Lalu yang kedua di dalam tradisi Israel adalah perubahan nama dari Abram ke Abraham. Ini penting sekali, belum pernah ada kejadian seperti ini sebelumnya. Tuhan menamai seorang manusia, “Abram, engkau tidak lagi dinamai Abram, engkau akan disebut Abraham”. Mengapa Abraham? “Karena engkau akan jadi bapa dari semua bangsa”, you are the father of all nations. “Kamu adalah bapa dari semua bangsa, dari Adam berkat Tuhan akan menyebar”. Di sini ada perimbangan yang indah, Adam adalah tokoh yang kerjakan pengaturan, Adam adalah tokoh yang bertindak untuk membuat semuanya baik, dan manusia di dalam Adam melanjutkan itu. Semua manusia harus bertindak, bekerja, berjuang untuk membuat baik. Lalu bagaimana dengan Abraham? Tentu Abraham juga berjuang. Namun ada satu tambahan didalam Abraham, di dalam Abraham Tuhan menjanjikan berkat dan berkat itu dijanjikan bukan karena manusia sanggup menaklukkan. Tuhan tidak mengatakan “jika engkau Abraham sudah sanggup menaklukkan dunia seperti Adam menaklukkan dunia, maka engkau akan menjadi berkat bagi semua bangsa”. Di dalam nama Abraham ada satu pesan dari Tuhan, bahwa Tuhan akan menjadi berkat. Tuhan, diri Tuhan sendiri akan menjadi berkat bagi Abraham. Tuhan mengatakan kepada Abraham “akulah perisaimu, jangan takut”. Abraham memperoleh Tuhan, bukan karena dia mengerjakan sesuatu. Alkitab menggambarkan kehidupan Abaraham, tiba-tiba dia langsung bertemu Tuhan. Tuhan berbicara kepadanya “pergilah ke tanah yang kujanjikan kepadamu. Tinggalkan tanah orang tuamu”, dan dia lakukan itu. Abraham bukan orang yang sudah kenal Tuhan, lalu belajar beriman baru menjalankan kehendak Tuhan. Dia langsung berjumpa Tuhan karena Tuhan menyatakan diri kepada dia. Berarti Abram mendapat berkat dari Tuhan, apa berkat bagi Abram? Tuhan sendirilah berkat bagi dia, “Abraham Akulah perisaimu, jangan takut, namamu tidak lagi disebut Abram tetapi Abraham, the father of all nations. Dari Abraham berkat akan diberikan kepada banyak bangsa melalui keturunanmu, singular 1 orang. Seluruh berkat akan sampai kepada seluruh bangsa, inilah arti nama barumu. Maka di dalam tradisi Israel nama Abraham mengingatkan orang bahwa tugas manusia menaklukkan tidak mungkin dikerjakan kecuali Tuhan ikut hadir. Jika Tuhan tidak hadir, tidak mungkin kita menang. Jika Tuhan tidak hadir, tidak ada peperangan yang dimenangkan. Kehadiran Tuhan itu kunci. Pernahkah kita memohon kehadiran Tuhan lebih dari apapun? “Tuhan hadirlah di dalam hidup saya. Saya ingin Engkau hadir lebih daripada saya ingin apapun. Jika engkau tidak hadir, saya mati. Jika Tuhan hadir, saya akan berlimpah hidupnya”, apa yang paling kita ingin di dalam doa? Pernahkah kita mengemis mengatakan “Tuhan jangan tinggalkan kami”. Salah satu hal yang saya pelajari dari doa Pdt. Agus ketika awal-awal di tempat ini, Pdt. Agus berkotbah dan saya dengar. Hampir tiap kali khotbah dia akan berdoa “Tuhan jangan tinggalkan kami, Tuhan jangan tinggalkan GRII Bandung, Tuhan jangan tinggalkan hidup kami”, saya percaya ini doa yang sangat penting, karena kadang-kadang kita terlalu GR, kita merasa otomatis Tuhan pasti menyertai. “Sudah otomatis Tuhan pasti memimpin kami, sudah otomatis Tuhan akan menyertai”. Ini mirip dengan orang yang bertanya “untuk apa kita berdoa? Dosa kita kan sudah diampuni. Kita sudah otomatis diampuni, 1 Yohanes mengatakan “jika kamu tidak mengakui dosamu, kamu tidak