Lalu bagaimana manusia memuji Tuhan? Sama, manusia memuji Tuhan dengan menjadi bagiannya. Saudara dipanggil jadi apa, Saudara harus kerjakan apa, itu yang kita perjuangkan. Kadang-kadang kita pikir panggilan itu sama dengan pekerjaan. “Apa panggilanku, aku harus kerja apa?”. Padahal di dalam Kitab Suci panggilan lebih kepada bagaimana Saudara menjalankan pekerjaan dari pada apa pekerjaan yang Saudara mau lakukan. Ini sesuatu yang sudah banyak salah, kita bergumul “Tuhan, panggilanku apa?”, Tuhan mengatakan, “panggilanmu adalah rajin”, “maksud saya pekerjaan apa yang harus saya kerjakan?”, “panggilanmu adalah rela berkorban”, “bukan itu Tuhan, maksudnya spesifiknya apa profesiku?”, Tuhan tidak memberi tahu. Saudara bisa baca di dalam Alkitab bagian mana tiba-tiba muncul profesi Saudara? Mungkin Saudara baca lalu menemukan tulisan “Jimmy Pardede jadilah pendeta”, di mana itu? “Mazmur 66 ayat 6”, tidak ada. Lalu kalau tidak ada, aku bisa tahu dari mana? Cari, pilih pekerjaan yang mungkin, pilih studi yang baik, setelah lulus cari kerjaan yang baik atau buka usaha atau apapun yang Saudara mau kerjakan. Kalau lain dengan yang Tuhan tetapkan bagaimana? Tuhan menetapkan, tapi kalau Tuhan tidak memberitahu berarti ketetapan itu adalah milik Tuhan, bukan milik kita. Siapa yang tahu ketetapan Tuhan bagi Saudara 5 tahun lagi? Apakah Tuhan tidak tetapkan? Tuhan tetapkan. “Kalau Tuhan tetapkan, saya harus jalankan”. Kita jalankan kalau Tuhan memberi tahu, kalau Tuhan tidak memberi tahu berarti bukan urusan kita. “Jadi aku harus kerja apa?”, pikir baik-baik coba lihat peluang apa yang terbuka, coba lihat apa yang sedang dipercayakan sekarang. Maka jangan gampang tinggalkan apa yang Saudara kerjakan demi sesuatu yang Saudara pikir panggilan. Maksudnya panggilan adalah bagaimana engkau tekun, bagaimana membereskan tugasmu, bagaimana kamu rela berkorban di bidangmu untuk membahagiakan, menyenangkan Tuhan dan memberi damai bagi yang lain? Ini kunci untuk memahami panggilan Tuhan. Maka siapa berfungsi baik sebagai manusia, dia memuliakan Tuhan. Semua berfungsi baik di Israel, di zaman Salomo, sebelum Salomo jatuh dalam dosa. Maka ini adalah contoh kecil atau bayangan tentang kerajaan damai yang Tuhan mau buat. Israel menyatakan kemuliaan Tuhan dengan berfungsi sebagaimana seharusnya demi kemuliaan nama Tuhan. Bahkan Ratu Syeba pun datang, lalu bertemu Salomo, dia melihat cara Salomo mengatur meja makan langsung dia tahu Salomo orang yang sangat berbijaksana. Mengatur meja makan berkait dengan hikmat. Jadi ternyata ada kaitan antara keteraturan meja dengan hikmat. Tapi ada poin penting di dalam pengaturan meja, pengaturan meja berkait dengan keteraturan memilih siapa yang boleh makan bersama, ini kuncinya. Salomo makan bersama dengan orang-orang yang tabiatnya baik, yang view, pandangan tentang hidupnya luas, yang kemampuan mengerti hikmatnya besar, itu yang dimaksudkan cara Salomo menata meja. Jadi bukan garpu taruh di mana, sendok taruh di mana, gelas anggur yang mana, gelas air yang mana, jangan salah, gelas jus yang mana, gelas kopi yang mana, espresso yang mana, itu table manner ala Eropa. Kalau Saudara pergi ke rumah makan atau makan di hotel atau di manapun yang pakai gaya eropa membingungkan, garpunya ada beberapa, sendok ada beberapa, kalau salah pakai dicap kampungan, ini membuat stres. Apakah maksudnya Salomo bisa menata meja seperti menata Eropa menata meja? Bukan, yang dimaksudkan adalah teman-teman makannya Salomo orang-orang berhikmat. Waktu Ratu Syeba berbicara kepada orang-orang sekeliling Salomo, dia tanya “bagaimana pandanganmu tentang kerajaan Salomo?”, dia bisa menyatakan dengan hikmat Salomo punya teman-teman berhikmat, dia kumpul dengan orang-orang benar. Dia tidak kumpul dengan orang-orang sembarangan, pemimpinnya jenderalnya, waktu diajak bicara bukan cuma orang haus darah yang jago berantem. Jenderal tentara ditanya “bagaimana pandanganmu tentang kerajaan?”, “yang penting