Bagaimana rencana damai sejahtera itu bisa dipolakan dan dibuat oleh Tuhan? Tuhan menginginkan kita melihat contoh. Rencana Tuhan itu besar sekali, tapi Tuhan memadatkan untuk menjadi contoh dan ini yang namanya kemuliaan. Pemadatan untuk bisa dilihat itu sebenarnya glory. Di dalam bahasa Ibrani ada kata kavod, artinya adalah segala hal yang membuat orang menghormati level kemuliaan dari seseorang atau dari Tuhan. Bagaimana dihormati? Dengan simbol yang bisa dipamerkan. Kemuliaan raja ada di dalam banyak hal, tapi mahkota mencerminkan kemuliaan raja. Begitu Saudara taruh mahkota raja, Saudara langsung mengatakan “inilah kemuliaan raja”. Jadi simbol itu adalah kemuliaan dari orang itu. Ini satu gambaran yang ada di dalam Kitab Suci juga. Bagaimana mengetahui kemuliaan Tuhan? Di atas Gunung Sinai, terang itu kemuliaan Tuhan. Apakah hanya itu? Bukan, tapi Tuhan mengizinkan kemuliaanNya dipadatkan dalam sebuah simbol untuk diamati oleh manusia. Di dalam Perjanjian Baru kemuliaan Tuhan dinyatakan di dalam kehadiran Kristus yang rela mati bagi manusia, inilah pemadatan gambaran tentang kemuliaan Tuhan. Bagaimana Saudara mengerti rencana Tuhan yang mulia, yang besar? Tidak bisa, karena Tuhan sudah merancang dari awal mulai penciptaan, dan Tuhan terus merancangkan sampai ada kegenapan kemuliaan di dalam langit dan bumi yang baru. Bagaimana mengerti totalitas rencana Tuhan, bagaimana tahu dari awal sampai akhir, bagaimana bisa mengerti seluruh gambaran yang Tuhan mau nyatakan, yang Tuhan sudah kerjakan? Tidak mungkin. Tapi Tuhan memberikan satu pernyataan yang seperti memadatkan itu yaitu Kristus. Maka Saudara mendapat pengertian ternyata kemuliaan Tuhan ada di sini, di dalam kehidupan Kristus, Dia merangkum apa yang Tuhan kerjakan dari awal sampai akhir. Saudara akan melihat kehidupan Dia menjadi simbol dari pekerjaan Tuhan. Dan uniknya di dalam keadaan final dari pelayanan Kristus, Dia mati di atas kayu salib. Mengapa mati di atas kayu salib? Untuk menebus dosa manusia. Lalu apa yang terjadi setelah Dia mati? Dia bangkit dan naik ke surga. Seluruh kehidupan Kristus menjadi kemuliaan Tuhan. Jadi kemuliaan Tuhan hanya ini? Bukan hanya ini tapi ini adalah perwakilan dari kemuliaan Tuhan yang sempurna. Kemuliaan yang sempurna itu dinyatakan di dalam jangkauan yang bisa kita terima dan pahami. Maka kita akan melihat kehidupan Kristus dan menyadari “inilah sudut pandang yang penting untuk memahami realita”. Bagaimana memahami realita? Ada penderitaan. Bagaimana melihat penderitaan? Penderitaan sebagai sesuatu yang menjadi awal bagi kehadiran ciptaan yang baru. Di dalam Alkitab, misalnya Mazmur 2 menekankan kemuliaan Kristus sebagai Raja dan Imam. Di dalam Surat Ibrani ditafsirkan sebagai pengangkatan Kristus sebagai imam. Jadi Kristus mempunyai jabatan yang begitu tinggi dan mulia. Tapi di dalam Kitab Suci Perjanjian Baru dikatakan bahwa kemuliaan Tuhan dinikmati oleh Dia setelah Dia mati. Jadi Saudara tidak bisa mengatakan “Kristus adalah Anak Allah, maka Dia dimuliakan”. Benar, tapi yang sedang disorot oleh Kitab Suci adalah kemuliaan yang diberikan kepada Dia karena Dia rela merendah. Filipi 2 mengajarkan