Maka Saudara, di dalam Kitab Suci dibedakan ada ben, lalu ada hamba yang memang hamba. Hamba tidak bisa jadi anak, tapi anak harus jadi hamba. Apa bedanya anak jadi hamba dengan hamba jadi hamba? Bedanya adalah hamba jadi hamba, dia jadi hamba karena terpaksa, budak yang memang budak. Dia terus jadi budak. Mengapa jadi budak? Karena memang posisinya. “Apakah kamu bisa mempunyai kedudukan lain?”, “tidak bisa”, “mengapa kamu melayani tuanmu?”, “terpaksa, saya budak.” Tapi anak yang putuskan mau melayani sebagai budak, inilah anak yang sejati. Maka Alkitab membedakan ada budak ada anak. Apa bedanya anak dan budak? Bedanya anak itu bebas. Bebas dalam hal apa? Waktu dia melayani, dia melayani karena cinta kasih. Budak kerja di ladang karena disuruh, “saya budak.” Anak kerja di ladang, karena cinta kepada papa, cinta kepada keluarga ini. Maka anak yang menghambakan diri adalah anak yang digerakkan oleh cinta kasih.

Ini kunci untuk mengerti, raja yang rela memperhamba diri adalah raja yang penuh cinta kasih, “karena saya mencintai, saya melayani.” Hamba yang tidak bisa lain selain melayani adalah hamba yang cuma tahu melayani. Ketika Saudara mengatakan “saya tidak mau jadi hamba, saya tidak mau melayani”, ini tandanya engkau bukan anak, engkau bukan kedudukan tinggi. Engkau terus ada dalam kondisi rendah, tapi tidak sadar. Alkitab memberikan pandangan yang tidak bisa disanggah sama apapun, kalau engkau tinggi, engkau rela menjadi hamba. Karena kedudukan tinggi rela memperhamba, ini adalah kedudukan yang digerakkan oleh cinta untuk merendahkan diri.

Yesus tidak dipaksa menjadi manusia. Di dalam kesepakatan dari Bapa, Anak dan Roh Kudus kesepakatan ini kesepakatan out of love. Agustinus mengatakan komunikasi antar Tritunggal adalah komunikasi kasih yang sempurna, tidak ada paksaan, tidak ada ancaman, tidak ada apapun selain kasih antara komunikasi Bapa dan Anak yang disatukan oleh Roh yang adalah kasih adanya. Maka Allah adalah kasih. Allah mengomunikasikan kasih, Allah membicarakan kasih, Allah digerakkan oleh kasih. Maka ketika Sang Anak turun jadi manusia, tidak ada intimidasi, tidak ada tawaran yang menggiurkan “kalau kamu turun, nanti ditinggikan lagi”, tidak ada, hanya ada dorongan kasih. Sang Anak turun jadi manusia bukan karena terpaksa, maka Dia Anak yang mulia. Mengapa mulia? Karena Dia punya kedudukan tinggi tapi out of love, digerakkan oleh kasih Dia turun ke dalam dunia dan Dia menjadi manusia, menjadi hamba.

Maka siapa rela jadi hamba, dia adalah orang yang sudah mengerti apa itu kasih. Siapa yang tidak mau saling melayani, tidak mau melayani sesama, dia tidak mengerti apa itu kasih. Tapi Alkitab menyatakan yang paling mungkin kurang dari seseorang adalah dia kurang mencintai, dia kurang punya jiwa menjadi hamba. Sudah berapa banyak orang yang sudah Saudara layani? Waktu Saudara kerja apakah Saudara kerja demi uang atau demi melayani yang lain? Kalau seorang hamba Tuhan berkhotbah, hamba Tuhan itu mengatakan “saya berkhotbah supaya dibayar”, itu hamba Tuhan yang tidak beres.

Maka siapa punya jiwa melayani, dia mengerti cinta kasih. Siapa belum tahu melayani, dia belum mengerti apa itu cinta kasih. Dan di dalam Kitab Suci, cinta kasih justru memamerkan posisi tinggi dengan cara melayani. Kristus adalah Allah yang mencintai dunia ini, maka Dia diutus oleh Bapa yang adalah juga Allah, satu Allah tiga pribadi. Pribadi Kedua diutus oleh Pribadi Pertama, Dia jadi manusia karena cinta kasih, Dia melayani karena cinta kasih.

Ketika Paulus tahu cinta kasih Tuhan, langsung dia sadar, “saya selama ini salah kenal Tuhan. Tuhan Yesus yang saya benci, gereja yang saya aniaya, sekarang menunjukkan diri kepada saya dan mengundang saya masuk ke dalam gerejanya.” Paulus dalam perjalanan ke Damsyik dibutakan oleh pameran kemuliaan Kristus. Paulus jadi buta, Paulus langsung tahu “something wrong with me, ada yang salah dengan saya.” Mengapa salah? “Karena ketika kemuliaan Tuhan dinyatakan mengapa saya buta?” Mengapa itu problem? Karena di dalam Kitab Suci, terutama di dalam Kitab Yesaya, dikatakan Israel yang buta adalah yang dibuang oleh Tuhan. “Kamu buta, tidak bisa melihat kemuliaan Tuhan, maka kamu saya buang”, sekarang Paulus heran “mengapa saya buta? Saya lihat Tuhan lalu saya buta, apa yang salah dengan saya? Apakah saya sedang dibuang, apakah saya orang berdosa yang tidak bisa melihat kemuliaan Tuhan?” Maka Paulus berseru di tengah kebutaannya, “siapakah Engkau Tuhan?”, Paulus begitu kaget ada Allah menyatakan diri dengan terang. Lalu dia bertanya “siapa Engkau? Kalau Engkau Allah yang kusembah, mengapa aku buta? Apakah aku tidak diizinkan mengakses kemuliaanMu dan menyembah Engkau?” Tapi Allah mengatakan “butalah kamu”, lalu Paulus jadi buta. Setelah buta Paulus tanya “siapa Engkau?”, dan Tuhan menjawab “Akulah Yesus yang engkau aniaya.” Dalam satu kalimat pendek itu Tuhan memberi anugerah besar sekali kepada Paulus, karena Tuhan pamerkan sekaligus kamu orang berdosa sekaligus Tuhan menyatakan cinta kasih. Tahu dari mana Paulus disebut orang berdosa? Karena dia buta. Dia tidak bisa melihat kemuliaan Tuhan.

« 5 of 9 »