hantam, hancurkan”, tidak. Dia mengatakan “strategi militer harus bijak, tidak boleh menghancurkan musuh yang lemah, tidak boleh membunuh tahanan”, dan lain-lain. Sehingga Ratu Syeba merasa Salomo dikelilingi oleh orang-orang yang bijaksana, seperti ini sangat indah. Saudara mau gereja ini maju? Jadi orang bijak, jadi orang yang pikirannya luas. Di gereja tidak harus ada orang utama, tapi kalau ada orang utama, dia bodoh, dia tidak bijak, pandangannya sembarangan, gereja ini ada dalam bahaya. Maka jangan cuma lihat siapa pemimpin, “gereja ini dipimpin Pdt. Stephen Tong, puji Tuhan”, cari tahu juga siapa orang-orang dekatnya Pak Tong. Kalau orang-orang dekatnya bijak, orang-orang dekatnya baik, orang-orang dekatnya punya pikiran luas, gereja ini bahagia. Salomo orang berhikmat, tapi Ratu Syeba menyadari yang duduk di meja makan orang dekatnya Salomo, juga orang-orang berhikmat. Maka dia mengatakan “saya cuma dengar kamu Salomo, saya baru sadar bukan cuma kamu, tapi semua orang-orangmu adalah orang-orang bijak. Maka separuh pun dari apa yang ada itu belum masuk, baru separuh, tidak sampai separuh yang masuk telinga saya. Sebenarnya faktanya berkali-kali lipat dari informasi yang saya dengar. Dungguh kamu raja bahagia yang punya negara yang berbahagia”. Jadi Israel memuliakan Tuhan di dalam aspek ini. Maka saya harap Saudara bisa punya keinginan, saya tidak mengatakan ambisi, tapi keinginan untuk dipakai Tuhan lebih besar di gereja ini. Keinginan itu tidak salah. Satu anak muda mengatakan kepada saya “pak, apakah salah kalau saya ingin sekali nanti bisa jadi pengurus, nanti bisa jadi majelis, nanti bisa jadi salah satu pimpinan di gereja, itu salah atau tidak?”, saya tanya ke dia “untuk apa? Untuk kebanggaan diri, untuk sombong, saya orang penting di gereja? Kalau untuk itu pasti salah. Tapi kalau engkau mengatakan aku ingin belajar jadi orang kunci untuk pikul beban lebih berat, maka kamu bahagia punya niat seperti itu”. Siapa ingin menjadi penilik jemaat, jadi penatua, kata Paulus, dia ingin pekerjaan yang mulia. Tapi kalau mau jadi orang yang punya pekerjaan mulia, dia mesti berani pikul beban lebih kuat. Tapi justru orang kunci harus berani pikul beban seperti ini. Tidak semua bisa jadi orang penting, tapi siapa mau jadi orang penting harus bijak, harus punya hikmat, harus punya mental yang takut Tuhan, harus punya jiwa yang mau memikirkan banyak hal, baru bisa jadi orang kunci. Maka Salomo punya kerajaan yang bahagia, raja yang berhikmat dan orang-orang penting yang berhikmat. Dan ini yang membuat Ratu Syeba mengatakan “saya sekarang melihat banyak hal masih belum diberitakan kepada saya. Kamu lebih bagus, negara ini lebih bagus dari beritanya”, itu benar. Jadi itu yang pertama, Israel menyatakan kemuliaan nama Tuhan lewat hikmat, lewat kehidupan baik, lewat kehidupan menata segala sesuatu. Itu sebabnya siapa mau jadi orang berhikmat, jangan abaikan aspek hidup dan jangan salah prioritas. Salah satu kelemahan orang yang salah prioritas adalah dia akan repot pikirkan hal tidak penting sehingga hal penting terbengkalai. “Pak, bukankah Tuhan mengatakan siapa yang setia dalam perkara kecil, dia akan dipercayakan perkara besar?”, betul tapi Tuhan tidak mengatakan siapa yang urus hal detail, nanti akan dipercayakan hal besar, bukan itu. Perkara kecil tidak sama dengan hal detail. Perkara kecil berarti Saudara kerjakan hal yang tidak mendatangkan pujian atau kemuliaan. Misalnya, jadi hamba Tuhan diminta untuk berkhotbah, khotbah kepada cuma 5 orang, ini perkara kecil. Tapi bukan berarti “aku jadi hamba Tuhan, jadi pendeta. Aku mesti mengurus hal detail. Saya mesti pikirkan bunganya harus warna apa, sayamesti pikirkan kursinya mesti berapa”, matilah kalau harus pikir semua. Jangan pikirkan hal-hal detail sehingga hal-hal detail menutupi hal-hal utama. Tapi hal paling penting, perjuangkan mati-matian. Israel berbahagia karena kondisi ini, nama Tuhan dipermuliakan oleh karenanya.