karena Kristus rela merendah maka Dia ditinggikan, karena Kristus rela mengosongkan diri maka Dia diberikan jadi sumber untuk memenuhi kehidupan orang lain. Dan ini berarti Saudara punya satu pola dalam kehidupan Kristus yang Paulus rangkum dengan pola salib dan bangkit, ini kemuliaan Kristus yang dipadatkan lagi oleh Paulus. Bagaimana mengerti kehidupan Kristus? Mati dan bangkit. Berarti berita tentang Kristus mengajarkan kita tentang pola yang bertentangan dengan pola dunia. Pola dunia ini mengenal ada pola hidup lalu mati, ini kan siklus hidup yang kita pahami. Hidup itu dari lahir kemudian bertumbuh, kemudian jadi dewasa, menjadi tua dan mati. Siklusnya adalah hidup dan mati. Ini yang kita lihat, kita melihat kehidupan berjalan kepada kematian. Maka ketika orang modern menafsirkan “kami dapat mengerti apa itu hidup, kami melihat konteks kami dan menafsirkan inilah hidup, ini konteks kami dilihat dari luar”. Heidegger mengatakan “mana bisa, kamu terlempar dalam hidup. Hidup itu apa, tadinya kamu juga tidak mengerti, kamu cuma dibikin hidup. Yang bikin hidup pun bukan kamu sendiri. Jadi kamu itu terlempar dalam keberadaan”. “Kalau kita hanya terlempar, tujuannya mau kemana?”, ini tidak terjawab. Di dalam zaman abad pertengahan ada perdebatan tentang kedaulatan Tuhan. Tuhan berdaulat, menurut beberapa tokoh abad pertengahan, Tuhan berdaulat karena Dia tahu dan mengatur semua sampai sedetail-detailnya. Tuhan tidak mungkin tidak tahu dan Tuhan tidak mungkin tidak mengatur. Karena Tuhan Mahatahu, segala sesuatu pasti terjadi di dalam ketetapan Dia. Tidak ada kebetulan, karena kebetulan itu menandakan ketidak-tahuan. Itu kira-kira teorinya. “Kalau manusia terlempat dalam ketidak-mengertian, pokoknya terlempar begitu saja, kira-kira engkau di posisi mana, Heidegger? Engkau berada dalam posisi bahwa segala sesuatu ada niscayanya, pokoknya terlempar dalam hidup tapi nantinya berakhir di sini? Lalu Heidegger mengatakan “kamu harus jelaskan dulu kepada saya apa itu tujuan hidup?”, “tujuan itu berarti akhir perjalanan”, “oh, akhir perjalanan, kalau tujuan hidup itu akhir perjalanan, kira-kira akhir perjalanan itu dimana?”. Lalu wartawan itu mengatakan “mungkin mati”, dan Heidegger mengatakan “benar, akhir perjalanan hidup kita mati. Berarti momen eksistensialis kita adalah momen yang kita jalani sampai titik sebelum kita mati, itulah tujuannya dan kita mati. Dan momen eksistensi kita berhenti di situ”. “Mengapa cuma disitu, sepertinya gelap sekali”, maka Heidegger lanjutkan “karena itu lebih baik membicarakan Liga Jerman saja.” Jadi tujuan hidup kemana, kita akan mengarah kemana? Kalau pola kita adalah hidup lalu mati, memang tidak ada tujuan. Tapi di dalam melihat kemuliaan Tuhan dalam kehidupan Kristus, kita melihat ada satu pola asing. Hans Weder mengatakan sering melihat pola hidup lalu mati, orang menyelidiki alam juga lihat itu, ada partikel-partikel angkasa, “ini dari mana?”, “dari hasil meledaknya bintang”. Dan bintang-bintang itu umumnya berukuran sangat besar, matahari adalah bintang yang level kecil sekali. Jadi matahari di tata surya kita adalah bintang yang umurnya juga pendek, ukurannya