Lalu bagaimana supaya bebas dari dosa? Saudara kalau pakai gambaran budak, budak itu tidak bisa bebas. Budak bukan pembantu, kalau pembantu bisa marah lalu berhenti. Tapi budak tidak bisa seperti itu. Budak adalah milik tuannya, budak tidak bisa bebas, dia bukan pegawai. Maka Saudara tidak mungkin lepas kalau Saudara bilang ke tuan yang adalah dosa karena dosa yang dimaksudkan Paulus adalah diri kita yang merusak diri, itu terlalu mencengkeram kita. Lalu bagaimana lepas dari ini? Paulus memakai gambaran yang indah, kalau Yesus Kristus membebaskan kamu, ini dalam Injil Yohanes, baru kamu bebas. Dan dalam Surat Roma 6, Paulus mengatakan dahulu kamu dikuasai oleh dosa, tapi sekarang kamu sudah dibebaskan oleh Dia yang lebih kuat. Dia yang lebih kuat sudah bebaskan kamu, sekarang kamu menjadi milik Dia, kamu sudah ditebus. Kamu sudah jadi umat, kamu dikasihi Dia, kamu selamanya milik Dia. Sekarang gambaran yang lama balik, kalau dulu Israel dibebaskan, setelah itu diberikan Taurat untuk mampu mencintai. Paulus mengatakan kamu sudah dibebaskan dan sekarang kamu punya Kristus. Kristus menjadi Tauratnya kita. Maksudnya, yang Paulus tafsirkan adalah apa yang dinyatakan oleh Taurat tidak mungkin sekuat Kristus, tapi Kristus menyatakannya mirip dengan Taurat. Apa yang ditawarkan? Cinta kepada Tuhan dan cinta kepada sesama. Mengapa Kristus melakukannya dengan lebih esktrim? Karena Dia mencintai Tuhan dan mencintai sesama dengan melakukan apa yang disimbolkan oleh salib, mengosongkan diri, menghancurkan diri demi menaati Tuhan. Maka Paulus sedang mengatakan “mari bebas dari cengkeraman dosa”. Mengapa bebas? Karena kamu sudah bebas secara status. Secara status saya bebas, lalu sekarang secara praktek bagaimana, mana Tauratnya? Tauratnya adalah lihat Kristus yang tersalib. Dia tidak memancarkan kemuliaan Ilahi, Filipi 2 mengatakan, yang walaupun dalam morphe Allah tidak menganggap kesetaraanNya dengan Allah. Tidak menganggap morphe Allah itu seperti sesuatu yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya dan mengambil morphe hamba, budak. Paulus sedang mengatakan bahwa kalau kamu menjadi milikNya Tuhan, kamu akan menjadi hambaNya Tuhan, hambaNya Kristus, ini hambanya Tuanmu yang baru. Dan Tuhanlah yang sudah lebih dulu memperhamba diri untuk kamu. Allah kita adalah Allah yang rela menjadi budak, sebenarnya ini kalimat yang kasar di Alkitab. Allah kita adalah Allah yang rela menjadi manusia dan hamba. Ini yang dilakukan Yesus sebagai simbol. Ketika murid-murid bertengkar siapa yang utama, Yesus mengatakan “baik, Aku akan mencuci kakimu”. Dalam tradisi Yahudi, kalau orang mau makan bersama, salah satu yang harus melakukan itu, mencuci kaki, dan biasanya seorang budak yang melakukannya. Tapi Kristus mengatakan Dia yang akan mencuci kaki mereka, Dia akan melepaskan jubahNya, mengikat pinggangNya lalu mulai mencuci kaki mereka. Sang Allah adalah Allah yang rela menemui manusia dengan cara menghancurkan reputasiNya. Mengapa Dia menghancurkan reputasiNya? Karena kita berada di tempat yang memang sudah tidak ada reputasi. Sebagai pendosa kita tidak punya apa-apa, tapi Allah rela menemui kita di situ. Tuhan rela ada di layer paling bawah, budak. Kita selalu membuat layer-layer dalam masyarakat sosial dan layer paling tinggi adalah para petinggi agama, layer paling rendah adalah budak. Tapi Yesus datang dan mengatakan “Aku budak, I am the servant. Akulah sang Hamba”. Dan Dia melayani, Dia berada di atas kayu salib sebagai seorang hamba yang menyerahkan nyawanya mati untuk TuanNya. Paulus sedang mengatakan inilah Tauratmu, Tauratmu adalah Kristus yang sudah jalankan Taurat itu, yang melakukan segalanya dengan mengosongkan diri. Mengapa kita bisa bertumbuh? Kalau kita menjalankan Taurat. Taurat yang mana? Lihat Kristus yang dipaku di atas kayu salib. Dia rela menemui orang lain demi kasihNya, menemui