Ada orang bertanya sama saya “pak, mengapa agama Kristen itu agama yang paling benar?”, saya mengatakan kepadanya “saya tidak bisa membuktikan agama Kristen itu agama yang paling benar atau tidak, karena itu akan panjang dan lama”, dia mengatakan “tidak apa-apa, saya punya banyak waktu”, “tidak bisa, kalau saya ceritakan kepadamu kebenaran, epistemologi, mengapa bisa tahu ini benar, mengapa bisa tahu ini salah, panjang”. Banyak orang datang ke kita untuk membuktikan iman kita benar, lalu kita pikir dia perlu apologetik, lalu kita keluarkan semua, Alvin Plantinga atau Alvin yang lain, kita keluarkan semua. Ternyata bukan itu yang dia perlukan. Baru saya sadar satu kali ketika saya penginjilan ke anak muda ini, saya mengatakan “saya tidak bisa beritakan kepadamu mengapa Kristen itu benar, lama, tapi saya bisa beritakan kepadamu mengapa Kristen itu paling menyenangkan”, langsung dia mengatakan “ini saja, lebih bagus, saya ingin tahu mengapa Kristen itu menyenangkan”.
Lalu saya mengatakan Kekristenan itu agama paling menyenangkan karena Kekristenan itu menunjukkan betapa besar kita ini diterima oleh Tuhan, dicintai. Lalu dia mengatakan “tidak mungkin hanya agama Kristen saja, agama lain juga menyatakan mencintai. Mana ada agama yang mengatakan dewanya membenci umatnya. Semua agama percaya tuhannya mencintai. Hanya Kekristenan yang tidak menawarkan janji, tapi fakta cinta kasih Tuhan. Fakta cinta kasih Tuhan maksudnya Tuhan mencintai dan Tuhan menyatakan fakta, itu satu.
Kalau Saudara mengatakan “saya mau dicintai”, tapi Saudara dikeluarkan dari fakta hidup, itu bukan cinta Tuhan. Cinta Tuhan tidak melarikan Saudara dari fakta. Hidup kita hidup yang keras, hidup kita hidup yang banyak dukacitanya. Tidak ada satu pun dari kita yang tidak mengalami dukacita. Ada saat di mana Saudara senang, ada saat dimana Saudara hancur. Ada satu orang kehilangan anak karena meninggal, dia mengatakan dengan sedihnya “tidak ada kesedihan yang mengalahkan kesedihan kehilangan anak. Silakan cari kesedihan lain, kalau ada orang tua baru mengalami kehilangan anak, dia baru tahu berapa besar sedihnya ini”.
Lalu dia membaca buku-buku sejarah untuk menenangkan diri, baru dia tahu di dalam abad pertengahan, di zaman dulu, orang tua bisa punya belasan anak, mungkin setengah darinya tidak bisa bertahan, kena penyakit. Dan kena penyakit tidak ada obat, dulu belum ada imunisasi, dulu belum ada antibiotik. Orang sakit dan mati, menguburkan anak adalah hal rutin yang dikerjakan. Ini membuat dia kaget, kesedihan paling besar mengapa terus dirasakan oleh orang sepanjang sejarah? Dia mulai tidak percaya Tuhan, dia mulai mengatakan “kalau hidup begini berat, berarti Tuhan tidak ada”.
Tapi dia sangat tertarik dengan satu khotbah dari seorang teolog di masa lalu, dia membaca bukunya. Seorang teolog dari Jerman, saya lupa namanya, tapi dia seorang tokoh kebangunan dari Jerman, mungkin dia kurang terkenal. Dia mengatakan “kalau Tuhan tidak mati di kayu salib, jangan percaya Dia. Karena tidak ada cinta kasih yang tidak membuat kita tersentuh, selain cinta kasih yang menunjukkan kehidupan faktual dialami oleh dia yang mencintai”. Kalau engkau mengatakan “aku dicintai dan aku ingin cinta itu mengeluarkan aku dari kehidupan yang real”, itu cinta yang omong kosong.