kecil kalau dibandingkan dengan bintang yang lain. Dia adalah bintang kecil yang tentu akan habis usianya lebih cepat dari pada bintang lain yang lebih besar. Orang melihat angkasa dan mengatakan “dari keutuhan menjadi keterpecahan.” Hidup ke mati, itu pola yang kita baca. Tapi Weder mengatakan Alkitab mengajarkan pola mati ke hidup. Dia mengatakan “apakah ini scientific?”, ternyata scientific. Weder seorang yang menyelidiki science juga. Dia mengatakan bukankah ada teori terbentuknya bintang? Salah satu teori mengatakan bahwa debu-debu angkasa akan bersatu menjadi bintang baru. Jadi proses bintang baru terjadi dari partikel yang terbentuk karena kematian sebuah bintang. Ternyata bukankah science mengajarkan cara pandang yang lain? Engkau bisa melihat cara ada yang utuh lalu terpencar, tapi engkau juga bisa melihat ada yang terpencar lalu menjadi utuh. Dan ini pola salib dan kebangkitan, pola mati lalu hidup. Dimana kehidupan dimulai? Tuhan dengan cara yang sangat ekstrim memberikan kepada kita penghiburan dengan mengatakan hidup dimulai dari kuburan, hidup dimulai dari kematian. Kita semua memulai kehidupan rohani kita dari lahir oleh karena Yesus mati. Bibit dari kebangkitan dan kehidupan kita ada di dalam Kristus yang mati, karena Dia mati maka kita bisa bangkit. Jadi pola ini yang Paulus mau katakan, kita ini adalah orang-orang yang berhak menerima janji Allah yaitu jika kita menderita bersama Dia supaya kita dimuliakan bersama dengan Dia, ini kemuliaan Tuhan.

Dan ayat 18 “aku yakin penderitaan zaman sekarang tidak bisa dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita”, pola ini penting untuk kita pahami, pola hancur setelah itu mulia. Maka kita bisa melihat bahwa orang Kristen diberikan anugerah oleh Tuhan untuk hidup penuh dengan kelimpahan yaitu hidup dalam keadaan mengerti bagaimana berpengharapan di dalam penderitaan. Apa pengharapan kita? Pengharapan kita adalah ada hidup di dalam keadaan mati, ada pengharapan bangkit meskipun ada kematian. Kalau begitu apa yang harus dilakukan oleh orang Kristen? Yang harus dilakukan oleh orang Kristen di dalam segala kesulitan ada pengharapan. Lalu bagaimana kita bisa berpengharapan? Dengan berserah, apa itu berserah? Banyak orang salah mengerti berserah, berserah itu bukan pasif, berserah berarti Saudara menempatkan Tuhan sebagai Tuan, itu namanya berserah. Kalau saya menempatkan Tuhan sebagai Tuan, saya mesti bertindak. Apa yang harus kamu lakukan? Apa pun yang saya lakukan adalah untuk menjadi berkat bagi yang lain, ini kesimpulan yang sudah kita ketahui, tapi argumen menuju itu kita sering salah. Mengapa saya mesti menjadi berkat bagi yang lain? Karena Kristus bangkit. Karena Kristus mati untuk menjadi berkat, mati-Nya pun tidak sia-sia. KebangkitanNya menyatakan bahwa kematian Dia tidak sia-sia oleh karena hidup bagi Tuhan. Dia senantiasa hidup bagi Tuhan, Dia senantiasa hidup bagi sesama. Kesulitan dan penderitaan justru memuncakan kemungkinan Dia menjadi berkat bagi yang lain. Maka orang Kristen punya sudut pandang terhadap penderitaan, yaitu di tengah penderitaan kenikmatan menjadi berkat tidak diambil dari kita. Coba pikir, hidup