Seringkali kita bertanya “kan Tuhan Mahatahu, kalau Tuhan Mahatahu, Tuhan sudah atur semua, mengapa masih perlu ada doa?”, jawabannya adalah di dalam Kitab Suci, Allah memutuskan untuk menekankan relasi dan kasih jauh lebih penting dari pada ke-Mahakuasaan Dia untuk mengatur semua. Allah menghargai kasih dan relasi lebih tinggi dari pada kemampuan untuk mengatur segala sesuatu. Tapi kita tidak bisa mengidentikan Allah Mahakuasa dengan pengertian yang sama dengan mengidentikan Allah adalah kasih. Agustinus mengatakan kuasa Allah tidak ada gunanya kalau bukan karena kasih. Kalau kasih lebih dulu ada baru kuasa, maka kuasa itu didefinisikan oleh kasih, diarahkan oleh kasih, diatur oleh kasih. Kalau kuasa lebih dulu ada baru kasih, maka kasih itu didefinisikan oleh kuasa, diarahkan oleh kuasa, dan ditentukan oleh kuasa. Tapi yang ada dalam diri Allah terbalik, kasih dulu baru kuasa, kasih dulu baru pengaturan, kasih dulu baru rencana. Karena kasih yang utama, relasi pun menjadi yang prioritas di dalam Tuhan. Doa Saudara jauh lebih penting untuk didengar oleh Tuhan, daripada pameran ke-MahakuasaanNya Tuhan. Maka ketika kita tidak menghargai ini, kita hanya mengatakan “Tuhan, engkau kan Mahakuasa, perbuatlah yang Engkau mau”, dan kita pikir itu Reformed, padahal tidak. Doa orang Reformed adalah “Tuhan, di saat saya tidak tahu harus panjatkan apa, saya cuma bisa berdoa tanpa tahu mau bicara apa.” Itulah sebabnya Kekristenan menguatkan kita. Karena entah apa pun, kalau Saudara merasa “mengapa hidup ini begini kelam?”, waktu pikiran sinis mulai muncul lalu mengatakan “kalau begini caranya, saya pahit sama hidup”, Saudara tekan pikiran itu “tapi bukankah saya bisa berdoa?”, dan itu akan membuat kita memahami tentang Allah yang menyingkirkan semua kekacauan, menggantinya dengan kelimpahan. Dan itu dimulai dengan kesadaran bahwa Allah beserta kita, bergumul dan memanjatkan doa untuk kita.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

« 6 of 6