Ayat 21 “dan buah apakah yang kamu petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan kamu merasa malu sekarang karena kesudahan semuanya itu ialah kematian”. Hidup yang terpisah dari Tuhan akan membuat mati. Mati bukan cuma sekedar tidak punya tanda hidup dalam fisik. Mati adalah kehidupan yang menikmati berhala, mati adalah senang di luar Tuhan, mati adalah tidak ada perasaan perlu Tuhan, itu mati. Jadi mati adalah ketika saya hidup, namun hidup saya tidak bersentuhan dengan Tuhan. Roma 1 sudah mengatakan demikian, orang yang hidup menyembah berhala adalah orang yang merasakan nikmatnya hidup tanpa Tuhan. Mati adalah ketika kebenaran dan juga perjanjian dengan Tuhan tidak diadakan, tidak dianggap serius, dibuang keluar, namun kita tetap bisa menjalani hidup, itu mati. Paulus mengatakan “sekarang kamu sudah tahu, sekarang kamu sudah mengerti lebih baik bahwa ternyata keadaan yang lama itu mati”. Dan ini yang akan disadarkan dengan tema hidup kita yang kita alami setiap hari. Kalau kita mengatakan “tanpa Tuhan akan baik-baik”, maka ingatlah satu hal zaman akan berubah, keadaan akan berubah, segala hal yang ada di dunia akan bergoncang dan beralih. Paulus mengatakan beralih kepada segala kehidupan yang berpusat kepada Kristus, segala sesuatu akan diubah oleh Tuhan dan pusat, yaitu Tuhan sendiri, akan dinyatakan. Bumi benar-benar kecil, Tuhan ingin menyatakan bahwa pusat dari alam semesta tidak akan ditemukan dari penyelidikan alam semesta, tidak akan ketemu centernya. Alam semesta ini seperti pameran kehampaan sekaligus pameran kelimpahan, pameran keberadaan sekaligus pameran ketiadaan. Sesuatu yang muncul dengan menakjubkan dan hebat, dan juga hilang begitu saja. Alam semesta kita begitu megah sekaligus begitu kosong, begitu menakjubkan sekaligus begitu mudah hilang. Jadi di dalam kesadaran seperti ini kita perlu center dan Kitab Wahyu memberikan center yang baru, tahta Tuhan. Dimana di centernya dikatakan Tuhan duduk di tahtaNya, para tua-tua mengelilingi dan setelah itu seluruh alam menyembah. Inilah center yang tidak bisa dideteksi secara pandangan kita tentunya. Tapi adalah sesuatu yang bisa kita hidupi. Karena center di alam semesta ini tidak akan membuat kita semakin baik, kalau Saudara temukan centernya. Kalau tata surya kita centernya matahari, lalu apa? Tidak, karena Saudara tidak mungkin menyembah matahari. Tapi menyadari bahwa Tuhan adalah pusat dari seluruh alam ciptaanNya, membuat kita sadar suatu saat pemerintahan Dia akan alam semesta, akan dipamerkan, ini yang mau kita nantikan. Suatu saat pernyataan dari tahtaNya akan dinyatakan, seluruh alam akan tahu seluruh centernya adalah Tuhan.

Kolose sudah mengatakan bahwa seluruh alam ditopang oleh Tuhan, oleh Kristus. Di dalam Dia seluruhnya disatukan. Di dalam Ibrani dikatakan oleh firmanNya segala sesuatu itu bisa ditopang. Betapa besarnya, agungnya Allah kita yang menopang segala sesuatu. Baru Saudara sadar yang penting dari alam semesta ini bukan penjelasan tentang keberadaan. Saudara bisa mendeteksi dan menjelaskannya. Tapi ada satu pertanyaan yang lebih penting, mengapa semuanya bisa bergerak? Kalau semua ini hanya kacau, maka kita tidak punya harapan. Kalau segala sesuatu ada keteraturan dan menuju ke keteraturan final, siapa yang atur? Maka pertanyaan siapa yang menopang lebih penting dari apa yang ditopang. Pertanyaan tentang what’s going on itu tidak sepenting dengan siapa yang membuat yang going on ini tetap berjalan. Saudara bisa memilih 2 pilihan jawaban, jawaban pertama “Tuhan”, jawaban kedua “nothing”. Kalau jawaban kedua yang kita percaya, seluruh alam semesta ditopang oleh nothing, maka Saudara harus belajar untuk hidup di dalam keadaan yang nihil, itu namanya cocok. Jadi kalau orang mengatakan “orang Kristen itu bodoh, dengar dari pendeta mau percaya saja”, saya juga akan mengatakan orang skeptis juga bodoh, dengar profesornya dan percaya saja. Siapa diantara kita yang mengalami lahirnya alam semesta? Tidak ada, kita cuma dengar teori demi teori dari orang yang juga mengalami teori dari