dapat pengampunan. Jika kamu mengakuinya, kamu mendapat pengampunan. Maka datang mengaku dosa itu penting, datang minta ampun itu penting, jangan take for granted. Jangan mengatakan “Tuhan sudah pasti mengampuni, sudah aman”, jangan. Demikian dengan kehadiran Tuhan. Jangan berpikir Tuhan otomatis harus menyertai, Tuhan punya kewajiban untuk hadir di dalam hidup. Kalau Tuhan mau meninggalkan kita, Dia berhak meninggalkan kita. Maka dengan memohon, kita mengatakan, “hadirlah”, “Tuhan jangan tinggalkan kami, Tuhan pimpin kami”. Maka tidak ada orang dapat menikmati menang kecuali Tuhan hadir. Kemenangan adalah dari Tuhan, keselamatan adalah dari Tuhan. Itu sebabnya Abraham ini nama yang penting, karena Tuhan berikan nama baru kepada orang ini dan Tuhan mengatakan “kamu akan jadi bapa bagi banyak bangsa. Sebab dari satu keturunanmu seluruh bangsa di bumi akan dapat berkat. Tanpa berkat ini semua bangsa tersesat”. Saudara bisa lihat begitu banyak budaya agung yang terputus dari sejarah, tetapi begitu Bangsa Romawi yang juga punya budaya agung mengenal Kekristenan, maka apa yang dihasilkan dari terdahulu diwariskan sampai sekarang. Orang-orang mengatakan, “pak, budaya agung bukan mulai dari Kristen, budaya Agung mulai dari Babel Kuno, dari Mesir Kuno, dari budaya ugaritic, budaya-budaya Agung yang bukan umat Tuhan, Mengapa sombong mengatakan orang Kristen berpengaruh di dunia”. Tidak ada budaya bagus yang diwariskan. Ini satu kekurangan dari budaya bagus dimanapun. Seluruh budaya baik itu milik Tuhan. Tuhan mengatakan kepada Yunus “bagaimana mungkin Aku tidak mencintai Niniwe yang besar itu”. Tuhan mencintai budaya manusia yang agung karena Dialah yang memberikan kemampuan untuk manusia membangun kebudayaan yang agung. Tetapi satu kekurangan manusia adalah manusia tidak pernah punya komitmen untuk mewariskan tradisi dengan benar. Tidak ada komitmen covenantal, tidak ada komitmen perjanjian, tidak ada budaya bagus yang kekal bertahan. Semua budaya bagus akhirnya punah. Sekarang budaya paling bagus dari zaman kuno hanya menjadi barang museum. Saudara pergi ke museum lalu lihat “ini namanya barang dari Mesir kuno, ini topinya Firaun”, inilah barang-barang kuno. Sekarang ada di mana? Di Museum. Masihkah ada kelanjutan dari budaya itu sampai sekarang? Hampir tidak ada. Waktu kebudayaan manusia berkembang makin lama makin tinggi, makin lama makin baik, makin lama makin bagus, kebudayaan itu tidak kekal, tidak diturunkan ke selanjutnya. Mengapa tidak? Karena manusia mengerjakannya berdasarkan snugerah umum Tuhan. Bukan berdasarkan pekerjaan Roh Kudus yang merancangkan sesuatu yang kekal. Tapi perhatikan yang Tuhan kerjakan lewat Israel, dari Israel berlanjut ke Kekristenan, dari Kekristenan berlanjut sampai sekarang. Waktu Kekaisaran Roma jadi Kristen, satu hal penting yang mereka miliki yang tidak dimiliki budaya agung lain adalah pewarisan kebudayaan yang baik. Mereka mewariskan kebudayaan dengan baik, mereka melakukannya dengan sempurna. Ada yang mengatakan kepada saya itu bukan karena Kekristenan, itu karena teknologi menulis. Karena sudah ada teknologi menulis, sudah ada huruf maka bisa kekal. Saya tanya “memangnya baru orang Romawi punya huruf? Apakah orang Mesir tidak punya huruf? Apakah orang-orang kuno selain Romawi tidak ada tulis-menulis?”, ada. Tapi mengapa tidak diwariskan seterusnya? Karena tidak ada pekerjaan roh yang