Bagaimana dari berdosa menjadi bajik? Erasmus menuduh Luther menjadi seorang yang mengacaukan ajaran tentang kesalehan karena kalau kamu mengatakan manusia tidak punya kehendak dan tidak punya pikiran rasio yang masih bisa dipakai untuk mengerjakan kebaikan, lalu bagaimana cara mengerjakan kebaikan? Bagaimana menjadi orang baik? Kamu sudah berdosa, bagaimana menjadi suci? Bagaimana bisa punya kebajikan, bagaimana bisa punya virtue? Calvin menjawab, Luther jawab tapi saya mau kutip jawaban Calvin, bagi saya lebih kena dengan apa yang kita bahas saat ini. Untuk punya kebajikan, Saudara bukan andalkan kehendakmu, karena kehendakmu berdosa.Lalu andalkan apa? Andalkan kepala yang baru, andalkan kesatuan dengan Kristus, carilah kepala yang baru. Siapa jadi kepala? Pasti bukan Adam, lalu kalau bukan Adam siapa? Pasti bukan saya, pasti bukan papa Saudara, pasti bukan guru Saudara, pasti bukan presiden kita, pasti bukan manusia yang ada di bumi yang sudah jatuh dalam dosa. Sapa bisa jadi kepala yang membawa kita? Kristus, Kristuslah Kepala yang bisa membuat kita keluar dari keadaan berdosa, lalu menjadi orang yang bajik. Kebajikan muncul karena Sang Kepala. Tapi ini berarti perlu ada penyelidikan lebih teliti tentang siapa Sang Kepala. Mengapa Dia boleh menjadi Kepala kita? Filipi 2 mengatakan Dia menjadi Kepala kita karena Dia memang sama dengan kita. “Tidak sama, Dia Allah”, iya, tapi Dia tidak menganggap kesetaraanNya dengan Allah sebagai milik yang harusnya diekspresikan. Sebaliknya Dia mengambil natur manusia, menjadi sama dengan kita dan menyatakan natur hamba. Dia menjadi hamba sama seperti kita. Dengan kata lain Dia menjadi manusia seperti yang Tuhan mau di awal. Apa yang Tuhan mau di awal? Tuhan mau manusia tahu posisi dia tinggi. Posisi bahwa manusia itu gambar Allah dan gambar Allah berarti raja, raja berarti anak Allah. Yesus tahu posisi Dia, Yesus mengatakan “Aku tahu dari mana Aku datang, kamu tidak tahu dari mana Aku datang”. Yesus tahu betapa muliaNya Dia. Di sini paradoksnya, justru karena Dia tahu berapa muliaNya Dia, maka Dia tidak perlu mempertahankan apapun untuk mengekspresikan kemuliaan itu. Kemuliaan bukan sesuatu untuk diekspresikan, kemuliaan adalah sesuatu yang rela dibagikan kepada yang lain, ini prinsip yang Kristus bagikan. Manusia makhluk yang mulia dan karena itu manusia membagi kemuliaannya bagi yang lain. Manusia membawa keteraturan Tuhan kepada dunia, demikian yang Pdt. Jethro pernah sampaikan. Beliau mengatakan manusia membawa keteraturan di dalam alam, alam punya potensi baik dan manusia membagi kemuliaannya untuk membuat alam jadi lebih baik. Kemuliaan di dalam craftsmanship, kemuliaan di dalam kebudayaan dan kesenian. Karena Saudara mampu menata maka Saudara membuat alam yang kacau jadi teratur. Mengapa kita bisa lihat jalan di Bada semakin baik? Karena ada yang mengatur, karena tidak bisa suruh untuk jalannya baik sendiri. Kali pertama datang, lumpur semua, lalu Saudara mulai KKR ke jalan karena KKR Regional, “hai jalan, perbaikilah dirimu. Yang tebing, ratakan. Yang lembah, ditutup menjadi siap dibangun di atas dasar iman. Jalan di Bada jadilah baik”, tidak akan jadi baik. Bagaimana supaya jadi baik? Pemerintah harus tangani. Buat jalan jadi