Saudara sekalian, Roma 10 ayat yang ke-12 menekankan bahwa Tuhan sekarang jadi Allah bagi orang Yahudi maupun orang Yunani. Ini tentu cara berbahasa dari orang-orang Yahudi. Orang Yahudi dan Yunani, karena di dalam tradisi dari Israel di abad pertama, ada dua kelompok orang berbahasa yang satu adalah Aramaic yaitu orang-orang Yahudi, jadi tidak ada lagi bahasa Ibrani sejak sekitar 200 tahun sebelum Masehi, orang-orang Yahudi sudah menjadikan bahasa Aramaic bahasa sehari-hari. Jadi bahasa Ibrani sudah lama tidak ada, sudah lama tidak dipakai. Bahkan Kitab Suci bahasa Ibrani sudah tidak bisa dibaca lagi oleh orang Israel karena mereka pada zaman itu sudah berbahasa Aramaic. Jadi ada dua kelompok pertama kelompok Israel yang berbahasa Aramaic. Satu lagi adalah kelompok orang-orang internasional yang berbahasa Yunani. Sehingga ketika Paulus mengatakan ada orang Yahudi dan orang Yunani, ini pembedaan dari cara pandang Yahudi untuk mencakupkan semua bangsa ke dalamnya. Ini tidak bicara cuma ada dua bangsa, orang Yahudi berbahasa Aramaic atau orang Yunani, tidak. Tapi ini berbicara tentang orang Yahudi yang berbahasa Aramaic dan orang-orang lain yang memakai bahasa internasional pada waktu itu yaitu bahasa Yunani. Jadi bahasa ini mencakup sebenarnya semua bangsa yaitu Yahudi dan Yunani. Karena tidak ada bangsa di dalam dunia pada waktu itu yang ketika berelasi secara internasional tidak menggunakan dua jenis bahasa ini. Kalau orang Israel mereka memakai Aramaic, kalau orang yang lain mereka akan memakai bhasa Yunani. Jadi Paulus mengatakan tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan bangsa-bangsa yang lain, karena Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepadaNya. Tapi ini harus kita letakkan di dalam konteks. Jadi Tuhan memanggil, tetapi panggilan Tuhan yang Tuhan berikan secara umum tidak ditanggapi secara efektif oleh semua orang. Hanya mereka yang menanggapi panggilan Tuhan secara efektif, itulah yang akan menjadi umat, dan entah dia orang Yahudi berbahasa Aramaic atau dia orang Yunani yang berbahasa Yunani, atau bangsa-bangsa yang berbahasa Yunani, mereka tidak mungkin berespons kepada Tuhan jika Tuhan tidak memberikan panggilanNya. Jadi setelah Paulus membahas tentang keindahan menjadi orang atau menjadi bangsa yang bisa percaya kepada Kristus, dia kembali ke tema pasal 9 yaitu Tuhan yang mengerjakan melalui pilihan. Doktrin pilihan kembali menjadi pembahasan Paulus di dalam ayat 12 dan seterusnya. Maka Paulus mengatakan tidak ada pembedaan bagi orang percaya, engkau berasal dari orang kelompok berbahasa Aramaic yaitu Yahudi atau berbahasa Yunani yaitu bangsa-bangsa lain. Jika engkau berseru kepada Tuhan karena Kristus, maka engkau adalah bagian dari umat Tuhan. Lalu di dalam ayat 13, ini kalimat yang tidak hanya berbicara soal status keselamatan, status keselamatan sudah kita miliki sebelum kita berseru. Berseru sebenarnya adalah sebuah teriakan minta tolong, siapa yang minta tolong kepada Tuhan akan diselamatkan. Salah satu yang indah dari memiliki Allah yang sejati adalah bahwa kita bisa berkomunikasi karena ada relasi dengan Allah yang sifatnya relasional. Maka kalau Allah bukan Allah Tritunggal kita akan jatuh ke dalam kekosongan dari bangsa-bangsa lain yang menyembah berhala yang banyak, tetapi yang tidak berelasi dengan baik. Kita sulit untuk brrelasi dengan pribadi-pribadi yang tidak punya kesatuan relasional, sesuatu yang sulit. Tapi kalau kita menyembah Allah yang satu, seperti yang dilakukan di dalam tradisi Yahudi dan juga Islam dalam tradisi monoteisme, kita percaya kepada Allah yang satu tetapi tidak relasional. Maka kita sulit memahami relasi sebagai sesuatu yang utama. bahkan di dalam pemikiran dari Agustinus dikatakan jika Allah kita bukan Allah Tritunggal maka kita cuma tahu relasi top down (relasi atas ke bawah). Karena itulah relasi yang Allah contohkan, Allah tidak tahu bagaimana berelasi