, salib adalah simbol kecemaran”. Itu sebabnya di dalam kehidupan orang Kristen, Saudara merayakan Paskah bukan hanya waktu Jumat Agung dan hari Minggu, Saudara sudah mulai punya kesiapan-kesiapan hati merenungkan, mengorientasikan kembali pikiran kita bahwa simbol cemar paling besar adalah salib. Di atas kayu salib itu ada kejahatan besar sekali, yang untuk mengatasinya Sang Anak Allah mesti menjadi manusia dan mesti mati. Kita tidak mengerti berapa merusaknya dosa, kita kurang mengerti betapa dahsyat efek dosa, sampai kita sadar bahwa untuk bereskan dosa, Yesus Kristus harus mati di kayu salib. Kalau Saudara mengatakan “apa tidak ada cara lain? Apakah Tuhan tidak bisa mengatakan pokoknya dosa hilang, selesai. Dia kan Mahakuasa, bisa tidak Dia lakukan itu?”. Yang jadi masalah bukan itu, yang jadi masalah adalah apakah engkau sadar dosa itu besar? Dan yang akan membuat engkau sadar dosa itu besar adalah Tuhan menolak cara lain selain cara Dia berkorban untuk menghancurkan dosa. Tidak ada cara lain selain Anak Allah jadi manusia. Dosamu besar, dosamu begitu dahsyat sehingga Tuhan tidak mau cara lain selain AnakNya jadi manusia lalu mati di atas kayu salib. Siapa di sini orang tua yang mengatakan “ada keadaan yang sangat kacau sehingga anakku aku relakan mati supaya yang kacau itu berhenti”, tidak ada orang akan korbankan anaknya. Saya punya anak dan saya tidak mau anak saya dikorbankan untuk apapun. Saya membaca satu kasus dari seorang mantan atlet bela diri yang tembak orang. Lalu diselidiki mengapa dia tembak orang, karena orang itu melakukan pencabulan sama anaknya baru 4 tahun. Anak baru 4 tahun dicabuli sampai banyak kali, ini membuat dia luar biasa marah. Dunia ini kacau sekali karena terlalu toleransi dosa. Saudara punya hawa nafsu, jangan jalankan kalau itu dosa. Saya sangat sedih sekali dengar berita seperti itu, pelecehan anak berkali-kali terjadi, pelecehan murid terjadi, guru melecehkan murid, orang melecehkan orang lain, orang dewasa melecehkan anak kecil, mengapa engkau tidak belajar kontrol dirimu? Mengapa terus terbiasa lampiaskan? Dunia kita sudah kacau karena tidak lagi mengajarkan pengekangan diri. Pengekangan diri itu dianggap salah, pengekangan diri dianggap pelanggaran psikologis, pengekangan diri dianggap kerusakan mental dan merusak jiwa. Saya tidak akan mungkin bisa tenang dan sabar melihat kasus seperti ini. Saya sangat mengerti perasaan dari orang ini, dia marah sekali anaknya diperlakukan seperti ini dan dia tidak lihat cara lain selain balas dendam. Saudara mau mengatakan ke dia “ampuni musuhmu”, dia mengatakan “saya tembak kamu saja sekalian, anakku sangat kucintai dan orang hancurkan dia dengan cara ini”. Anak dia tidak akan normal lagi diperlakukan seperti itu oleh orang jahat itu. Saya pastinya mengerti perasaan orang tua mencintai anak, tetapi bayangkan dengan pengertian ini Allah mengatakan “tidak ada cara lain yang Aku bisa terima selain AnakKu berkorban untuk dosamu”. Ini melatih kita mengerti berapa besarnya dosa. Sama, orang Israel dilatih “jangan makan makanan yang haram, kamu mesti suci waktu menghadap Tuhan”, sehingga mereka dibentuk dengan pemikiran Tuhan itu suci, saya itu cemar. Dan Tuhan menjadikan itu persiapan untuk kita mengerti simbol terbesar untuk pameran dosa dan cemar yaitu salib.

« 3 of 4 »