berniat untuk menjadikan pekerjaan di satu zaman menjadi penting di zaman-zaman yang selanjutnya. Satu zaman penting bagi zaman berikut, ini prinsip dari Kekristenan. Maka kalau ada gereja tidak memperhatikan budaya sebelumnya, itu gereja salah. Gereja di dalam tradisi Pentakosta di abad 20 awal, langsung mengatakan lewat pemimpinnya “kami mau kembali ke Kisah Rasul”. Kalau kembali ke Kisah Rasul, bagaimana dengan sejarah gereja, bagaimana dengan bapa gereja, bagaimana dengan Reformasi? “Mereka bukan Kisah Rasul, kami mau kembali ke Kisah Rasul”. Bagaimana dengan sejarah Roh Kudus memimpin gereja? “Itu tidak ada bagi kami”, gereja ini salah. Maka kalau kita tidak menghargai sejarah, kita tidak menghargai masa lalu, kita tidak mungkin berbagian di dalam pekerjaan Roh Kudus yang limpah, yang membuat satu zaman menjadi guru bagi zaman lain. Dan akhirnya apa yang penting Tuhan ajarkan di satu zaman terus berlangsung ke zaman yang berikut. Dari Kekaisaran Romawi akhirnya jadi Kristen. Waktu itu diturunkan dari Yunani diambil oleh Romawi. Romawi banyak ambil pengertian Yunani menjadi milik mereka. Lalu dari Romawi disebarkan ke seluruh dunia. Dan dari Kristen semua kebudayaan agung zaman dulu yang meskipun bukan ditemukan oleh bangsa Kristen atau umat Tuhan, tetap menjadi bagian yang penting untuk diwariskan. Sebab seluruh dunia milik Bapaku yang di sorga, seluruh bangsa milik Bapa yang di sorga. Setiap kebudayaan penting dari mereka harus aku warisi. Itu sebabnya Kekristenan menjadi gerakan yang rindu belajar dari siapapun, rindu cari kebenaran Tuhan di tempat-tempat yang paling kecil sekalipun, lalu mengadopsinya jadi milik sendiri dan mewariskannya kepada generasi berikut. Ini yang membangkitkan learning, mengapa Universitas berdiri di Eropa? Karena ada kerinduan, “semua kebenaran milik Tuhanku”. Ketika tentara perang salib pulang dari perang dengan Islam, ada banyak jarahan yang dibawa, termasuk buku Aristoteles dalam bahasa Arab. Ini dibawa ke Spanyol lalu orang Spanyol lihat, yang mengerti bahasa Arab mengatakan ini karya bagus sekali. Siapa orang ini? Aristoteles. Buku begini penting saya mesti ajarkan ke yang lain. Orang Spanyol banyak Islam, mereka bisa bahasa Arab, tetapi yang bisa bahasa Arab sedikit. Akhirnya ketika orang bisa bahasa Arab mengatakan “ini buku bagus”, orang lain tidak bisa Bahasa Arab, mereka biasanya Latin. Mulailah karya Aristoteles diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Waktu sudah diterjemahkan ke Bahasa Latin, mulai menyebar di Eropa. Kemudian seorang bernama Albert The Great, nama latinnya Albertus Magnus. Albert The Great mempelajari dan dia mengatakan “ini penting sekali”, maka dia mulai perkenalkan Aristoteles di Paris. Satu muridnya yaitu Thomas dari Aquinas juga jadi murid Aristoteles. Dia pelajari dan mengatakan “ini bagus”. Akhirnya Kekristenan pun belajar dari Aristoteles. Sekarang saya mau tanya kalau Saudara mau belajar Aristoteles, kira-kira yang lebih mungkin menjelaskannya itu dari tradisi Kristen atau Katolik atau Islam? Kristen, bagaimana bisa? Yang lebih dulu menemukan siapa? Islam. Yang terjemahan pertama dalam Bahasa Latin atau Arab? Arab. Mengapa Islam tidak berhasil mengadopsi kebenaran di dalam teori Aristoteles lalu diturunkan menjadi ilmu penting kepada generasi selanjutnya? Karena tidak ada sifat itu. Di dalam tradisi Islam tidak ada sifat mengambil