bagus, uangnya dari mana? Apakah ada anggaran untuk daerah? Kalau tidak ada mengapa anggaran tidak turun, mengapa tidak ada kesetaraan? Ini menjadi pertanyaan yang mesti ditata ulang. Lalu Tuhan izinkan Indonesia punya presiden yang mulai memikirkan ini “mengapa tidak ada anggaran?”, “anggarannya tidak beres”, “ayo bereskan”. Mengapa masih kurang uang? Mungkin karena pajak tidak beres, mungkin karena korupsi terlalu banyak. Bereskan korupsi, bereskan yang masih tidak setia dengan pajak, bereskan pendapatan negara, bereskan distribusi. Lalu dia cek semua jalan mesti jadi sesuai rancangan. Maka mulai ada perintah, jalan dari Tentena ke Bada mesti diperbaiki. Kemudian pemerintah lokal mulai atur, mulai ada pengamatan. Lalu mulai mundur, tidak jalan kalau tidak ada ancaman dari atas. Akhirnya dari atas tinjau, begitu mau ditinjau, semua orang jadi rajin, ini hebatnya manusia, rajin bekerja ketika ditinjau. Saudara bisa lihat lukisan dari Bruegel mengenai The Tower of Babel, Menara Babel. Di situ digambarkan raja sedang melihat, lalu semua orang kerja di tempat yang kelihatan raja, di balik gedung itu semua tidur. Ini Bruegel paling mengerti sifat manusia. Waktu diamati, semua kerja, akhirnya jadi, jalannya mulai bagus. Sudah bagus? Masih belum, jalannya masih mudah lobang, masih mudah hancur kalau hujan, jadi perlu perbaiki lagi. Nanti mungkin tahun depan kita KKR Regional ada jalan tol Tentena – Bada. Tapi kalau begitu nanti tidak akan seru, kalau mau sharing, tidak tahu mau sharing apa karena jalannya sudah mulus. Ketika jalan sudah diperbaiki jadi bagus, mengapa bisa jadi bagus? Karena manusia membagi kemuliaannya. Kemuliaan apa? Kemuliaan hikmat bekerja sama, kemuliaan mengatur resources, kemuliaan untuk menggali alam, lalu memanfaatkannya untuk pembangunan, ini bagian dari kemuliaan dari manusia. Jadi manusia punya kemuliaan bukan untuk di pamer, manusia punya kemuliaan untuk dipakai. Bagusnya kemuliaan kita untuk tolong bumi jadi lebih baik. Jadi kemuliaan itu dipakai, bukan untuk dipamerkan. Inilah yang penting di dalam inkarnasi Kristus, Kristus mengidentikkan kemuliaan dengan menjadi hamba. Kita mengidentikkan hamba dengan kehinaan karena kita pikir kemuliaan itu untuk dipamerkan. Ini namanya budaya flexing, “saya punya kemuliaan akan saya pamerkan. Kalau saya pintar mengapa tidak boleh pamer? Kalau saya kaya mengapa tidak boleh pamer? Kalau saya ganteng mengapa tidak boleh pamer? Kalau saya cantik mengapa tidak boleh pamer?”. Problemnya adalah semua orang overrated himself atau herself. Ini menurut penelitian dari satu jurnal psikologi yang saya baca, benar atau tidak, sudah disanggah atau belum saya kurang update, tapi dikatakan hampir semua orang salah menilai dirinya untuk hal-hal yang mereka suka, 30% ke atas. Jadi kalau Saudara anggap diri Saudara kualitasnya ada di mana, yang Saudara pikir ada pada Saudara biasanya overrated, terlalu tinggi dari pada faktanya. Maka kalau orang rasa keunggulan dia adalah kegantengannya, dia rasa dirinya 30% lebih ganteng dari aslinya, makanya dia bangga. Kita selalu ingin pamer, pamer hal yang kita suka dan kita pikir ada pada kita. Ini termasuk salah satu dosa dari pengkhotbah, saya pernah diingatkan sama Pak Tong, semua