dengan yang sejenis karena tidak ada yang sejenissengan dia. Mereka tidak tahu bagaimana berelasi dengan yang sekarang karena tidak ada yang setara dengan tapi kalau tidak ada yang setara dengan dia makan tidak ada orang punya pelanggan untuk relasi yang setara manusia menjadikan dirinya teladan untuk kelas yang setara? Karena tidak ada yang setara dengan dia. Tapi kalau tidak ada yang setara dengan dia, maka tidak ada orang bisa punya teladan untuk relasi yang setara. Manusia akan menjadikan dirinya teladan untuk relasi yang setara, karena Tuhan tidak punya itu. Maka kalau kita menyembah berhala ada relasi yang setara tapi tidak ada kesatuan berarti tidak ada relasi. Ada kesetaraan tapi tidak ada relasi yang satu. Tapi kalau kita percaya Allah yang satu, tidak ada relasi yang setara karena Allah berelasi dengan malaikat yang tentu jauh lebih rendah dan dengan manusia yang jauh lebih rendah. Siapa yang menjadi pribadi yang darinya kita belajar tentang apa itu kasih, apa itu penghargaan, apa itu penghormatan, apa itu kesetaraan, apa itu hak asasi manusia, ini poin penting karena hak asasi manusia mensyaratkan pemahaman bahwa semua manusia itu sama. All man and woman are created egual, semua orang itu sama, diciptakan sama. Laki-laki dan perempuan sama, orang warna kulit apa sama, orang mempunyai kedudukan sosial yang dibagi oleh kebiasaan masyarakat setelah jatuh dalam dosa, tetap punya kesamaan di dalam kemanusiaannya. Itu sebabnya mengerti hak asasi manusia hanya mungkin terjadi kalau kita tidak menjadikan diri kita standar untuk relasi yang setara karena kita terbukti gagal di situ. Sama seperti dewa-dewa Yunani terbukti gagal atau dewa-dewa Romawi terbukti gagal di dalam relasi. Kalau begitu siapa yang kita bisa jadikan standar atau siapa sumber relasi setara? Allah Tritunggal. Itu sebabnya di dalam mengimani Allah sejati, kita akan mengetahui bagaimana mencintai dan bagaimana hubungan dengan pribadi yang mencintai kita. Dan salah satu yang membuat kita dapat menikmati relasi ini adalah berseru. Itu sebabnya orang yang belum pernah berseru kepada Tuhan, dia tidak tahu indahnya beriman kepada Tuhan. Tetapi sebaliknya, orang yang terus-menerus mengeluh juga tidak tahu indahnya Tuhan. Berseru di dalam meratap sekalipun itu beda dengan bersungut-sungut. Di dalam pengertian Alkitab terutama di Kitab Keluaran, bersungut-sungut adalah keengganan untuk berjalan bersama dengan Tuhan. Sedangkan meratap adalah ada kerelaan ikut jalan Tuhan, tapi tidak ada pengertian, tidak ada kekuatan. “Saya mau berjalan bersama dengan Tuhan, tetapi saya tidak punya kekuatan dan saya tidak punya pengertian maka saya meratap”. Tapi orang-orang yang berkeluh kesah, yang kalau di dalam Kitab Keluaran dan Bilangan itu dikatakan sebagai orang-orang yang binasakan, mereka adalah orang-orang yang bersungut-sungut. Bersungut-sungut berarti enggan berjalan bersama dengan Tuhan. “Kembalikan kami ke Mesir, kami tidak mau lagi dipimpin oleh Allah”, ini perbedaan sangat signifikan. Orang-orang yang meratap atau yang berseru kepada Tuhan adalah orang-orang yang mengatakan “saya akan berjalan bersama dengan Tuhan, tetapi izinkanlah sepanjang perjalanan ini saya mengeluh, tapi saya akan berjalan”, ini yang Tuhan tampung, Tuhan menampung keluhan kita dan mendewasakan kita sehingga keluhan kita mendewasakan pengenalan kita akan Tuhan. Ketika kita menjadi orang yang beriman kepada Tuhan, kita menikmati berseru kepada Allah.