kebenaran dari luar. Islam menjadi ajaran yang menyempitkan ajarannya di dalam tradisi dia saja. Hanya satu kali di dalam sejarah Islam, di dalam masa lalu, sekarang Islam tentu sudah sama dengan agama lain mesti belajar ilmu dari siapapun. Orang Islam masuk di Universitas Islam tetap belajar ilmu dari non-Islam. Tapi zaman dulu tidak begitu, hanya periode di Persia, di abad ke-7 dan 8, baru orang Islam belajar dari orang-orang Kristen yang diusir oleh Kaisar Justinian. Kaisar Justinian mengusir orang-orang Kristen dari abad 6, lanjut ke abad ke-7, mereka diusir keluar dari Bizantium, dari Konstantinopel. “Kamu tidak boleh di sini, karena ajaranmu bukan dari Kristen, ini ajaran lain”. Akhirnya mereka pergi mengajar orang Islam, orang Islam menjadi pintar. Ratusan tahun kemudian tentara perang salib membawa buku dari Aristoteles dan Eropa dipengaruhi Aristoteles. Sejak itu teori logika, pengertian tentang metafisik, pengertian tentang kategori, pengertian tentang pemberian nama berdasarkan kategori, ini semua dari Aristoteles. Ini dipahami di dalam dunia filsafat dan diturunkan lewat tradisi Kristen. Jadi Kekristenan mau belajar “saya mau tahu kebenaran Tuhan yang ada di mana saja, saya mau kumpulkan”, kadang Tuhan percayakan kebenaranNya kepada pendeta, kadang Tuhan percayakan kebenaranNya kepada politikus, kadang Tuhan percayakan kebenaranNya kepada penyembah berhala, bahkan kadang Tuhan percayakan kebenaranNya kepada orang ateis. Ini tugas orang Kristen mencari di mana harta pengetahuan yang baik, ada di ujung manakah? Saya mau tahu kebenaran Tuhan. Tuhan boleh berikan lewat orang bukan Kristen, tapi kebenaran itu tetap milik Tuhan. Akhirnya kebenaran itu dikumpulkan dan diwariskan. Kekristenan mewariskan kebenaran dan menggerakkan orang untuk mengembangkannya. Kekristenan itu tidak mewariskan es batu lalu dikatakan “ini es batu buat kamu, pegang dan pertahankan tetap beku”, tidak. Kekristenan mewariskan sesuatu, lalu generasi berikutnya harus lebih limpah dari generasi sebelumnya. Apa yang kamu wariskan kembangkan, cari pengetahuan lebih banyak lagi, cari di mana-mana tentang ilmu dan wariskan kepada generasi berikutnya. Maka Kekristenan menjadi tradisi yang mempertahankan tradisi sekaligus mengembangkan. Kekristenan menjadi tradisi yang ketat mempertahankan apa yang diwariskan sekaligus mendorong semangat mencari kebenaran Tuhan dimanapun. Itu sebabnya budaya yang dipengaruhi Kekristenan akan dimurnikan setiap kebenarannya dipelihara dan diwariskan turun-temurun. Orang Kristen yang sempit yang tidak tahu kebenaran Tuhan ada di banyak tempat, dia akan gagal jadi orang Kristen yang baik. Orang Kristen kalau mengatakan “aku hanya mau Alkitab, yang lain saya buang”, dia akan buang banyak kebenaran Tuhan. Bukankah Alkitab mengandung seluruh kebenaran Tuhan? Alkitab mengandung seluruh kebenaran Tuhan di dalam kisah keselamatan yang dimuat di sini, tapi kebenaran lain yang Tuhan mau kita pahami diluar kisah keselamatan yang tuntas lengkap dan sempurna ini tetap ada. Yang Tuhan nyatakan tentang alam tidak Tuhan berikan disini. Alkitab menjadi prinsip utama yang mengatur segala sesuatu, tapi banyak hal detail yang Alkitab tidak mau bicarakan, biar Saudara temukan di dalam penyelidikan yang lain. itu sebabnya siapa orang Kristen mewariskan demikian, dia jadi orang Kristen yang baik. Maka di mana orang Kristen ada, bangsa-bangsa