menjadi berkat itu nikmat, kalau kita tidak mengerti ini sulit mengerti kematian dan kebangkitan. Pola mati dan bangkit, Paulus mengatakan Tuhan memberikan kepada mereka yang menderita bersama-sama dengan Dia supaya kita dipermuliakan bersama-sama dengan Dia. Menderita dalam hal menjadi berkat. Saudara menjadi berkat dalam keadaan apa pun, termasuk di dalam penderitaan. Maka kalau ditanya, bagaimana orang Kristen harusnya hidup? Di dalam sulit tetap pikir bagaimana menjadi berkat, bagaimana saya bisa melakukan hal yang membuat orang menikmati kehidupan bahkan di dalam keadaan sulit sekali pun. Kalau Saudara menyadari bahwa hidup menjadi berkat itu sulit, Alkitab akan menguatkan kita dengan mengatakan “sulit sampai mati pun tidak akan sia-sia, sulit sampai habis pun tidak akan sia-sia”. Menjadi berkat untuk siapa? Menjadi berkat realistis, untuk orang di sekeliling, saudara, gereja, lingkungan, siapa pun. Level yang Saudara bisa jangkau untuk menjadi berkat itu bukan engkau yang atur. Tuhan yang taruh keluarga dekatmu itu supaya engkau berkati. Tuhan yang taruh tetanggamu untuk engkau berkati. Tuhan yang taruh gereja di sekitar engkau untuk engkau berkati. Tuhan yang taruh jalur untuk engkau bisa menjadi berkat. Maka keadaan sulit tidak meniadakan kita dari menjadi berkat. Ini yang membuat Kekristenan di abad-abad awal menjadi ancaman besar bagi Kekaisaran Roma, karena Kekaisaran Roma pakai slogan bahwa mereka adalah pembawa damai. Ada gambaran indah sekali, Roma yang damai, pax Romana, dimana-mana Kekaisaran Roma berada, disitu akan ada damai bagimu. Damai dari mana? Damai dari kaisar karena kaisar adalah tuan dan juruselamat. Tapi orang Kristen merebut dominasi dengan menyaksikan Tuhan dan Juruselamat yaitu Yesus. Heran, hanya di dalam waktu 300 tahun kurang, Kekristenan mendominasi Eropa, Asia Minor, mendominasi bukan dengan kuasa politik, tapi dengan tawaran yang sebenarnya dideklarasikan oleh Roma. Roma itu hanya tahu slogan “kamilah yang membuat engkau damai”, tapi orang Kristen bertindak dan orang mengatakan “sepertinya bukan Roma, orang Kristen yang membuat damai”. Apakah orang Kristen baru bisa lakukan ini kalau hidupnya baik dan bebas penderitaan? Tidak, Kristus menjadi berkat besar waktu dipaku di kayu salib, ini justru pameran kemuliaan Tuhan. Di saat orang paling tidak berdaya, disitu orang Kristen paling berdaya. Kristus menjadi berkat paling besar ketika tanganNya dipaku di atas kayu salib. Maka mari kita pikirkan ini, di dalam setiap keadaan, saya tidak mengatakan orang Kristen harus mencari penderitaan, tapi orang Kristen punya penghiburan besar, disaat paling sulit tetap ada potensi kita menjadi berkat paling besar. Bagaimana caranya? Jalani hidup Kristen, beritakan Kristus, nyatakan hidup penuh kasih, berbagi, hidup bagi orang lain. Hidup bagi orang disekitar kita, bagi orang yang Tuhan tempatkan untuk menerima berkat Tuhan lewat kehadiran kita. Dan inilah yang membuat kita berbeda dari orang-orang lain. Dan ini yang membuat kita melihat penderitaan dari sudut pandang yang lain. Kiranya Tuhan memberkati kita.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

« 4 of 4