Ambrosius ketika mendengar Monica, mama dari Agustinus, datang ke dia, nangis-nangis di Milan, “tolong pak hamba Tuhan, saya punya anak sangat liar hidupnya. Makin lama makin kacau, saya tidak merasa ada kemungkinan perubahan. Tapi saya terus tersiksa kalau dia tidak berubah. Masihkah mungkin dia berubah? Jangan-jangan dia memang ditetapkan binasa”, dengan air mata begitu banyak dia menangis di hadapan hamba Tuhan bernama Ambrose. Lalu Ambrosius mengatakan “ibu, dengan tangisan sebesar ini hatiku tergerak. Kalau hatiku pun tergerak, mana mungkin hati Tuhan tidak tergerak. Air matamu sudah menggerakkan Tuhan.”
Monica berdoa bagi Agustus tiap hari, nangis terus. Dan Ambrose mengatakan “kalau aku pun tergerak lihat air matamu, mana mungkin Tuhan tidak tergerak lihat air matamu. Anakmu akan jadi milik Tuhan”, ini kalimat menghibur Monica dan Tuhan membuktikan bahwa Dia mendengar doa ibu ini. Agustinus berkali-kali menemani mamanya dengar khotbahnya Ambrose dan hatinya mulai disenangkan dengan perasaan kagum. Ada hamba Tuhan yang kuasai begitu banyak metode retorika, lalu bicarakan Firman begitu indah. Agustinus dimenangkan oleh berita Injil yang disampaikan dengan sebaik mungkin.
Kalau orang cuma persiapkan khotbah dengan banyak cerita kehidupannya, lalu sampaikan hal yang kosong, orang-orang yang paling mungkin jadi orang berbakat yang dipakai Tuhan, hilang semua.
Mengapa sekarang banyak orang yang punya pikiran tajam jadi atheis, karena tidak ada khotbah yang berbobot dibagikan. Kadang-kadang saya merasa gereja terlalu gampangkan khotbah, karena berpikir “sudahlah, orang juga tidak terlalu peduli khotbah”, salah. Yang punya potensi akan dengar, yang tidak mau dengar terserah, mereka mungkin memang tidak mau dipakai Tuhan. Tapi kalau khotbah disiapkan dengan dalam, dengan tajam mungkin orang akan sulit tangkap, “apa artinya? Saya belum mengerti, konsep teologi terlalu tinggi”, biarkan, Saudara belajar catch up, Saudara belajar mengikuti karena tetap ada orang penting yang akan dimenangkan dengan khotbah yang berbobot.
Akhirnya satu kali Agustinus hancur hati, baca Roma yang ke-13, di situ dikatakan “hari sudah jauh malam, sudah mau pagi. Mengapa masih pesta, mengapa masih mabuk, mengapa masih tidur, mengapa masih terus ada di dalam kondisi liar? Bertobat, kembali kepada Terang”, ini menggerakkan Agustinus. Sehingga Agustinus langsung hancur hati dan mengatakan “Tuhan, saya sekarang sadar pengertian paling baik di dalam Kekristenan. Saya juga sadar etika paling baik ada di Kekristenan, dan saya tidak punya dua-duanya. Saya tidak punya kebenaran Kristen dan saya tidak punya etika Kristen, saya mesti bertobat”, hari itu dia menangis minta ampun. Dan orang pertama yang dia temui adalah mamanya, “mama, sekarang saya mau jadi Kristen.” Waktu itu Monica penuh hatinya dengan ucapan syukur, lalu dia menangis dan berdoa kepada Tuhan, “Tuhan segala doa dan pergumulan yang saya panjatkan, akhirnya Engkau dengar.” Agustinus menjadi hamba Tuhan yang dipakai luar biasa. Tidak ada orang punya pengaruh di dalam gereja Tuhan, lebih dari Agustinus. Itu sebabnya kalau Saudara mempelajari tulisan dia, Saudara akan menemukan begitu banyak bijaksana yang dia pikirkan sendiri karena dia pernah bergumul tentang bagaimana mengenal Tuhan. Agustinus diubah, kalau kita lihat hidup dia sebelum berubah dengan sesudah bertemu Tuhan, Saudara akan melihat orang ini seperti tidak mungkin dipertobatkan, maka kemungkinan Tuhan mengubah orang ini dialami Agustinus.
Sebelum Agustinus sudah dialami oleh Paulus. Paulus sendiri sadar “saya disiapkan Tuhan meskipun saya jahat. Waktu Tuhan bertemu saya, langsung mengutus saya. Mengapa Tuhan berani langsung mengutus saya? Apa tidak mau tunggu dulu, tidak mau beri waktu dulu, siapa tahu saya pertobatannya pura-pura, siapa tahu saya belum sungguh-sungguh bertobat? Mengapa langsung dipercayakan menjadi saksi Injil Tuhan?” Paulus tidak mengerti. Maka Paulus yang tidak mengerti justru dapat pengertian bahwa kalau Tuhan mengubah orang tidak ada apapun dapat menghalangi. Orang yang diubah oleh Tuhan akan disempurnakan oleh Tuhan, dibimbing dan dipakai oleh Tuhan. Itu sebabnya Paulus menyadari “saya yang cemar adalah saya yang dipercayakan Injil. Saya yang cemar diberi Injil untuk saya bagikan ke orang lain. Saya adalah saksi yang harus pergi kemana pun memberitakan Injil.” Lalu kalau ditanya “kekuatan apa dari berita Injil yang kamu tahu?” Paulus akan mengatakan “sayalah bukti kekuatan Injil. Engkau mau tahu berapa kuatnya Injil? Lihat saya. Engkau mau tahu berapa perkasanya Tuhan mengubah manusia? Lihatlah saya. Saya adalah contoh sampah, orang jahat yang paling rendah, sekarang diberkati dengan limpah oleh Tuhan. Saya menjadi saksi padahal saya tadinya adalah sampah. Tahu cinta Tuhan dari mana? Dari lihat hidup saya.” Maka Paulus jadi pemberita Injil yang efektif sekali. Dia tidak omong kosong, dia mengetahui dampak Injil terhadap dirinya. Sekarang banyak orang Kristen cuma berikan dirinya omong kosong, karena sendiri tidak pernah bertobat, sendiri tidak pernah berubah, lalu bangga-banggakan sebagai orang Kristen, mau sok bersaksi kemana-mana.