dari budaya Kristen itu mulai celik, mulai dicerahkan. Mengapa dicerahkan, karena ada Kekristenan yang menjaga kebiasaan, mewariskan kebudayaan, sekaligus menjaga kebiasaan mencari kebenaran. Cari kebenaran dan wariskan kebenaran, ini adalah ciri dari budaya Kristen. Mengapa budaya Kristen bisa memiliki ciri ini? Karena berkat Tuhan. Tuhan rela hadir dan Tuhan rela pimpin orang Kristen menemukan hal-hal seperti demikian. Tuhan sudah berjanji kepada Abraham, “namamu diubah, karena namamu akan menjadi nama dimana Aku memberkati bangsa-bangsa lain. Dari kamu dan dari keturunanmu seluruh bangsa di bumi akan mendapat berkat”, ini hal yang kedua.
Yang ketiga di dalam tradisi Israel. Di dalam tradisi Israel tidak lagi ada nama yang diperkenankan untuk disebut dengan penyebutan yang hormat, kecuali nama Tuhan. Sebelum Israel, Tuhan bisa datang akrab dengan orang, tapi Tuhan belum perkenalkan namaNya. Ini yang Tuhan nyatakan kepada Musa “kepada nenek moyangmu, Aku memperkenalkan diri sebagai Allah mereka tetapi dengan NamaKu Aku belum memperkenalkan diri”, ini bukan berarti Tuhan tidak beritahu namaNya sebelumnya. Tapi Tuhan belum menjadikan namaNya identik dengan sebuah umat, karena dulu belum ada umat. Maka Tuhan mengatakan kepada Musa ini adalah periode dimana nama satu-satunya yang boleh identik dengan engkau adalah nama Tuhan. Nama Tuhan akan identik dengan Israel. Tuhan mau dikenal lewat Israel, Israel akan dikenal sebagai milik Tuhan. Maka nama Tuhan yang agung menjadi nama yang identik dengan Israel. Dari awal ketika Tuhan akan panggil Israel sudah banyak penjelasan tentang nama Tuhan. Musa bertanya “namaMu siapa Tuhan? Jika aku ditanya orang Israel siapa nama Allah yang menyatakan diri kepadamu? Aku harus mengatakan apa?”. Dan Tuhan mengatakan “Ehyeh Ashar Ehyeh, Aku adalah Aku. Inilah NamaKu turun-temurun, inilah namaKu mulai sekarang”, maksudnya Tuhan bukan baru ganti nama. Maksudnya “ini nama kehadiranKu di tengah-tengah Israel”, nama Tuhan adalah segalanya. Sekarang orang Israel tidak meninggikan nama apa pun, mereka punya banyak raja, Daud dan lain-lain. Tapi Israel tidak disebut identik dengan Daud. Israel punya banyak nabi, tapi Israel tidak identik dengan nabi mana pun. Tidak ada nama yang boleh identik dengan Israel selain nama Tuhan. Israel tidak identik dengan pemimpin pertamanya yaitu Musa, Israel tidak identik dengan pemimpin-pemimpin selanjutnya. Israel tidak identik dengan imam besar mereka. Israel tidak identik dengan raja mereka. Israel identik dengan Tuhannya. Tidak ada bangsa yang namanya adalah nama Tuhannya dengan demikian erat, sehingga kemuliaan Tuhan dinyatakan lewat Israel. Kekudusan Tuhan, kemuliaan Tuhan dan nama besar Tuhan dinyatakan lewat Israel. Ini nama paling agung dan sekarang Tuhan izinkan nama agung ini ada pada Israel. Maka pada waktu kisah keluaran ada peristiwa penting yaitu tentang misteri nama Tuhan yang dinyatakan. Misterinya adalah nama Tuhan yang tidak mungkin bisa ditampung di dalam pengertian manusia, sekarang diberikan kepada manusia. Nama yang berasal dari kata yang disusun dari huruf-huruf yang mampu kita ucapkan dari mulut, sekarang bisa menampung kehadiran Tuhan. Nama Tuhan dan keadilan Tuhan menjadi identik dan Tuhan hadir di tengah-tengah Israel. Pada waktu pemanggilan Israel, nama Tuhan adalah nama paling penting. Siapakah Israel? Manusia milik Allah. Siapakah Allah