Ternyata bukan cuma menolong Paulus, dia juga giat di dalam pekerjaan Tuhan. Saya tidak tahu pekerjaan apa karena di dalam Surat Filipi tidak dibagikan, tidak dijelaskan apa itu. Tapi di dalam Surat Filipi dikatakan oleh Paulus, Epafroditus sangat rajin. Dia begitu rajin sehingga dia lelah sekali. Sudah rajin, lelah, akhirnya sakit hampir mati. Saudara saya mau beritahu satu hal, orang kalau berbakat bahaya bisa jadi malas. Orang kalau bisa bergaul baik atau punya sesuatu yang membuat orang lain bisa terima, sangat mungkin dia jadi malas. Yang lebih celaka adalah orang tidak punya kemampuan tetap malas, ini sudah double dosanya, kemampuan tidak ada, malas lagi. Saya harap kita saling pecut diri, sebagai pengurus, sebagai hamba Tuhan saling ingatkan satu sama lain. Kalau ada kemalasan di dalam pekerja Tuhan, entah itu hamba Tuhan atau pengurus, Saudara berkewajiban tegur. Karena kemalasan adalah dosa yang Tuhan benci. Hamba Tuhan kalau tidak kerja apa-apa, harus ditegur. Di GRII ada penatua, salah satu fungsi penatua adalah menjalankan fungsi menegur, bahkan untuk hamba Tuhan sekalipun. “Mengapa penatua mesti tegur hamba Tuhan?”, karena kan tua-tua, yang lebih tua menegur. Jadi yang dipercaya sebagai orang yang berhikmat mesti menegur sesama orang. Tapi dia juga mesti mau ditegur. Kadang-kadang orang sudah cukup dengan kemampuan merasa tidak perlu kerja keras. Tapi Epafroditus tidak begitu, dia punya kemampuan untuk hadir dengan pikiran yang jernih, dengan hikmat, dengan kemampuan bergaul, membuat dia disenangi banyak orang. Sehingga mereka semua setuju namanya Epafroditus, “cocok karena kami sangat tergerak dan sangat senang kalau kamu ada. Inspirasi dari kehadiranmu, doronganmu membuat kami sangat senang kehadiranmu mendorong kami untuk hidup bagi Tuhan”. Jadi di mana-mana, dia sudah punya bakat alam untuk menyenangkan, tapi Epafroditus tetap kerja keras. Dia disuruh menemani Paulus, dia mengatakan “menemani Paulus itu satu hal, tapi saya juga tetap harus menginjili, saya tetap harus bergerak, saya tetap harus melayani”, sehingga dia kerjakan pekerjaan berlipat-lipat ganda sampai lelah sekali. Sudah lelah akhirnya dia sakit. Maka Paulus mengatakan “Epafroditus sakit karena pekerjaan Tuhan, hargailah orang seperti ini. Dia kerja keras sampai sakit”. Kita mungkin terlalu longgar kepada diri sehingga kita tidak mengerti apa itu kerja keras. Tapi saya ingat perkataan Pak Stephen Tong, dia mengatakan banyak orang jenius muncul dari negara dengan empat musim. Orang yang tinggal di negara dengan empat musim tidak boleh malas, kalau malas akan mati. Saya ingat sharing dari seorang rekan yang tinggal di Amerika tapi sering ke Indonesia, dia mengatakan “di Amerika kalau musim dingin itu sangat-sangat bahaya. Harus siap jaket pemanas di mobil. Dan kalau mobil mati di tengah jalan, mesin mati, orangnya bisa mati, karena dingin”. Jadi kalau mesin mati di tengah jalan sedang berkendara, itu bahaya sekali. Mesti bawa sekop karena mungkin masuk ke tempat yang ada salju, mungkin bannya entah itu karena licin atau terperangkap di salju, mesti dibereskan dengan sekop. Lalu mesti siapkan baju hangat, kalau mesin mobil mati, tidak tentu akan ketemu mobil lain. Jadi benar-benar mati-matian pakai jaket, kemudian jalan supaya tetap hangat. Di daerah dingin orang bisa mati kalau malas. Tapi di daerah tropis, orang malas tetap hidup, tetap berjaya. Untuk apa kerja? Tinggal jalan sebentar sudah ada pohon singkong, tinggal ambil, rebus, sudah bisa makan. Jalan sedikit lagi sudah ada pohon rambutan, jalan sedikit lagi sudah ada pohon durian. Jadi tinggal di negara ini begitu menyenangkan, “tinggal di daerah tropis begitu menyenangkan, kami tidak perlu banting tulang kerja keras, kami kerja seadanya pun jadi”, dan ini yang bahaya. Harap pengaruh dari Kekristenan bisa mengubah kita di negara Indonesia, supaya kita tidak jadi orang malas.  Mari belajar paksa diri. Kadang-kadang kita ini terlalu lemah, lemah bukan karena badan kita lemah, tapi lemah karena kita malas. Kita menganggap bekerja keras bagi Tuhan itu opsi terakhir yang dipilih, “kalau bisa jangan beginilah, jangan sampai rapat begini”. Mari belajar memeras diri untuk Tuhan. Kalau Pak Tong mengatakan squeeze your life, mari belajar untuk melakukan apa yang kita bisa lakukan untuk Tuhan, sampai lelah, kalau belum lelah belum senang. Inisiatif melayani Tuhan itu penting tapi jangan lupa koordinasi, jangan kerjakan semua sendiri, akhirnya semua jadi bentur dengan apa yang gereja kerjakan. Mari pikir bagaimana melayani Tuhan. 

