Perkataan Paulus mungkin membuat kita bingung, karena dia mengatakan “bagi saya dipenjara oke, dilepas oke, dihukum mati oke”, Saudara pernah wawancara orang seperti ini? “Selamat siang Pak Paulus, kami dari Reformed 21, kami ada program wawancara para martir. Bagaimana perasaan bapak?”, Paulus mengatakan “aku bersukacita dan harap engkau juga bersukacita bersama dengan aku”, “rohani sekali jawabannya pak”, “rohani karena di dalam Kristus engkau memberikan buah senantiasa”. Jawaban Paulus selalu mirip Surat Paulus, karena orangnya sama. Wartawan tanya lagi “tapi bapak pasti tidak suka dipenjara”, Paulus akan mengatakan “siapa yang suka dipenjara? Namun aku bersukacita”. Mengapa bersukacita? “Karena di tempat ini pun aku melihat Tuhan tetap bekerja. Aku lihat Tuhan bangkitkan orang mengabarkan Injil, aku melihat Tuhan menyadarkan banyak orang. Pemenjaraanku berarti akan ada kebangunan Injil, maka aku bersukacita”. Lalu apa yang kamu kerjakan di penjara? “Saya memberi buah. Di penjara saya berusaha mengekspresikan hidup baru saya. Dilepas dari penjara, kembali ke Jemaat Filipi atau ke jemaat manapun, saya akan kembali hadir memberi buah”. Memberi buah itu apa? Hadir dengan mode hidup yang sudah ditebus. Simpel, apa memberi buah? Hadir dengan mode hidup yang sudah ditebus. Lalu Paulus mengatakan “saya akan senang kalau dilepas, karena itu berarti bagi saya bekerja memberi buah”. “Pak, mau kalau pertanyaan saya buruk, seumpama tidak dilepas, seumpama dihukum mati bagaimana?”, Paulus mengatakan “ya sudah, saya menikmati mengekspresikan diri bersama Kristus di surga”, “jadi mati pun tidak apa-apa?”, “itu keuntungan”, “hidup?”, “hidup adalah Kristus”, “kalau dilepas?”, “kerja memberi buah”, “kalau tidak dilepas?”, “memberi buah dalam penjara”. “Kalau dihukum mati?”, “menikmati buah bersama dengan Kristus”. “Apa yang engkau tidak suka?”, “yang saya tidak suka adalah kalau orang tidak sadar betapa menyenangkannya jadi orang Kristen”, ini jawaban menyenangkan sekali. Kalau ini benar ada wawancaranya, langsung tayang di Refromed 21, bisa ditonton satu juta, karena wawancara Paulus.
Jadi ini yang Paulus katakan “saya hidup di dunia ini bekerja memberi buah. Saya dipenjara, saya tetap mengekspresikan buah, hidup yang baru di dalam Tuhan. Kalau saya dihukum mati, saya menikmati hadir bersama dengan Tuhan. Yang mana ysng harus kupilih, saya tidak tahu. Kalau boleh saya bersama Kristus saja, karena berarti pekerjaanku sudah selesai, saya bisa pulang, menikmati bersama dengan Tuhan”. Kalau belum pulang bagaimana? Hidup lagi mengekspresikan diri. Maka Paulus mengatakan di ayat 23 “saya didesak dari dua pihak. Saya ingin pergi dan berdiam bersama dengan Kristus, itu memang jauh lebih baik”. Mengapa jauh lebih baik untuk pergi bersama dengan Kristus? Apakah Paulus sudah putus asa dan mengatakan “saya mau mati saja”. Saudara ada dua perbedaan yang ekstrem yang dua-duanya tujuannya sama, orang yang pahit dengan hidup, orang yang sudah mengalami keadaan depresi dan tidak lagi mau hidup, dengan orang yang penuh sukacita. Dua-duanya senang mati. Orang sudah putus asa mau mati, orang menyukai Kristus juga mau mati, sama-sama mau mati. Kalau begitu apakah orang yang suka Kristus itu depresi semua? Paulus ketika ditanya “mengapa engkau lebih suka bersama dengan Kristus?”, dia jawab “saya kesal sama hidup, teman-teman meninggalkan saya. Lalu saya hidup sendirian”, kita tidak tahu apakah Paulus istrinya meninggal atau dia ditinggalkan istrinya. Karena dia anggota Sanhedrin, anggota Sanhedrin adalah laki-laki beristri. Jadi Paulus pernah punya istri. Lalu mana istrinya? Sudah matikah atau meninggalkan Paulus karena Paulus jadi Kristen? Tidak pernah dicatat, kita tidak tahu. Paulus mengatakan “saya tidak ada nyonya”, mungkin sudah mati atau ditinggalkan, “saya tidak ada teman, teman-teman semuanya palsu, marah-marahin saya lalu menghianati saya. Saya tidak suka hidup, mau mati saja”, apakah begitu? Bukan, yang menikmati Kristus mengatakan “bagi saya hidup atau mati tidak mungkin pisah dari Kristus”. Maka orang yang cinta Tuhan lebih suka mati. Mengapa lebih suka mati? Bukan lebih suka mati karena lelah terhadap hidup, lebih suka mati karena menemukan Kristus yang mencintai dia, ingin melihat Kristus. Ini hikmat yang tidak dimiliki oleh dunia. Dunia mempertahankan hidup dengan menjaganya mati-matian supaya tidak mati. Tapi orang yang di dalam Kristus, menjaga mati-matian dekat dengan Kristus, “apapun yang terjadi saya mau dekat Kristus”. Saudara saya mau tanya, engkau lebih suka hidup dan jauh dari Kristus atau lebih suka cari Kristus, mendekat Dia meskipun risikonya mati? Saya beri tahu, bahagialah engkau yang lebih pilih dekat Kristus meskipun risikonya mati. Bahagialah engkau yang menilai mendapatkan Kristus jauh lebih penting dari pada mempertahankan hidup.