orang merasa khotbahnya bagus. Jangan pakai dirimu untuk menilai khotbahmu, “bagaimana khotbahmu?”, “bagus”, “bagaimana kamu menyampaikan firman?”, “bagus, orang mengatakan dapat berkat”. Tidak bisa, harus ada pengukuran lain. Jangan anggap dirimu baik karena kamu tidak akan improve kalau begitu. Saya senang kalau orang melakukan sesuatu mulai kritik diri keras, karena siapa kritik diri keras dia pasti maju. Siapa terlalu bangga sama dirinya, mundur, dan dia masuk dalam ilusi bahwa dirinya baik. Kemuliaan bukan untuk dipamerkan, keahlian bukan untuk dipamerkan, tapi untuk dipakai membawa keteraturan di dunia ini. Dengan demikian Saudara adalah gambar Allah yang sejati. Aambar Allah pakai kemuliaan Ilahi untuk membuat yang baik ada di bumi. Dan ini yang dikerjakan Kristus, Kristus adalah yang paling mulia maka Dia pakai kemuliaanNya untuk mati di kayu salib. Dia menebus manusia, Dia memimpin orang kembali kepada kebenaran, Dia bawa orang kembali kepada Tuhan, Dia membawa orang menjadi baik karena pelayananNya. Karena Dia berkorban kita semua diselamatkan. Maka Tuhan mengatakan inilah pernyataan kemuliaan yang paling tepat dan karena Dia sudah gunakan kemuliaanNya untuk jadi berkat bagi yang lain sehingga Dia tidak terlihat mulia sama sekali, maka Tuhan meninggikan Dia. Di sini peninggian dari Tuhan, kemuliaan yang Tuhan berikan untuk digunakan. Tapi selesai Saudara gunakan, Tuhan akan ingat untuk menghargai Saudara. Dan inilah yang ditekankan di dalam Filipi.
Manusia sudah jatuh dalam dosa, bagaimana bisa kembali? Lewat Sang Kepala bernama Kristus. Mengapa? Karena Dia satu-satunya yang pernah merendahkan diri dan menunjukkan kemuliaan dengan mematikan diriNya sehingga kita diselamatkan. Dengan demikian Saudara dan saya punya Kepala yang kita bisa teladani. Karena Kristus mati maka kita diberikan kesanggupan untuk meneladani. Karena Kristus memberikan RohNya kepada kita maka kita diberikan kekuatan bergumul mengalahkan dosa. Mari jadi manusia lebih baik, mari jadi orang lebih bijak, mari jadi orang lebih saleh, karena Tuhan sudah jadi Kepalamu. Jika tidak ada Kristus,mustahil Saudara berkembang jadi lebih baik. Martin Luther mengingatkan “kehendakmu sudah diikat oleh dosa dan kamu sudah sangat cemar, mari kembali ke Tuhan, kembali kepada Dia yang mengirimkan Kristus menjadi teladanmu. Mari teladani Dia”. Dan jangan biarkan Saudara statis dalam pertumbuhan iman. Mari tambah mencintai Tuhan, mari tambah bijak, mari tambah kenal Tuhan, mari tambah saleh, mari tambah di dalam kekudusan. Sehingga Saudara menikmati dipimpin oleh Tuhan, bukan dari kekuatan sendiri tapi dari meneladani Kristus. Saudara menyangkal diri memikul salib, Saudara ubah diri menjadi semakin baik karena Saudara mau mencontoh Kristus. Semakin dikagumkan oleh Kristus dan makin membuat kita mau menjadi mirip Dia. Di dalam pertemuan berikut, minggu depan saya akan membahas mengenai nama Kristus dan kemuliaanNya. Dan bagaimana kita dikuatkan untuk menjadi kudus. Kadang-kadang kita mengatakan “Kristus adalah teladanku. Lalu bagaimana aku ikut Dia? Hal apa yang harus aku lakukan?”, ini akan saya bahas di dalam pertemuan yang berikut. Kiranya Tuhan memberkati kita.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)