Tetapi Kristus menawarkan cinta kasih yang membuat Dia ikut bergumul di tengah-tengah kesulitan dunia. Apa yang manusia alami, Kristus juga alam. Maka Tuhan memberikan cinta kasihNya kepada kita bukan untuk melarikan kita pada saat ini. Tuhan memberikan cinta kasihNya untuk membuktikan bahwa cinta sejati dari Tuhan adalah cinta yang dapat digumulkan, diperjuangkan dan dipegang di dalam kehidupan yang real. Tuhan tidak mengecualikan Saudara dari penyakit, tidak mengecualikan Saudara dari dukacita, tidak mengecualikan Saudara dari kejahatan. Tapi Saudara mendapatkan terlibatkan dalam cinta kasih Tuhan sampai selama-lamanya. Ini membuat cinta Tuhan menjadi nyata di dalam Kekeristenan karena Saudara akan melihat cinta Tuhan diberikan untuk kita menghadapi yang sulit dengan pegang pada cinta kasih Tuhan. Ini yang membedakan.
Maka saya mengatakan kepada anak muda itu apa yang paling menyenangkan dari Kristen, yang pertama Kekristenan mengajarkan fakta yang real, realita, Kekristenan bukan dongeng. Kalau ada gereja yang menawarkan Kekristenan itu dongen, jangan dengarkan. “Kekristenan membuatmu aman dari masalah”, itu bukan Kekristenan sejati, itu pelarian yang palsu. Faktanya adalah tidak ada orang yang bisa lari dari kesulitan apa pun yang harus dia hadapi. Saya mengatakan kepada anak muda ini, Kekristenan sangat menyenangkan karena membuktikan ajarannya itu faktual, penderitaan benar ada. Kalau kamu membaca dalam Alkitab ada keadaan mengerikan, itu fakta, dunia ini memang begitu. Tapi Tuhan tetap memberikan cinta kasih, Tuhan memberikan pengharapan.
Maka cinta kasih dan realita hidup bersatu, itulah yang menyenangkan dari Kekristenan. Kamu tidak diajar untuk menghidupi kehidupan yang tidak real. Kamu diajarkan menghidupi cinta kasih yang real. Ini membuat anak muda itu sedikit tenang. Memang dia belum percaya, tapi sedikit tenang, dia mengatakan “kalau diskusi tentang ini, saya masih bisa terima karena masih nyambung”. Coba kalau kita bicara tentang epistomologi, kebenaran Kristen, bagaimana tahu rasio, empirisisme, dan lain-lain, tidak akan nyambung.
Maka ketika Saudara membaca Surat Filipi, Saudara sadar satu hal, Paulus mengatakan “kita ini satu di dalam sukacita. Mengapa aku merasa akrab dengan kamu, kamu merasa akrab dengan aku, karena kita sama-sama menikmati kesenangan dari Tuhan”. Di dalam ayat 7 dikatakan Paulus bersukacita karena Tuhan akan menyempurnakan iman orang Filipi, “Memang sudahlah sepatutnya aku berpikir demikian akan kamu semua, sebab kamu ada di dalam hatiku, oleh karena kamu semua turut mendapat bagian dalam kasih karunia yang diberikan kepadaku, baik pada waktu aku dipenjarakan, maupun pada waktu aku membela dan meneguhkan Berita Injil.” Paulus mengatakan “saya kerjakan apa, kamu ingat saya dalam doa. Saya berjuang apa, kamu doakan saya. Baru saya tahu relasi indah antara orang yang mengharapkan Tuhan itu erat sekali. Kita sama-sama sulit, kita sama-sama bersukacita, kita sama-sama tanggung apa yang Tuhan izinkan kita tanggung”. Dalam bagian lain dari suratnya, Paulus mengatakan “bertolong-tolonganlah dalam menanggung bebanmu”, saling menanggung, saling tolong, saling sukacita.