Umat yang menjalankan Taurat dengan Tuhan yang memberikan Taurat. Hukum dan pemberi hukum yaitu Allah harus satu. Ini tidak dimiliki oleh orang-orang Yunani dan Romawi yang berusaha untuk mengatur bangsanya dengan peraturan, tapi siapa berhak menentukan peraturan itu sangat tidak jelas. Ini yang menjadi pergumulan dari para pemikir yang kritis di dalam zaman Yunani, misalnya Protagoras. Protagoras terus mengkritik “dari mana peraturan?”, “peraturan dibikin oleh para orang bijak yang mengatur sebuah kota”. Orang bijak ini mendapat peraturan dari mana? Karena mereka lebih bijak dari yang lain. Tapi jangan-jangan peraturan ini adalah peraturan untuk memanipulasi orang lain, sehingga keuntungan diperoleh oleh mereka. Mereka membuat peraturan yang menguntungkan diri mereka sendiri, menguntungkan kelompok mereka sendiri. Ini kritik dari Protagoras yang selalu muncul di dalam sejarah setelah itu. Sehingga orang terus berpikir siapa yang boleh menentukan hukum, boleh membuat peraturan? Protagoras sampai pada kritik yang sangat tegas sekali, karena orang mengatakan “kami membuat peraturan berdasarkan suara dewa. Kami dapat firman dari dewa, kami mendapatkan pernyataan dewa. Sehingga aturan ini bukan aturan manusia, tapi aturan para dewa”. Protagoras mengatakan para dewa itu tidak perduli manusia, dan kalau pun mereka benar-benar ada, mereka punya dunianya sendiri. Protagoras meragukan kalau dewa-dewa itu ada dan cerita tentang dewa-dewa terlalu mencerminkan pergumulan dari manusia di dunia ini. Jadi mengapa mengatakan peraturan datang dari dewa kalau ternyata tingkah laku dewa mirip dengan tingkah laku kita?
Kalau begitu siapa yang boleh memberikan aturan? Paulus melihat kemungkinan yang sangat besar untuk memperkenalkan Injil. “Kamu tahu apa yang dipikirkan oleh orang Yahudi? Orang Yahudi memikirkan Taurat yang berasal dari hatiNya Tuhan”. Dan Tuhan beda dengan dewa-dewa yang lain, Tuhan tidak korup seperti dewa-dewa lain. Tuhan tidak jahat seperti manusia, Tuhan tidak curang seperti manusia, Tuhan tidak melanggar perjanjian seperti manusia, Tuhan tidak bercacat di dalam menjalankan apa yang Dia katakan, tidak seperti manusia. Jadi Tuhan beda dengan manusia, dan apa yang Tuhan atur untuk dimiliki oleh manusia, itu datang dari hatiNya. Dan di dalam teologi Perjanjian Lama, di dalam teologi orang Yahudi, mereka percaya bahwa Tuhan menciptakan dunia ini dengan perhatian yang sangat besar. Di dalam 6 hari penciptaan, tiap hari Tuhan pakai perhatian yang sangat besar, Tuhan melibatkan ciptaan, Tuhan anggap ciptaan itu serius. Kalau Saudara baca Kejadian 1, Saudara akan melihat cerita yang jauh berbeda dengan kisah penciptaan dari negara mana pun, dari budaya mana pun, dari mitologi mana pun. Orang Yunani percaya dewa-dewa menciptakan dunia ini setelah merebutnya dari kelompok titans, lalu membangkitkan manusia untuk menjadi pembantu. Tapi tidak ada cerita seperti itu di Kitab Suci, Tuhan datang untuk membebaskan umatNya bukan untuk menjadikan mereka pembantu. Maka Alkitab menggambarkan tentang Tuhan yang sangat peduli ciptaan, yang punya tujuan di dalam menciptakan dan tujuan itu adalah kebaikan manusia. Itu sebabnya tema human flourishing, kebaikan manusia, manusia yang hidup dengan sempurna, meskipun didengung-dengungkan orang Yunani, tapi tidak pernah ada hasil di dalam pemikiran Yunani. Tidak pernah ada kejelasan bagaimana manusia bisa hidup sempurna. Tapi ini yang diberikan oleh Perjanjian Lama, Tuhan begitu peduli dengan manusia, sehingga peraturanNya adalah peraturan yang membuat manusia bertumbuh. John Calvin terus mengatakan bahwa manusia itu dianggap anak oleh Sang Bapa, yaitu Allah. Allah melihat manusia dan menganggapnya seperti anak yang kekasih. Tentu tidak ada orang tua yang membuat peraturan untuk membuat anaknya rusak atau orang tua yang membuat aturan supaya ada peraturan dan orang tua merasa nyaman karena sudah banyak peraturan, tapi tidak ada guna. Apakah Tuhan membuat peraturan supaya ada peraturan? Tidak, Tuhan membuat peraturan supaya manusia menjadi sempurna. Paulus mengatakan “kalau kamu memikirkan aturan yang sejati, aturan itu tidak datang dari konstitusi Kekaisaran Roma, aturan itu tidak datang dari para dewa baik Yunani maupun Romawi. Aturan itu ada di hati nurani manusia yang diberikan oleh Tuhan”. Tuhanlah pemberi aturan sejati.