Hal kedua, kedagingan kita juga akan mengarahkan kita untuk melihat hidup sebagai sebuah derita jika apa yang kita mau tidak tercapai, ini kedagingan. Jadi kalau saya punya keinginan tapi tidak tercapai, itu penderitaan. Dan karena pikiran ini banyak orang Kristen memberitakan Injil dengan cara yang salah, “kalau begitu, kalau apa yang kamu inginkan tidak tercapai, berarti Injil akan memastikan apa yang kamu inginkan tercapai.” Kedagingan akan membuat kita melihat, “kalau keinginanku tidak tercapai, berarti itu adalah kesalahan.” Dan banyak orang pakai idealisme seperti ini waktu hidup. Saudara ingin hidup tenang, itu boleh. Tapi kalau ternyata hidup tidak tenang, Saudara tidak boleh mengatakan “ini salah”, itu yang problem. Kalau Saudara merasa cara Tuhan menangani dunia eror, karena apa yang Saudara inginkan tidak terjadi, itu problem. Kalau Saudara merasa cara Tuhan mendidik Saudara itu salah karena apa yang Saudara inginkan tidak terjadi, itulah kedagingan. “Kalau Tuhan ingin saya semakin mencintai Tuhan, berikanlah berkat”, tapi kalau Tuhan tidak beri bagaimana? Kedagingan akan mengatakan “tidak bisa, kalau yang saya inginkan tidak tercapai, berarti ada kesalahan”. Dan ini sebuah kesulitan, kita tidak bisa menghidupi kehidupan yang tidak realistis. Saudara akan jalani hidup yang mengalami kesulitan-kesulitan, banyak sekali kesulitan. Dan kalau kita pikir bahwa Tuhan tidak seharusnya pakai cara itu untuk membentuk saya, itu kedagingan. Kedagingan membuat saya tidak bisa menerima kalau keinginan saya tidak dimuluskan lewat hidup saya, ada yang salah dengan hidup.

Lalu hal ketiga, kedagingan membuat kita tidak bisa hidup dengan orang lain yang tidak memberi apa yang saya inginkan. Roger Scruton mengatakan ada 2 jenis kasih, kasih sejati adalah kasih yang menikmati kehadiran yang lain. Sedangkan kasih sentimental adalah kasih yang menikmati diri mengasihi. Ada yang menyenangkan ketika mengasihi, Saudara pasti mengalaminya, ketika Saudara mengasihi seseorang ada perasaan menyenangkan di dalam diri Saudara. Orang sentimentalis atau orang yang bukan mengasihi sebenarnya, adalah orang yang mengasihi perasaan mengasihi. Dia senang kalau dia bisa mengasihi, tapi dia tidak menyenangi pribadi yang dikasihi. Ini bisa terjadi di dalam kejiwaan yang belum matang, itu sebabnya perpacaran di dunia remaja itu tidak pernah baik, ada yang baik tapi mungkin itu anugerah tambahan. Roger Scruton mengatakan ada bedanya antara cinta sentimental dengan cinta yang sebenarnya. Mencintai sensasi mencintai atau mencintai dengan tujuan yang jelas yaitu mencintai pribadi, dianya yang penting. Banyak orang mencintai Tuhan dalam cinta sentimental, sekarang kalau Saudara menyanyi dengan cara mengeluarkan seluruh emosi, begitu keluar dari gedung ibadah ini, Saudara akan merasakan pengalaman batin yang dalam dan kadang ini disalah-mengerti dengan pengalaman iman, perasaan yang menjadi allah bukan Allah. Kita harusnya memiliki hidup yang dikomunikasikan ke orang dan kita seharusnya menjadi orang yang menerima komunikasinya orang lain. Tapi kedagingan kita akan mengatakan “selama apa yang kita lakukan dalam komunitas tidak menyenangkan keinginanku, berarti komunitas itu buruk”. Banyak orang sulit menjadi manusia yang limpah karena menganggap komunitas menjadi penghalang dia menjadi limpah. Ada seorang pastor menulis buku yang judulnya Tiga Jenis Kaca, dia mengkritik fenomena yang terjadi dimana orang lebih menyenangi hidup sendiri, tidak suka bertemu orang. Waktu kita di jalan bisa saling menyapa dan menyenangi berjalan kalau ada orang lain juga berpapasan dengan kita. Tapi hal itu berubah ketika Saudara mengendarai mobil, waktu Saudara mengendarai mobil tiba-tiba sesama pengendara itu menjadi musuh. Kalau Saudara jalan kaki tidak akan rebutan jalur, tidak akan tiba-tiba memotong jalur orang, dan kalau pun dipotong jalurnya tidak akan merasa apa-apa. Tapi kalau naik mobil tiba-tiba muncul jiwa persaingan, jiwa konflik, kalau tiba-tiba jalur Saudara dipotong. Saudara tahu penyebabnya? Menurut pastor ini, yang membuat kita merasa orang lain pesaing adalah karena kita tidak melihat wajah. Kita cuma lihat merknya. Waktu Saudara berpapasan dengan mobil lain, Saudara lihat mobilnya bukan orangnya. Saudara benci karena tidak ada sentuhan pribadi. Ini tidak terjadi waktu Saudara jalan kaki karena Saudara lihat orang. Ada persekutuan, keakraban, karena waktu ketemu saling senyum, tidak kenal tapi sok kenal, pokoknya sapa saja. Lalu kaca kedua menurut dia adalah tv, ada saat dimana setiap rumah di Amerika ada terasnya dan mereka duduk-duduk di situ kalau tidak sibuk dan saling menyapa. Sekarang di depan rumah adanya pagar garasi, tidak bisa melihat orang. Sekarang orang akan melihat layar dan tidak ada lagi komunikasi. Lalu yang ketiga adalah layar smartphone, smartphone itu unik, dia bukan hanya membuat kita tereksklusif, dia memberikan relasi yang baru yang lebih menuntut. Jadi ada semacam keengganan untuk berkomitmen dalam relasi, sebenarnya itu bagian dari kedagingan. Kedagingan akan mengatakan “saya tidak cocok dengan orang, karena orang tidak cocok dengan saya”, tapi bukankah relasi itu tujuannya mempertumbuhkan kita? Tidak tentu menyenangkan. Saya tidak mengatakan kalau Saudara bertemu orang sudah pasti menyenangkan, banyak orang menyebalkan. Tapi interaksi dengan orang mempertumbuhkan kita, bukankah itu yang diinginkan? Kita bertumbuh. Jadi tanpa interaksi dengan orang, tidak mungkin kita bertumbuh. Ada interaksi dengan orang, ada kesulitan, tapi kita pasti bertumbuh. Bertumbuh dengan kesabaran ketika bertemu dengan orang yang tidak sabar. Bertumbuh di dalam hikmat menjawab ketika bertemu dengan orang yang sulit untuk diakrabkan. Bertumbuh bukan karena bertemu orang menyenangkan, bertumbuh karena saya mengerti bagaimana saya harus terbentuk lewat komunitas. Manusia dipertajam dengan adanya orang lain.

« 2 of 3 »