Ini highlight yang sangat penting karena di dalam Surat Roma, Paulus menekankan tentang keindahan jadi umat pilihan. Predestinasi itu sangat indah bagi orang yang memahaminya karena kita tahu bahwa kita tidak beda dari orang lain diberikan cinta kasih dan kesetiaan yang sangat besar. Saudara dan saya adalah orang-orang dicintai dan in yang membuat kita penuh dengan sukacita. Maka Paulus mengatakan siapa berseru kepada kepada nama Tuhan akan diselamatkan. Urutannya penting untuk kita pahami, Paulus tidak sedang bicara keselamatan di dalam status karena kalau dia bicara keselamatan dalam status, dia akan mengatakan “siapa yang sudah diselamatkan dapat berseru kepada Tuhan”, itu yang seharusnya. Tapi ini dibalik “siapa berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan”, seringkali kita berpikir bahwa ini adalah pengakuan iman, kalau kita menginjili orang kita suruh mereka menyebut supaya sebelum mati menyebut dulu atau bagaimana, karena dengan menyebut akan membuat selamat. Itu pendapat yang salah karena Saudara akan menyamakan kemampuan bicara dengan status keselamatan, dan itu bukan sesuatu yang ditekankan oleh Paulus. Pengakuan itu penting, pengakuan itu keluar dari hati yang sudah percaya. Dan bukan sebaliknya, bukan saya mengaku dulu baru saya bisa percaya. Karena aneh kalau Saudara mengakui sesuatu yang Saudara belum percaya, baru setelah itu Saudara percaya. Apa tidak lebih benar kalau dia diselamatkan dulu baru dia berseru? Karena berseru di sini bukan cuma mengaku kalau dalam pengertian yang Paulus pakai, tapi minta tolong kepada Tuhan. Siapa yang sudah diselamatkan bisa minta tolong kepada Tuhan, ini yang lebih tepat. Tapi Paulus berbicara tentang keselamatan yang bukan status di sini, status sudah diperoleh. Setelah Saudara mendapatkan Tuhan, Saudara diselamatkan. Tetapi setelah Saudara ada di dalam keselamatan, Saudara bisa minta tolong kepada Dia, dapat berseru dan Tuhan mendengar. Dan inilah keindahan menjadi milik Tuhan, karena di dalam Mazmur 33 yang kita tadi sudah baca dikatakan bahwa orang yang mengandalkan Tuhan adalah orang yang akan hanya berharap akan kasih setia Tuhan, Mazmur 33: 18, “jika kami ada kesulitan bahaya maut”, ayat 19 dari Mazmur 33 mengatakan, “dan jika kami masuk ke dalam masa kelaparan atau bahaya yang lain maka kami bisa berseru kepada Tuhan”. Karena Mazmur 33: 18 mengatakan “sesungguhnya mata Tuhan tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setiaNya. Tuhan menyenangi orang-orang yang hanya mau minta tolong kepada Dia, yang benar-benar rentan jika tidak ada Tuhan. Itu sebabnya ayat 20 dengan sukacita menyatakan pujian kepada Tuhan “jiwa kita menanti-nantikan Tuhan, Dialah penolong dan perisai kita. Karena Dia hati kita bersukacita, sebab kepada namaNya yang kudus kita percaya. Kasih setiaMu ya Tuhan kiranya menyertai kami seperti kami berharap kepadaMu”. Di sini ada 1 kebajikan, ada 1 karakter indah dari umat Tuhan yang digali oleh Mazmur 33. Jadi Mazmur 33 mengatakan umat Tuhan punya karakter yang orang lain tidak punya, yaitu bersukacita karena Tuhan adalah Penolong kita. Ini menjadi tema yang sering kita lupa karena kita berpikir bahwa setelah kita milik Tuhan harusnya kita berdamai dengan keadaan apapun, harusnya kita berdamai dengan situasi apapun, harusnya kita berhenti berharap untuk situasi berubah, itu tidak tepat karena Mazmur 33 menunjukkan ada perbedaan antara orang yang tidak kenal Tuhan. Orang yang tidak kenal Tuhan, tidak akan bisa berseru kepada Tuhan, tidak akan mau juga. Dan karena itu mereka kehilangan karakter yang indah yaitu mempunyai jiwa yang menanti-nantikan Tuhan, mempunyai jiwa yang sadar indahnya dilepaskan oleh Tuhan. Orang-orang ini orang-orang yang bahagia, dan kita sebenarnya diundang oleh Tuhan untuk menjadi orang yang sedemikian karena di dalam tradisi bangsa-bangsa manapun, tidak ada kemungkinan untuk berseru kepada Tuhan. Ini kontroversial karena orang zaman dulu yang mendengar Paulus, akan mengatakan “Paulus, engkau salah, kami senantiasa berseru kepada Tuhan, kami berseru kepada Dia. Kami datang kepada Dia”, sama, “jadi kamu percaya Kekristenan? Kamu berseru kepada Allahmu. Tapi kami juga berseru kepada ilah kami, kami berseru kepada Hera, kami berseru kepada dewa-dewa lain, kami berseru kepada Zeus, kepada siapa pun yang kami harap menolong kami. Jadi engkau berseru dan kami berseru, sama”.