Lalu Pengkhotbah bertanya “bagaimana dengan yang sudah mati? Apa gunanya berbagian di dalam umat tapi mati? Karena pada akhirnya nanti Tuhan akan pulihkan orang-orang di zaman akhir”. Maka di dalam Perjanjian Baru diperkenalkan dengan Yesus yang mati. Kalau Dia mati bukankah berarti terpisah dari keadaan final dimana Tuhan akan menyatakan umatNya benar karena Yesus sudah mati? Tapi ada kebangkitan. Maka kebangkitan adalah kunci untuk memahami bagaimana orang saleh dari zaman dulu, dari Adam sampai para rasul dan kita sekarang. Bagaimana memahami Tuhan akan murnikan umat di bagian akhir bagi orang-orang yang sudah mati dalam sejarah? Mereka akan dibangkitkan. Ini penting untuk kita pahami karena kebangkitan adalah tema yang sangat membumi. Banyak orang sulit menjadi Kristen karena orang Kristen salah memberitakan Injil. Injil yang diberitakan adalah Injil yang tidak memberitakan pengharapan real. Pengharapannya adalah pengharapan yang kita pun bingung mengapa ini harus diinginkan. Terkadang Kristen diberitakan dengan cara yang tidak berbeda dengan orang agama lain. Orang agama lain mengatakan “tidak apa-apa hidup di sini kacau, bunuh saja orang lain. Tapi nanti akan ada senang”, senang itu yang dikejar. Kekristenan bukan seperti itu, Kekristenan mengatakan “kamu sekarang hidup tidak senang karena tidak ada Tuhan, lalu kalau Tuhan datang, Tuhan akan pulihkan senangmu mulai dari sekarang sampai seterusnya”, ada kontinuitas, Tuhan memulainya sekarang dan Tuhan akan menggenapinya selama-lamanya. Itu sebabnya orang Israel menantikan kapan Tuhan akan memulihkan mereka, ini kebutuhan dasar manusia yaitu diperkenan oleh Tuhannya. Kalau Saudara mengatakan “ada orang atheis yang tidak ber-Tuhan dan sepertinya hidup mereka senang”, tidak, mereka tidak senang. Mereka sedang mencicipi percikan kesenangan yang tidak mungkin dari Tuhan. Kalau Saudara menikmati janji Tuhan, Tuhan memperkenan umatNya, kesenangannya adalah kesenangan yang sempurna. Tapi orang yang tidak mengerti ini akan mencari percikan kesenangan, misalnya orang tidak ber-Tuhan akan merasa hidupnya bermakna kalau ada sesuatu penghargaan yang diberikan oleh dunia, ini akan membuat dia senang. Orang akan senang hidupnya kalau diakui, mungkin rankingnya bagus di sekolah, mungkin IPnya bagus di kulia. Mungkin prestasi kerjanya menanjak, “saya baru 2 tahun kerja tapi sudah jadi manajer”, atau jadi wakil direktur, atau apa pun itu. Punya karier yang hebat bisa membuat orang menjadi senang, dan ini wajar. Tapi yang perlu kita ketahui adalah kesenangan yang saya peroleh sebenarnya adalah kesenangan yang tidak logis, kesenangan yang dicari oleh dunia merupakan kesenangan yang tidak masuk akal. Misalnya Saudara punya prestasi sangat hebat, Saudara masuk awal menjadi bawahan yang rendah, ini dialami oleh salah satu penatua kita. Dia adalah orang dari awalnya menjadi pegawai yang rendah sekali di sebuah perusahaan yang besar sekali. Lalu naik terus sampai menjadi orang yang utama di dalam bidang keuangan di perusahaan itu, kariernya dimulai dari bawah. Ketika dia diakui, bukankah itu menyenangkan? Tapi yang sebenarnya yang menjadi pertanyaan adalah mengapa ini menyenangkan? Ini salah satu cara untuk membuat kita lebih stabil hidupnya yaitu