orang lain. Penjelasan tentang realita tidak sepenting penjelasan tentang siapa yang topang realita. Dan kalau Saudara mau coba tahu benarkah ada yang menopang atau tidak, jangan cuma lihat realita, ini dikatakan di dalam Mazmur 8. Di Mazmur 8 dikatakan cara yang paling mungkin untuk memahami Sang Penopang itu bukan dengan melihat alam tapi melihat diri, refleksi ke diri. Kalau Saudara merenungkan tentang diri, kemampuan merenung pun membuktikan Saudara teratur, membuktikan Saudara punya pikiran yang jernih, sadar diri, kesadaran diri itu sesuatu yang penting. Saudara tidak mengerti hebatnya alam semesta, tapi tidak perlu melihat alam semesta dulu, lihat dirimu, menyadari aku ini sadar itu pun besar sekali, tidak ada orang mengerti apa itu self consciousness. Ketika ada orang mengatakan “kita sudah men-develop artificial intelegent level tinggi, saya mau tanya balik “bisakah kamu tahu apa itu kesadaran diri?”, tidak bisa. Tapi kita sadar satu hal yang harus diasumsikan untuk membuat kita mengerti bahwa kita ini sadar adalah kita ini teratur. Kita ingin ada keteraturan, kita ingin segala sesuatu bisa diatur, dan baru kita sadar, seperti yang dikatakan Calvin, kita ini mikrokosmos. Calvin pinjam ini dari ide stoiksisme tapi bukan sedang mempromosikan ajaran stoik. Calvin mengatakan “alam semesta adalah kosmos, sedangkan diriku adalah kosmos yang kecil. Kalau kita tidak bisa memahami pentingnya alam semesta, coba pahami pentingnya kamu”. Kalau Saudara mengatakan “alam semesta itu tidak penting, bisa muncul bisa tidak”. Saya mau tanya balik “apakah kamu anggap dirimu penting?”, “saya juga tidak penting, bisa muncul bisa tidak”. Kita harus berpikir kalau diri kita berarti, karena kita memang ingin mencari arti. Kita ingin mengatur segala sesuatu karena kita sadar diri. Dan fakta bahwa kita sadar diri adalah pengertian bahwa kita ingin yang teratur. Karena keteraturan yang kita dapat dari kesadaran diri itu adalah bukti bahwa kita tidak bisa hidup otherwise. Saudara tidak bisa mengatakan kita ini hanya semacam batu atau semacam kumpulan molekul yang tiba-tiba terbentuk. Kita punya keteraturan yang luar biasa besar. Sama dengan teraturnya alam semesta ini. Maka satu hal yang penting untuk membuat kita sadar ada Allah yang mengatur adalah kesadaran diri kita. Kesadaran diri kita adalah kesadaran yang tidak mungkin mau menerima fakta tentang chaos, kekacauan. Kita tidak bisa terima alam ini kacau karena kita tidak terima diri kita boleh kacau. Kalau kita tidak terima diri kita boleh kacau, seharusnya kita juga tidak terima kalau alam ini boleh kacau. Dan kalau kita tidak terima alam ini boleh kacau, kita mulai berpikir tentang Sang Penopang. Tapi Saudara tidak akan merasa hukum alam itu something karena hukum alam tidak akan menggerakan Saudara untuk mencintai dan berkomitmen. Hukum alam adalah sesuatu yang berjalan secara natural. Tapi kalau ada pemberi hukum alam, yang menyatakan hukum alam sebagai bentuk kasihnya, baru Saudara mulai berpikir ternyata ada makna di dalam hidup. Karena keteraturan ini adalah buah kasih dari Sang Pencipta. Saudara akan mengatakan kekacauan adalah fakta, mau tidak mau harus kita tangani, ada kacau. Tapi apakah Tuhan diam saja melihat ada kekacauan dan keteraturan yang sepertinya berperang? Tidak, Tuhan mengatakan ada jalan untuk membereskan kekacauan. Bagaimana jalannya? Kristus. Karena Alkitab mengatakan Tuhan menata segala sesuatu dengan firman. Maka keteraturan karena ada Sang Raja, keteraturan karena ada manusia, ini penting untuk kita pahami, manusia ditempatkan di bumi ini untuk membuat keteraturan. Keteraturan karena ada manusia yang juga ilahi, inilah kunci kita memahami Alkitab itu benar. Bahwa untuk membuat semuanya menjadi baik, Tuhan menyerahkan diriNya. Dia bukan hanya menyerahkan diriNya, bahkan Dia berinkarnasi. Dan kerelaan Dia untuk hadir adalah tanda bahwa keteraturan itu akan menang pada akhirnya karena Tuhan sudah memberikan saat yang baru itu, zaman yang baru ketika Dia bertahta. Dan tahta itu dimulai dari Kristus.

« 5 of 6 »