                Epafroditus seorang yang sangat berbakat dan dia punya tugas menemani Paulus. “Paulus apa yang diperlukan/”, “saya tidak perlu apa-apa, cuma perlu tambahan kertas untuk menulis”, “beres”, ambil kertas. Kalau tugas Epafroditus cuma ambil kertas, dia tidak mungkin sakit dan hampir mati. Saudara pernah dengar ada orang hampir mati karena ambilkan kertas untuk orang lain? Epafroditus melayani Paulus, ini job description, ini tugasnya, simple, gampang. Tapi Epafroditus mengatakan “masa melayani Tuhan tidak capek? Masa melayani Tuhan masih ada kekuatan? Saya harus melayani Tuhan sampai capek, karena inilah gunanya saya diberikan kekuatan”, maka dia terus melayani tambahan-tambahan bukan yang ditugaskan. Yang ditugaskan dia sudah kerjakan, tambah lagi kerjaan lain, tambah lagi kerjaan lain. Akhirnya dia kecapean lalu sakit dan Hampir mati. Saya tidak mengatakan Saudara harus hampir mati, tapi ini yang terjadi pada Epafroditus, mungkin dia melampaui kekuatan dia tanpa dia sadar. Akhirnya dia sangat tidak bijak dengan kesehatannya, dia terlalu keras. Tapi kita kadang-kadang terlalu longgar. Dia terlalu keras sehingga dia akhirnya sakit dan hampir mati. Paulus begitu sedih maka Paulus berdoa ke Tuhan, Paulus berdoa bukan demi Epafroditus, ini yang Paulus katakan, “saya juga berdoa kepada Tuhan supaya Epafroditus sembuh, saya berdoa demi saya karena saya mencintai dia”. Paulus tidak mengatakan “Tuhan tolong sembuhkan Epafroditus, karena saya masih perlu orang membawakan saya kertas”. Paulus tidak lihat Epafroditus di dalam keperluan, Paulus melihat Epafroditus sebagai teman terkasih, “karena saya mencintai Epafroditus, saya tidak mau kehilangan dia. Maka saya doa kepada Tuhan: Tuhan sembuhkanlah dia, saya perlu dia karena saya mencintai dia”. Epafroditus tidak peduli kalau dia harus mati karena dia tahu dia akan bersama dengan Tuhan. Tapi Paulus ingin dia tetap hidup, maka Paulus berdoa dan Tuhan kabulkan, Epafroditus akhirnya sembuh. Setelah sembuh, hal apa yang Paulus pikirkan? Yang Paulus pikirkan bukan dirinya, yang Paulus pikirkan adalah Jemaat Filipi, “merekalah yang mengutus kamu, mereka sayang sama kamu. Mereka dengar kamu hampir mati, sekarang sudah waktunya kamu kembali ke mereka. Mari layani kembali Jemaat Filipi sekaligus menunjukkan kamu sehat”. Lalu bagaimana dengan Paulus? “Tidak masalah, nanti saya ditolong oleh orang lain. Yang penting kamu kembali dulu, saya utus kamu kembali. Sehingga kamu menjadi wakil saya sehingga Jemaat Filipi bisa menikmati kehadiran saya”.  Kita disini lihat pengutusan kembali dilakukan, dari Filipi Epafroditus diutus ke Paulus, dari Paulus, Epafroditus dikirim ke Filipi. Orang ini begitu baik sehingga orang senang kalau diwakilkan kehadirannya oleh dia. Paulus mengatakan kepada Jemaat Filipi “terimalah dia seperti kalau kamu menerima aku. Terimalah dia dengan baik”. Gereja Tuhan belajar satu hal dari perikop ini yaitu bahwa setiap jemaat mesti belajar menjadi orang-orang yang jadi berkat dan terus melayani Tuhan dengan rela. Di mana kita hadir orang merasa begitu diberkati dengan kehadiran kita. Mari belajar untuk tidak mencari kemewahan, tidak mencari kemegahan, tidak mencari posisi, tidak mencari kehebatan, tapi mencari menjadi berkat. “Dimana saya ada, orang senang. Di mana saya ada, orang diberkati. Dan saya mau kerja keras lebih lagi karena saya mungkin jadi berkat”, inilah yang membuat gereja Tuhan bertumbuh. Dan setiap orang akan utus orang sedemikian untuk kerjakan hal lain sebagai tambahan. Ini yang membuat gereja berkembang karena ketika mereka mengutus misionaris, mereka mengutus orang dengan karakter