merenungkan mengapa ini baik atau buruk. Nanti coba, Saudara mungkin punya kesenangan waktu dipuji orang, lalu Saudara mulai tanya “mengapa begitu menyenangkan kalau ada orang menyukai saya atau mengakui saya?” Kalau Saudara mengatakan “saya senang karena saya perlu diterima oleh orang itu”. Pertanyaan berikutnya adalah “Sepenting apa orang itu sehingga perkenanan dia begitu menyukakan kamu?”, coba pikirkan baik-baik. Saudara sulit menjawab ini, kalau Saudara mengatakan “kan semua orang begitu”, itu bukan jawaban kritis. Banyak anak muda, sayangnya, juga tidak pakai otaknya yang jernih. Terlalu mudah terima apa pun yang memang begitu. Jawaban “memang begitu” menunjukan kebodohanmu, coba lanjutkan aktivitas berpikir lebih dalam lagi baru Saudara bisa berdiskusi dengan lebih berkualitas. “Mengapa perlu uang?”, jangan dijawab “memang begitu”, tapi “memang saya perlu disupport”, “oleh siapa disupport, apakah dengan kertas-kertas yang kita timbun, yang kita masukan ke bank itu bisa menolong kita?”, “bisa, dalam sistem ekonomi yang tepat”, jawabannya sekarang mulai mencerahkan. Yang membuat kita cinta uang, bukan uangnya, tapi sistem ekonominya. Karena kalau sistem ekonomi memutuskan uang yang Saudara pegang nilainya turun berkali-kali lipat, Saudara juga tidak akan senang. Maka Saudara mulai berpikir “sepertinya yang membuat saya menyukai uang adalah sistem ekonomi yang berjalan di negara saya karena sistem ini akan memberitahukan berapa lama lagi saya bisa hidup”, ini penting untuk digaris-bawahi. Yang membuat engkau senang uang adalah engkau mulai berpikir “berapa lama lagi saya bisa disupport?”. In order to live I must have money, supaya bisa hidup saya bisa punya uang”. Berarti kalau dipikir yang membuat Saudara senang bukan uangnya tapi hidupmu. Engkau mencintai hidup, ingin lebih lama mengalami kehidupan di bumi, maka engkau perlu uang. Tapi apakah uang membuat saya hidup karena dia mensupport hal-hal vital saja? Ternyata tidak. Baru Saudara sadar, Saudara tidak merasa hidup kalau hanya mencukupkan kebutuhan makan saja, “saya baru sadar ternyata saya butuh yang lain. Ternyata hidup bukan hanya disupport hanya dengan pasti ada makanan, saya perlu hal yang lain”. Hal apa? Hal prestasi, pujian, yang bermakna, mengapa dianggap bermakna begitu penting? Ini Saudara mesti tanya lagi. Mengapa kalau ditolak orang saya bisa sedih sekali, mengapa kalau diterima saya bisa sukacita sekali, apa bedanya, apa yang bisa saya pakai untuk menjawab ini. Orang dunia akan pikir-pikir dan tidak ketemu jawabannya, akhirnya ujung-ujungnya hanya mengatakan “ya memang begitu, manusia memang harus diterima oleh komunitasnya, harus dianggap penting”, itu yang membuat manusia menjadi penting. Tapi tidakkah Saudara tahu kalau jawaban versi Alkitab jauh lebih menusuk, lebih tepat dan lebih cerdas dari pada jawaban orang bodoh di dunia. Alkitab memberikan jawaban, engkau perlu diterima karena engkau diciptakan untuk diterima. “Sama saja pak, itu kan namanya dari sananya”, bukan dari sananya, ini ada argumennya. Saudara diciptakan untuk diterima, maka Saudara perlu penerimaan. Pertama, engkau adalah gambar Allah, mensyaratkan harus ada Allah. Saudara tidak mungkin hidup jika tidak diterima Tuhan sebagai