Pada bagian pertama kita sudah bahas Paulus menjadi seorang yang membangun pengertian tentang Tuhan atau membangun teologi bagi bangsa-bangsa yang belum kenal Tuhan. Di dalam bagian kedua ini, kita lihat Paulus menekankan kembali tentang tugas Injil yang didapatnya. Ini sangat menarik karena Paulus mengaitkan dirinya di dalam nubuat Yesaya, sebagai orang yang menggenapi nubuat panggilan bagi bangsa-bangsa lain. Dia mengutip Yesaya 52:15, “Tuhan memperkenalkan diri sebagai Gembala yang menuntun bangsa-bangsa kembali kepadaNya.” Ini kalimat-kalimat yang sangat indah. Dan Paulus mengatakan “Adalah kehormatan bagi saya untuk menjadi yang pertama yang melakukannya.” ‘Yang pertama’ itu pasti tidak mulia secara kemegahan, tetapi mulia secara dobrakkan. Karena Paulus tidak akan menikmati buah pelayanannya, seperti jemaat yang stabil, yang berkembang, dan yang besar. Tetapi dia menikmati kesulitan tantangan mendirikan. Dia memperkenalkan panggilannya sebagai orang yang Tuhan percayakan memulai dasar, membangun di atas dasar yang dibuat sendiri, dan bukan di atas dasar orang lain. Tentu dia tidak sedang menghina orang yang membangun di atas dasar orang lain. Tetapi dia sedang mengatakan meskipun kelihatan pelayanan dia begitu remeh, sulit, dan penuh tantangan, inilah kemuliaan yang Tuhan percayakan kepadanya. Paulus bermegah tentang pelayanan sulit yang penuh salib ini. Saudara, kita tidak bisa sembarangan mengatakan kalau menderita itu adalah kemuliaan, tapi kita bisa mengatakan bahwa setiap kali kesulitan datang karena saya mau ikut Tuhan, itu adalah kemuliaan.
Lalu bagian berikutnya di ayat 18, Paulus mulai membandingkan antara Injil yang dia beritakan dengan kepercayaan bangsa-bangsa lain. Paulus mengatakan “saya memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa lain dengan (1) kuasa tanda-tanda, (2) dengan perkataan, (3) dengan perbuatan, (4) dengan mujizat, (5) dengan kuasa Roh”. Lima hal ini tidak bisa dimengerti dalam pengertian modern, yaitu berarti ada khotbah, ada kekuatan bertindak dan juga ada tanda-tanda mujizat untuk dipamerkan. Tapi yang Paulus katakan adalah berita tentang Kristus, perkataan yang Dia bagikan, tindakan yang Dia lakukan, tanda-tanda yang Dia kerjakan. Semua itu membuktikan Kristus adalah Juruselamat. Apapun yang dibuat untuk meninggikan Kristus, itulah yang Paulus kerjakan. Dia tidak kerjakan apapun untuk kemuliaan dirinya.
Paulus mengutip 5 hal ini dari kitab Yesaya, yaitu “Tuhan memanggil bangsa-bangsa (1) dengan kalimat yang penuh kuasa; (2) dengan perbuatanNya menopang bangsa-bangsa itu; (3) dengan tanda-tanda bahwa Dia adalah Allah; (4) dengan pernyataan-pernyataan agung yang tadinya dimiliki oleh Israel, sekarang boleh dimiliki oleh bangsa-bangsa lain; (5) melalui pekerjaan Roh yang memberi hidup.” Paulus tidak sedang menyamakan dirinya dengan Allah tentunya, tapi Paulus sedang menyamakan Roh yang bekerja dalam dirinya dengan Allah. Itu sebabnya kita tidak dapat memahami kata-kata yang Paulus katakan, kecuali kita menyorotinya dari sudut pandang Kitab Yesaya. Roy Clouser, dalam bukunya The Myth of Religious Neutrality menekankan satu fakta penting, yaitu orang-orang kuno tidak mengerti doktrin penciptaan dan karenanya mereka tidak peduli tentang asal mula segala sesuatu. Dalam kepercayaan Yunani misalnya, dewa-dewa sebenarnya berasal dari keberadaan yang lain, yang tidak jelas apa dan tidak diperhatikan. “Keberadaan” ini dalam tradisi filsafat Yunani disebut dengan arke, artinya yang menjadi permulaan atau zat dasar dari segala sesuatu. Beberapa pemikir Yunani di dalam tradisi kuno, sebenarnya mulai mencari tahu tentang arke. Misalnya Thales. Dia mengatakan bahwa asal mula segala sesuatu adalah air. Ini diselidiki oleh para filsuf tapi tidak disadari oleh orang-orang beragama. Orang beragama tidak mementingkan asal-usul, tapi mereka mementingkan para dewa, ini aneh. Orang Kristen, orang Islam dan orang Yahudi sangat menekankan asal-usul. Tuhanlah yang menciptakan segala sesuatu, dan segala sesuatu berasal dari Tuhan. Ini bagi kita argumen yang kuat. Tapi bagi penyembah berhala tidak penting. Roy Clouser mengatakan alasan itu tidak diperhatikan adalah karena penyebab dasar dari semua, tidak sepenting para dewa di dalam interaksi dengan kehidupan manusia. Berarti penyembahan identik dengan kepentingan hidup manusia. Saudara tidak bisa menyembah teori, yang hanya diajarkan tanpa diperhatikan kaitannya dengan hidup. Manusia mencari 3 hal ultiman, yaitu hidup senang, bebas takut, dan penuh damai. Seolah manusia mengatakan “saya tidak peduli dari mana asal dewa-dewa, selama mereka bisa menjamin hidup senang, damai dan bebas takut bagi saya.”