Di pandemi banyak orang sangat takut kalau hidupnya hilang, sangat takut kalau orang mati. Saya tidak mengatakan kita harus abaikan pandemi, tetapi kalau kita mengabaikan Tuhan demi pandemi, itu jauh lebih tidak tepat. Di awal-awal pandemi kita belum tahu covid ini seperti apa, lalu Tim Aksi Kasih menyatakan pekerjaan yang sangat baik, mengirimkan bantuan untuk rumah sakit. Karena rumah sakit mengalami kekurangan, tapi dari Tim Aksi Kasih ada orang-orang yang punya jalur karena memang usaha untuk suplai barang, punya jalur untuk datangkan barang. Jalurnya bisa dipakai untuk datangkan barang ke semua tempat secara cepat. Dan Tim Aksi Kasih memutuskan “kami akan bagikan gratis supaya orang tahu ini bukan menimbun lalu membagikan untuk keuntungan”. Akhirnya kita distribusikan ke mana-mana, termasuk di Bandung. Lalu di Bandung ditanya “siapa PIC yang akan antar ke rumah sakit? Siapa akan pergi ke rumah sakit?”. Saya mesti mengatakan harus saya, saya tidak bisa minta orang lain ambil risiko dulu, saya dulu ambil risiko, “ya sudah, saya akan antarkan”. Mengapa saya yang mengantarkan? Karena saya jadi pemimpin, saya tidak boleh lari dari risiko. Kemudian saya ambil barang-barang, diantar oleh nyonya saya. Saya yang turun untuk distribusikan barang ke rumah sakit, baru saya sadar satu hal, kita semua cari jarak aman dari pandemi ini, tapi para petugas rumah sakit, dokter dan lain-lain tidak punya pilihan selain terjun merisikokan diri. Saya bertemu dengan salah satu dokter dari jemaat kita, kemudian saya temui dia, dia mengatakan “pak, saya beritahu ini jalur untuk orang yang akan karantina, jadi sebaiknya jauh-jauh dari sini”. Lalu saya tanya ke orang ini “bapak setiap hari bersentuhan dengan kondisi yang parah ini?”, di awal-awal parah sekali, bahkan lebih parah lagi ketika varian Delta. Dia mengatakan “iya, memang kondisinya parah. Doakan kami, doakan kami supaya kami terus dipakai Tuhan”. Saya distribusikan barang itu, kemudian pulang. Lalu pikir-pikir lagi apa yang Tuhan mau latih di pandemi ini? Tuhan mau melatih kita punya pengertian yang benar-benar berhikmat yaitu meletakkan pandemi di bawah meletakkan cinta kasih. Cinta kasih mesti di atas, pandemi mesti di bawah. Kecintaan kepada Tuhan mesti di atas, ketakutan akan hidup mesti di bawah. Jangan takut hidupmu hilang, jangan takut mati. Apakah tidak boleh takut mati? Boleh, tapi jangan taruh setara atau di atas mencintai Tuhan Yesus. Mencintai Tuhan Yesus lebih penting dari pada hidup, karena hidupmu dimunculkan artinya karena mencintai Tuhan Yesus. Mencintai Tuhan Yesus lebih penting dari aman, karena keamananmu tidak akan menjamin damai sejahtera, tetapi Kristus menjamin damai sejahteramu. Maka mari pikirkan indahnya bersama dengan Tuhan. Paulus mengatakan “karena bagitu cintanya saya kepada Kristus, saya rindu bersama-sama dengan Dia. Dialah pengharapan saya, Dialah yang saya tuju, kepada Dialah saya mau berdiam”.