gambarnya. Kedua, Saudara adalah gambar Allah di dalam komunal, komunitas, tidak mungkin mencerminkan Tuhan sendirian. “Kalau begitu saya perlu Tuhan menerima saya?”, iya, “dan saya perlu sesama untuk menerima saya”, iya. Kalau begitu wajar diterima orang? Wajar, memang itu adalah kebutuhan sebagai manusia. Ingin diterima manusia, itu wajar, ingin diterima Tuhan, itu wajar. Ini sesuatu yang sangat saya perlukan. Tapi masalahnya adalah apakah penerimaan itu menggunakan standar yang adil atau tidak. Karena kalau Saudara diterima tidak berdasarkan standar yang adil, maka penerimaan itu adalah penerimaan yang membuat Saudara sulit untuk hidup. Maka Saudara mulai sadar penerimaan yang disistemkan di dalam masyarakat adalah penerimaan yang tidak bisa dengan nyaman Saudara masuki, perlu berubah. Tapi pertanyaannya adalah apakah komunitasmu punya standar yang adil secara kemanusiaan? Apakah kamu akan menjadi manusia yang semakin manusiawi dengan standar itu atau tidak? Dunia ini punya keahlian untuk membuat kita kosong, dan ini yang sering kita tidak sadar. Hidup kita kosong, lalu ingin diisi oleh yang lain “hidup saya kosong, saya perlu punya pacar, berprestasi, gaji lebih banyak”, semakin mencari itu semakin membuat kosong karena sistemnya membuat engkau kosong. Sistemnya membuat engkau tidak bisa bersukacita dengan apa yang engkau miliki. Lalu postmodern mau mengubah itu, sistem postmodern mengatakan “you are who you are, terimalah kamu apa adanya, kamu itu cantik apa adanya, kamu itu spesial. Kamu itu 1 diantara milyaran orang, jadi kamu pasti spesial”, tapi harap diingat semua orang adalah 1 diantara milyaran orang, tidak ada yang persis sama. Zaman postmodern berusaha membuat standarnya dirobohkan lalu mengatakan “kamu spesial apa adanya”. Tapi apakah spesial apa adanya ini membuat orang makin berlimpah? Tidak, karena spesial apa adanya tidak membuat Saudara semakin manusiawi. Saudara adalah Saudara, apa adanya Saudara, tidak ada yang menuntut Saudara berubah. Sistem yang kejam membuat Saudara semakin kosong. Sistem postmodern membuat Saudara tidak perlu berubah, begini saja sudah oke. Penerimaan seperti apa yang kamu cari? Penerimaan yang membuat engkau menyulap dirimu untuk kosong karena standar yang diperlukan oleh komunitasmu? Atau Saudara mengatakan “saya tidak perlu standar siapa pun, I am who I am, saya menjadi diri saya sendiri.” Tapi yourself, dirimu sendiri adalah problematik, penuh problem. Dan kalau engkau tidak berubah, akan tetap kosong. Jadi standar dari dunia atau tidak dari dunia akan tetap menjadi kosong. Maka kita tidak memerlukan penerimaan dari sistem dunia yang membuat kita menyulap diri kita sesuai keinginan mereka. Penerimaan siapa yang membuat Saudara semakin manusiawi? Jawaban dari Alkitab adalah penerimaan dari Dia yang rela mati demi kamu. Itu sebabnya dalam Kitab Suci, penerimaan Allah adalah segalanya, orang Israel sudah tahu ini. “Tuhan, apakah hidup kami diperkenan oleh Engkau?”, kalau Tuhan mengatakan tidak “matilah saya”, kalau Tuhan menjawab iya “berarti saya makin berlimpah menjadi manusia”. Diperkenan Tuhan adalah segalanya. Dengar firman ini, diterima Tuhan adalah segalanya bagimu, jangan ubah ini dengan yang lain. Saya mesti diterima Tuhan.