kita dengan cara merendahkan reputasiNya serendah mungkin. Maka yang kita bisa lakukan dalam hidup kita adalah mulai berpikir yang saya lakukan setiap hari adalah untuk mengejar reputasi atau atas nama kasih? Kadang-kadang keduanya bisa berbarengan, Saudara mengejar kasih tapi entah mengapa orang menganggap Saudara hebat. Kita tidak mau mengejar itu tapi kita dapat pujian, kita cuma berusaha melayani. Saudara dan saya mungkin bisa jatuh dalam dosa yang sama yaitu menstabilkan reputasi, tapi Saudara dan saya juga bisa belajar untuk mirip Kristus, mengasihi, “saya mau mencintai sesamaku, karena itu saya mau melakukan apa yang saya lakukan. Saya ingin menjadi berkat maka saya melakukan apa yang saya lakukan”. Apakah kita melakukan untuk menunjukan betapa hebatnya Kekristenan? Bukan, saya melakukan karena ini adalah perasaan cintaku. Kalau saya tidak tolong kamu, kasihan kamu. Paulus mengatakan ini, kalau Taurat cuma menstabilkan reputasi, itu celaka. Yang problem bukan Taurat, yang problem adalah dosa yang membelenggu kamu yaitu kamu dibelenggu supaya kamu menjadi tuan. Ini luar biasa extremely paradox. Saya diperbudak dosa dengan ditawarkan supaya jadi tuan, “kamu jadi tuan, nanti kamu akan bahagia”, tapi sebenarnya cuma budak. Sedangkan Kristus lain, Dia rela menjadikan diriNya seperti budak, menggambarkan kemuliaan dari lapisan paling bawah, bahkan mati di tempat yang paling tidak diinginkan manusia dan Dia menyatakan pekerjaan Tuhan genap karena kasihNya. Jadi salib bukan memamerkan penderitaan, salib bukan hukuman yang membuat badan paling menderita, badan dicincang, tapi salib adalah keadaan paling hina. Paling hina secara reputasi, bukan hanya reputasi orang yang tersalib, tapi seluruh kelompok dan orang yang terkait dengan Dia yang mati di atas kayu salib. Itu sebabnya pilihan salib adalah pilihan yang mengagetkan siapa pun. Mengapa Allahmu mau diidentikan dengan salib? Jawabannya adalah karena Allah memang serela itu untuk mencintai kita. Kita tenggelam di paling bawah dan Tuhan datang ke tempat paling bawah. Itu sebabnya ketika Adam mau menjadi seperti Allah, seolah Allah berkata “kamu tidak tahu apa maksudnya menjadi Aku. Kamu tidak mengerti besarnya pengorbanan dan penderitaan yang akan dialami oleh Allah untuk menyelamatkan manusia”, dan ini yang kita tidak tahu tentang Allah. Maka di dalam budaya populer dikatakan orang yang punya kuasa adalah orang yang playing God, itu tidak cocok dengan Kekristenan. Bagi orang Kristen, orang yang rela berkorban, itu yang sedang playing God. Orang yang rela berkorban adalah orang yang lebih mirip Tuhan dari pada orang yang bertahta dengan segala kemegahan. Apakah Allah tidak bertahta dengan kemegahanNya? Iya, dan semua tahu itu. Hal yang kurang diketahui adalah Allah yang bertahta ini juga adalah Allah yang rela kehilangan reputasinya. Allah bergumul bersama kita, bukan berarti Dia tidak tahu endingnya seperti apa. Inilah yang menjadi Taurat kita, menurut Paulus, “kamu mau bebas dari kuasa dosa, belajar dari Tuanmu yang baru yaitu Kristus”. Mengapa Dia menjadi Tuan kita? Karena Dia rela menjadi hamba. Dengan demikian Saudara memperhamba diri kepada Dia yang sudah terlebih dahulu memperhamba kepada kita. Mari kita matikan segala kesombongan yang mungkin muncul dari kemanusiaan kita yang lama dan munculkan pelajaran dari melihat salib dari Kristus, itulah Taurat yang sejati. Semakin merenungkan Taurat, semakin mampu cinta Tuhan dan sesama. Sekarang Paulus mengatakan semakin memahami Kristus menjalankan Taurat dengan mengosongkan diri, makin mampu cinta Tuhan dan sesama. Apakah berarti kita harus abaikan pekerjaan kita? Bukan. Saudara bisa melakukan pekerjaan yang sama, tapi sekarang coba alihkan, sekarang bukan lagi untuk reputasi tapi untuk cinta kepada Tuhan dan sesama.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)