Israel? Tuhan penyelamat kami, semua nabi bernubuat demi nama Dia, semua imam melayani demi nama Dia. Dan nama Dia tidak boleh digabung dengan nama lain. Tidak ada nama lain selain nama Allah, tidak ada nama lain selain nama Tuhan. Bolehkah ada berhala? tidak. Bolehkah ada kuil bagi ilah lain? Tidak. Bolehkah ada imam lain di tengah-tengah Israel? Tidak. Tuhan mengajarkan kepada orang Israel di dalam Kitab Imamat, “kalau ada orang asing di tengah-tengah kamu, pelihara dia, jangan perbudak dia, jaga dan kasihi dia. Tapi kalau dia menolak menyembah Tuhan, usir dia atau matikan dia”, ini pengertian yang harus diteliti berdasarkan konteks zaman. Kita tidak diperintahkan Tuhan untuk membuat pemerintahan yang mengusir orang non-Kristen, bukan itu pengertiannya. Tapi di dalam Israel Tuhan tidak mau ada nama lain, Tuhan tidak mau ada orang lain, Tuhan tidak mau ada tokoh lain, hanya Tuhan yang boleh identik dengan Israel. Ini berarti Tuhan begitu bergiat demi namaNya, ini adalah zeal-Nya Tuhan untuk namaNya. Zeal berarti Tuhan akan cemburu jika ada nama lain dikenakan. Tuhan dan Israel menjadi satu, nama Tuhan dikenakan kepada Israel. Inilah satu-satunya peristiwa di dalam sejarah penciptaan, dimana Tuhan taruh namaNya untuk menjadi identik dengan kumpulan orang berdosa seperti Israel. Tuhan mengatakan “dengan namaKu engkau disebut dan siapa pemimpinmu, dia harus menyebut nama Tuhan. Maka nama Tuhan akan menjadi nama yang menyegel setiap kepentingan penting dari orang Israel. Nama Tuhan akan jadi nama yang menyegel kebenaran di dalam ruang peradilan. Nama Tuhan menjadi nama yang menyegel setiap perjanjian yang dibuat oleh orang Israel. “Demi nama Tuhan aku berjanji atau demi nama Tuhan aku bernazar atau demi nama Tuhan aku bersumpah”, dan sumpah ini mengikat karena nama Tuhan dinyatakan. Ketika mereka akan berperang, mereka mendeklarasikan perang atas nama Tuhan. Mereka tidak boleh jalankan perang atas kehendak sendiri, mereka tidak boleh invasi keluar. Saudara lihat di dalam zaman Daud dan Salomo, zaman ketika kerajaan Israel paling luas, Israel tidak boleh menginvasi kemanapun. Mereka tidak boleh mempunyai perang diluar kehendak Tuhan, nama Tuhan identik dengan Israel. Maka peristiwa ini peristiwa penting, nama siapa di tanah Israel? Bukan Musa, bukan Adam, bahkan bukan Abraham, bukan Daud, mereka orang-orang penting tetapi begitu Tuhan mengidentikkan namaNya bagi Israel, semua nama lain hilang, hanya satu nama yaitu nama Tuhan. Orang Israel dilatih dengan pengertian ini. Apa artinya hanya nama Tuhan? Berarti hanya nama ini yang boleh identik dengan kemuliaan Saudara. Tuhan adalah kemuliaan Israel dan Tuhan adalah kemuliaan setiap orang yang hidup di Israel. Saudara bayangkan betapa indahnya ini, Saudara punya kesuksesan, Saudara mengatakan “ini karena Tuhanku”, dan orang yang mengatakan demikian mau supaya Tuhan yang dipermuliakan. Kalau Saudara menjalankan sesuatu yang gagal, maka Saudara akan berseru kepada Tuhan, “Tuhan tolonglah kami”. Dari nama Tuhan, Israel membentuk dua kebiasaan yang penting, yaitu yang pertama kebiasaan memuji, mereka akan mengatakan “terpujilah nama Tuhan, haleluya. Mari semua orang puji Tuhan, karena seluruh berkat yang kami terima ini dari Tuhan”. Begitu dekatnya nama Tuhan bagi Israel sehingga mereka mampu mempunyai sukacita yang besar, yang langsung ditujukan kepada Tuhan. Sekarang kita punya