Roy Clouser bukan orang pertama yang menyelidiki tentang fenomena agama, salah satu yang sangat teliti dalam menyelidiki agama-agama adalah John Calvin. Di dalam karyanya, Institute of Christian Religion, Calvin menyelidiki menemukan bahwa “Setiap agama yang dikembangkan manusia untuk menyembah adalah agama yang diinspirasikan, yang digerakkan oleh pernyataan keindahan Tuhan.” Tuhan begitu baik, indah, dan agung. Dia memancarkan kebaikanNya, keindahanNya dan keagunganNya untuk menarik orang datang kepadaNya. Maka di dalam tarikan Tuhan, manusia datang. Tetapi kuasa jahat menyelewengkan manusia. Manusia mau mencari damai, sukacita dan bebas takut, tapi tidak bisa, karena mereka diselewengkan. Agama adalah cara manusia mencapai Tuhan, tetapi sayangnya di tengah jalan mereka tersesat.
Kalau Saudara selidiki agama-agama kuno, selalu ada pecahan dari narasi Alkitab. Biasanya orang mengatakan Alkitab mirip dengan mitos-mitos kuno. Tetapi sebenarnya mitos-mitos kuno itu adalah pecahan cerita dari Alkitab. Kita harus bisa membedakan mana yang asli dan mana yang tiruan. Yang asli itu utuh dan tidak terpecah-pecah. Tidak ada kitab yang bicara tentang asal-usul, sejarah, pengharapan, dan tentang final yang indah di dalam satu kesatuan cerita, selain Kitab Suci kita. Ini berarti Alkitab adalah yang asli dan banyak mempengaruhi dan menginspirasi cerita-cerita lain. Ini membuat kita meyakini fakta bahwa dunia mencari Tuhan dan menemukan sedikit dari Dia. Tapi setelah menemukan, mereka menolak menyembah Tuhan, dan malah membentuk berhala. Manusia mau mencari damai, sukacita, dan bebas takut, maka mereka beragama. Tetapi mereka gagal menemukannya secara utuh, karena sudah diselewengkan.
Selain orang yang beragama, ada juga orang-orang yang menganggap agama itu suatu kebodohan. Seorang dari tradisi Yunani kuno, bahkan sebelum Plato, Aristoteles dan Socrates, pernah mengatakan “kalau saya lihat ke atas dan mau menyembah ke atas, saya menemukan dewa-dewa rupa manusia. Kalau sapi lihat ke atas, kalau dia punya pikiran mau menyembah, dia akan lihat dewa-dewa berbentuk sapi. Jadi sapi akan membentuk dewa mirip sapi, sedangkan manusia membentuk dewa mirip manusia. Jadi dewa itu dibentuk berdasarkan gambar manusia.” Di dalam zaman modern pemikir-pemikir anti agama juga bermunculan, salah satu yang paling berpengaruh adalah Feuerbach. Dia mengatakan “setiap manusia menemukan tahap-tahap kemandirian dari kanak-kanak sampai dewasa. Waktu kanak-kanak dia ingin pegang yang lebih kuat. Waktu dia sudah dewasa, dia tetap perlu pegang yang lebih kuat dari dia, tetapi dia tidak menemukannya. Maka manusia menciptakan Tuhan dari hasil proyeksinya. Manusia sadar dirinya tidak sempurna, dan memproyeksikan gambaran dirinya yang sempurna. Itu disebut sebagai Tuhan. Itulah sebabnya, muncul agama. Feuerbach bukan sedang mengritik agama, tetapi dia sedang berusaha menafsirkan agama. Tetapi sayangnya, dia memasukkannya ke dalam skema yang tidak tepat. Menurutnya, agama adalah perjalanan menuju dewasa. Kita sadar kita perlu Tuhan, lalu kita membentuk agama. Kita percaya pada Tuhan, tetapi akan ada saat di mana Tuhan ini pun akan mengecewakan kita. Karena Tuhan sudah mengecewakan, maka saya jadi atheis. Setelah saya jadi atheis, baru saya tahu ternyata pelajaran saya bergantung kepada Tuhan itu, perlu untuk saya jadi atheis yang baik.