terbaik, dengan pikiran paling jernih, dengan kemampuan berelasi yang paling bagus, dengan kegigihan kerja yang paling besar. Gereja tidak pikir diri tapi gereja pikir yang lain. Mari pikirkan pekerjaan Tuhan secara utuh, “mari kami utus orang ini untuk mewakili kami melayani Tuhan di tempat yang baru”. Dan itulah sebabnya Epafroditus menjadi berkat. Dan Paulus kirim balik Epafroditus karena dia tetap pikirkan pekerjaan Tuhan, bukan dirinya, “saya mau dia bersama dengan kamu lagi, supaya kamu bisa menikmati kembali persekutuan dengan dia”. Jadi kita bisa melihat hal yang dipelajari oleh gereja adalah bahwa gereja menjadi kuat karena adanya orang yang kerinduan dan kemampuannya adalah untuk jadi berkat bagi komunitasnya. Mari jadi orang seperti ini. Saya sedih kalau melihat orang Kristen jadi orang Kristen menyebalkan, yang terus ada di dalam lingkungan yang membuat lingkungan benci kepada dia. Saya capek lihat orang Kristen bertengkar satu sama lain hanya karena hal sepele, ribut satu dengan lain hanya karena hal-hal yang bisa di diskusikan dan dikompromikan. Mari belajar ribut untuk hal yang memang perlu direbutkan. Ini yang kita bisa lihat di dalam konsili-konsili ekumenikal yang lalu, di mana orang berdebat keras karena Doktrin Tritunggal, karena doktrin Dwi Natur Kristus sedang diancam. Tapi untuk hal-hal lainnya yang kurang penting, mari belajar toleransi, atau mungkin kata toleransi kurang tepat, toleransi seolah-olah kitalah yang berkuasa tapi kita memberikan izin. Mari kita mempunyai perasaan sama, sama-sama mau bekerja bagi Tuhan, sama-sama menghargai orang lain, sama-sama menghargai sesama orang Kristen. Sehingga kita dengan natural mau menjadi berkat, mau jadi berkat bukan cuma pikir bagi diri. Gereja Tuhan akan berkembang dengan cara seperti ini. Dan itu sebabnya di dalam setiap gereja kita mengharapkan muncul orang-orang yang sifatnya begitu baik, sehingga karakternya mempengaruhi kita untuk jadi baik seperti dia juga. Biarlah Tuhan memberkati gerejaNya dengan memunculkan orang-orang yang melayani Tuhan, yang gigih bagi Tuhan dan yang kehadirannya menjadi berkat.            Harap Saudara di gereja menjadi berkat, Saudara di kantor menjadi berkat, Saudara di keluarga menjadi berkat. Jiwa yang penuh cinta kasih penuh, hikmat, dan penuh keadilan dan penuh pengertian akan Firman membuat Saudara menjadi berkat di manapun. Ada orang cocok di gereja, jadi berkat di gereja, pulang ke rumah, cuma tahu marah-marah, cuma tahu hidup keras, cuma tahu emosi, akhirnya di rumah jadi orang yang dibenci. Ada orang di rumah begitu disenangi, tapi begitu di tempat lain tidak bisa cocok. Ada orang sulit cocok dengan siapapun karena karakter keras untuk hal-hal yang tidak penting. Mari kita tinggalkan hal-hal seperti itu dan Mari kita belajar memiliki sifat lemah lembut, sifat berhikmat, sifat cinta kasih, sifat rela bagi orang lain sehingga di mana saya berada semua dapat berkat. Dan kalau gereja terbiasa membentuk diri seperti itu, Gereja Tuhan akan menyebar. Yang membuat gereja menyebar bukan karena mulut memperkatakan Injil saja. Karena kalau mulut Saudara memperkatakan Injil tapi karakter Saudara menyebalkan, Injil akan dapat nama buruk. Tapi kalau Saudara menyebarkan Injil dan punya karakter yang menghidupi Injil, Saudara akan membawa berita Injil dan membawa orang kagum kepada kehidupan Saudara. Maka berhenti jadi sempit, berhenti cuma pikirkan hal yang kecil, mari belajar jadi berkat. Dan Kiranya Tuhan memimpin Gereja Tuhan menjadi berlimpah oleh karena orang-orang sedemikian dibentukkan Tuhan di dalam gereja Tuhan.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

« 3 of 3