kebudayaan seperti ini sudah tergerus. Kita terlalu percaya diri, kita terlalu membanggakan diri, setiap keberhasilan kita “adalah keberhasilanku”. Maka kalau Saudara berhasil, sombongnya bukan main. Kalau Saudara gagal, depresinya bukan main. “Aku berhasil, aku hebat”, meskipun mulutnya mengatakan “puji Tuhan”, tapi sebenarnya mengatakan “puji saya”. Pak Tong pernah mengatakan kalau Saudara mau menyanyi lagu Haleluya, hati-hati biar mulut dan hati sinkron. Waktu menyanyi “haleluya”, mulutnya tidak boleh mengatakan “puji saya, suara saya amat bagus, amat bagus”, tidak bisa. Waktu mulut memuji, hati sama. Tapi budaya kita budaya sangat narcissistic, apapun diri yang lebih utama. Coba lihat akun Instagram isinya kita melulu. Saya tidak peduli diriku harus dipamerkan ke orang lain, mengapa mesti pamer? Ini mentalitas zaman ini yang terlalu umum sehingga orang tidak lagi rasa ada salah dengan itu. Tidak ada lagi yang merasa ada yang salah kalau terlalu pamer foto-foto yang sifatnya harusnya individu atau familial ke public. Ini yang dilakukan oleh para selebriti. “Ada artis yang hebat aktingnya, ada aktor yang hebat aktingnya, aku mau kenal dia. Hobinya apa? Dia biasa makan apa?”. Keinginan orang untuk tahu ini dimanfaatkan oleh para industriawan, oleh para pembisnis. Pembisnis itu pintar sekali cari celah, bagaimana caranya supaya produknya laku? Dengan membuat aktor atau aktris pakai produk dia. Dunia seperti ini mulai di pertengahan abad 20, selebriti dipamerkan kehidupan pribadinya. Apa yang penting dari mengenal nama Tuhan? Apapun yang baik dari saya pujilah Tuhan, apapun yang penting dari hidup saya, pujilah Tuhan. Kalau engkau ingin ada monumen mengingat engkau, engkau ingin monumen itu seperti apa? Aku ingin monumen itu mengatakan “hei orang Israel, pujilah nama Tuhan”. Pernahkah ada monumen yang didirikan atas nama Yosua? Tidak ada. Pernahkah dan monumen yang didirikan atas nama Musa? Tidak ada. Orang yang mendidirikan monumen atas nama diri, yang pertama itu adalah seorang namanya Yerobeam. Dia mendirikan monumen karena anaknya mati, dia ingin anaknya dikenal oleh seluruh dunia, seolah anaknya itu penting. Anak mati membuat orang tua sedih. Tapi seluruh dunia tidak harus dwell di situ. Nama Tuhan penting karena Israel dilatih untuk melakukan segala untuk Tuhan. Siapa kamu? Milik Tuhan. Siapa kamu? Hamba Tuhan. Siapa kamu? Berkat Tuhan berlimpah atas saya karena saya utusan Tuhan. Berarti apa yang terjadi padamu, pujilah Tuhan. Apa yang baik keluar daripadamu ingatlah Tuhan, jangan ingat wajahku, jangan ingat prestasiku, jangan taruh namaku di dalam sejarah. Taruh nama Tuhan biar Tuhan disebut, “kalau aku menjadi raja yang baik seperti Daud, biarlah Tuhan dipermuliakan”. Akhir dari kehidupan Daud diisi dengan doxology bagi Tuhan, mirip akhir ibadah kita, doxology. Akhir ibadah itu memuji Tuhan, bukan memuji pengkhotbah. Tidak dimengatakan “puji nama pengkhotbah dan liturgis”. Maka Saudara, semua bagi Tuhan ini bukan slogan, ini harus mendarah daging dalam kehidupan Saudara. Insting pertama Saudara adalah memuliakan Tuhan, bukan diri. Maka kalau insting pertama masih memuliakan diri, engkau bukan orang mengerti Kekristenan. Insting pertama saya adalah memuliakan. Sifat pertama yang ada dalam kesadran diriku adalah mau memuliakan Tuhan. Ini hal pertama, nama Tuhan diidentikkan dengan Israel, maka Israel pujilah Tuhan.