Tapi bagaimana diterima Tuhan? Sistem Tuhan kadang dimanipulasi oleh manusia. Kadang-kadang di dalam kondisi kita, kita membuat sistem yang katanya dari Tuhan padahal mungkin tidak. Sistem dari Tuhan seperti apa, kadang kita buat seperti orang Farisi. “Kalau kamu suci, milik Tuhan, seharusnya tidak seperti ini hidupnya”, kita mulai lihat hidup orang lain lalu mulai mempertanyakan Kekristenan orang lain. “Apakah kamu sudah sesuai standar dari Kristen?” Akhirnya standar aneh dari dunia diadopsi dalam gereja. Pokoknya standar ini kamu ikuti dan orang menjadi kosong. Kalau begitu standar apa? Apakah Alkitab punya standar? Alkitab tidak memakai standar dunia. Alkitab memakai standar yang namanya kasih Tuhan bagi kita, perkenanan Tuhan bagi kita, dan ini yang akan membentuk kita. Kita tidak membahas bagaimana Tuhan membentuk kita di dalam bahan kita hari ini. Yang saya mau tekankan adalah kalau Tuhan mau menerima kita bukan karena standar yang dibuat oleh dunia. Mengapa Tuhan memilih kita? Karena Tuhan pilih untuk mengasihi kita. Dia pilih untuk membuat kita menjadi kelompok yang paling bahagia, karena mendapatkan sesuatu yang tidak pernah layak kita dapatkan. Apa yang kamu perjuangkan untuk mendapatkannya? Kita dengan jujur mengatakan “tidak ada, saya tidak mengerti mengapa saya bisa menerima Tuhan Yesus, saya tidak mengerti mengapa Dia mencintai saya. Saya tidak mengerti mengapa hari demi hari yang saya terima adalah pengampunan, belas kasihan terus-menerus.” Paul Washer pernah ditanya “setelah engkau menjadi misionaris bertahun-tahun, setelah engkau menjadi hamba Tuhan begitu lama, puluhan tahun, apa yang kamu pelajari sekarang yang belum pernah kamu sadari atau yang kurang kamu sadari sebelumnya?”. Dia menjawab dengan kalimat yang mengharukan “yang semakin saya sadari adalah belas kasihanNya berlimpah dan baru setiap pagi. Kasih karuniaNya berlimpah setiap pagi, itu yang saya sadari. Dulu belum sadar karena dulu saya tidak sadar berapa cemarnya saya. Saya tidak sadar berdosanya saya. Semakin saya sadar, semakin saya tahu cinta kasih, belas kasihan dan anugerah yang Dia berikan, baru setiap pagi. Dan ini yang membuat saya tidak mau meninggalkan Dia sama sekali. Saya tidak akan berpaling dari apa pun yang dibebankan kepada saya, karena ini yang saya alami setiap hari. Setiap hari saya menikmati Allah bermurah hati kepada saya”. Dan ini jawaban yang sangat penting untuk kita pahami, Saudara dan saya diberikan belas kasihan, dikaruniakan berkat, Tuhan akan deklarasikan kita milik Dia, Tuhan akan bangkitkan kita. Dan di dalam komunitas final, di akhir zaman, Tuhan akan membangkitkan semua orang saleh. Dan semua orang saleh akan Dia kumpulkan menjadi milik Dia, dan akan Dia pamerkan ke seluruh dunia, Dia akan mengatakan “inilah umatKu yang Kuperkenan”. Mengapa Dia bisa mengatakan itu ke kita? Karena Dia mengatakan itu terlebih dahulu ke Kristus “inilah AnakKu yang Kukasihi, kepadaNya Aku berkenan”, dan sekarang kita ada di dalam Dia oleh karena anugerahNya. Maka belas kasihan Tuhan akan menjadi lengkap ketika kebangkitan itu kita nikmati. Dan Tuhan akan pamerkan, “lihat inilah umatKu”. Baru kita akan sadar inilah yang kita cari. “Mengapa dulu kamu begitu hancur hati waktu ditolak orang?”, “ini yang saya cari, yang saya dambakan dan pada akhirnya Tuhan memberikannya”. Paulus mengatakan apa yang kita katakan tentang segala yang Tuhan berikan, apakah ada yang memisahkan kita dari Tuhan? Tidak mungkin, karena Tuhan mencintai kita bukan karena prestasi yang kita buat.

« 2 of 3 »