Sekali lagi, buah dikeluarkan, yang pertama menikmati adalah orang yang mengeluarkan. Saudaralah orang pertama yang menikmati buah pekerjaan Tuhan lewat Saudara. Dari diri mengalir keluar, itu yang baik. Kalau dari diri yang kosong dipaksa untuk mengubah lingkungan, Saudara akan sangat sulit, menjadi pahit, menjadi hancur, menjadi lemah. Mengapa lemah? Karena saya tidak punya dasar untuk mengubah yang lain, saya sendiri tidak menyukai Tuhan, bagaimana saya bisa membuat orang lain menyukai Tuhan? Saya sendiri tidak senang mengikuti Tuhan, bagaimana aku bisa berbagian di dalam Tuhan memakai diri saya untuk mengubah orang lain? Ini tidak bisa dilakukan. Karena ini tidak bisa dilakukan, saya tidak mungkin menghasilkan buah. Dan karena saya tidak menghasilkan buah, saya usaha mengubah, makin lama makin hancur, makin lemah dan akhirnya hilang. Banyak orang pahit kepada Kekristenan, banyak orang yang tadinya rajin melayani menjadi begitu putus asa dan mengatakan “kalau begini caranya saya tidak mau jadi Kristen terus. Saya sudah tidak mau lagi melayani. Saya pahit sama gereja, saya pahit sama persekutuan, saya pahit sama hamba Tuhan, saya kepahitan di mana-mana, semua pahit”. Akhirnya saya dengan penuh kepahitan mengatakan “sudahlah, saya tidak mau melayani Tuhan dulu. Saya mau jadi anggota pasif dulu di gereja”. Apa itu anggota pasif? Artinya anggota penuh kepahitan, maka saya tidak mau bertindak, saya jadi pasif. Jadi pasif itu  pahit pasif, “saya pahit maka saya jadi pasif”. Saudara pahit, Saudara tidak bisa menghasilkan buah karena Saudara akan mengekspresikan kepahitanmu senantiasa. Kalau ditanya orang “bagaimana jadi orang Kristen?”, “apa itu Kristen?”, “bagaimana bergereja?”, “saya terpaksa datang. Saya tidak suka ke gereja. Orang lain tidak suka sama saya, saya juga tidak suka sama mereka. Pokoknya kita saling menunjukkan ketidaksukaan”. Makanya datang cemberut dan pulang lebih cemberut lagi. Waktu antre keluar lebih cemberut lagi karena ternyata antrian panjang. Makin cemberut makin tidak ada buah. Terus bagaimana menghasilkan buah? Saudara dulu menikmati, Saudara dulu senang jadi orang Kristen, Saudara dulu penuh dengan kesukaan. Kesukaan itu dibangun dengan cara apa? Kita selalu membangun kesukaan dengan cara yang bersifat temporal, sementara, kesenangan sementara. Misalnya saya mau menikmati Tuhan, saya coba cari apa yang Tuhan sudah kerjakan dalam hidup saya pribadi yang saya senangi. Tapi kalau cuma begini pekerjaan yang Tuhan kerjakan dalam diri Saudara, seringkali gagal Saudara lihat karena Saudara tidak mengerti pekerjaan apa yang harus dilihat dari Tuhan. Kalau Saudara mengatakan “pekerjaan Tuhan yang baik itu kalau membuat saya kaya”, maka kesaksian Saudara adalah kalau tambah kaya tambah senang Tuhan. “Puji Tuhan, Tuhan baik”, “tahu dari mana Tuhan baik?”, “gajiku bertambah”. “Tuhan memang baik” Ini berarti saya punya pandangan sempit tentang Tuhan, kalau gaji Saudara diturunkan atau bahkan Saudara dipecat, bukan karena Saudara yang salah, kalau karena salah berarti salah sendiri. Tapi Saudara dihantam oleh atasan, difitnah oleh teman, akhirnya Saudara dikeluarkan. Saudara sangat sedih dan mengatakan “saya tidak punya pekerjaan, mesti cari lagi”. Lalu ketika cari, dapat pekerjaan gajinya kecil. Apakah berarti Tuhan berhenti baik? Berarti baik buruknya Tuhan itu tergantung naik turunnya gaji. Lalu gajimu besar, tapi terjadi inflasi atau bahkan krisis keuangan, apakah ini berarti Tuhan kurang baik? Tuhan baik kalau uang banyak, Tuhan kurang baik kalau uang berkurang. Puji Tuhan kalau Dia berikan berkat kekayaan. Tidak puji Tuhan kalau Dia tahan berkat kekayaan. Ada orang akan bersyukur kepada Tuhan karena kekayaan yang diberikan, ada orang yang sangat kepahitan kepada Tuhan karena tidak berikan kekayaan. Mengapa semiskin itu kita menilai Tuhan? Ada hal yang sangat menarik yang Pdt. Stephen Tong katakan, orang yang cuma pikirkan kekayaan adalah orang miskin, ini ironis. Cuma tahu uang adalah orang miskin, “tidak pak, yang tahu uang itu orang kaya.” Salah. Yang cuma tahu uang itu orang miskin. Karena begitu banyak hal jauh lebih penting dari uang. Waktu Elon Musk diwawancara “uangmu ada berapa banyak?”, dia mengatakan “tidak tahu”, “keren ya bisa tidak tahu uangnya. Mengapa tidak tahu?”, “karena saya cuma tahu uangnya cukup untuk membiayai proyek roket, saya cuma tahu uangnya cukup untuk membiayai bor, saya cuma tahu uangnya cukup untuk membiayai riset mobil listrik, itu saja yang saya tahu”, jadi uangnya dia tahu cukup karena digunakan untuk cita-cita dia, digunakan untuk pengembangan dari apa yang dia kejar. Maka sebenarnya dia sedang mengatakan uang tidak sepenting apa yang saya mau kejar, “kan yang kamu kejar perlu uang”, betul, itu orang bijak. Orang bijak adalah orang yang pakai uang untuk kejar cita-cita, bukan orang yang pakai cita-cita untuk kejar uang. Ini pengertian yang harus dibalik, saya tidak mengatakan uang tidak penting, tapi uang justru penting untuk mendukung hal yang lebih penting. Saudara punya uang dipakai untuk hal lebih penting itu jauh lebih penting. Saya punya uang dipakai untuk hal lebih penting, itu jauh lebih penting. Saya dulu waktu awal datang ke Bandung, saya doa kepada Tuhan, “Tuhan, berikan Bandung tempat lebih baik daripada cuma ruko”, bukan berarti tempat ini buruk, cuma tempat ini seperti ini. Saya berdoa, “Tuhan, berikan tempat yang lebih baik”. Mengapa perlu tempat lebih baik? Karena kita perlu tempat ibadah, hanya itukah? Tidak juga, saya mulai pikir apa alasan harus ada tempat lebih baik. Lalu saya doa, kemudian mulai dapat pengertian dari baca buku, satu buku yang benar-benar menggugah saya adalah dari Roger Scruton, seorang filsuf Inggris, dia bukan orang Kristen, dia mengatakan ini. Lalu Calvin Servet, seorang teolog Kristen juga mengatakan hal yang sama. Mereka berdua mengatakan, ini dalam buku yang terpisah, bahwa bangunan yang bagus itu membuat orang menghidupi kehidupan di kota dengan lebih baik. Mengapa orang bisa senang? Karena jalan-jalan di kota yang berisi bangunan baik. Kalau jalan di tempat yang buruk, penuh coret-coretan, penuh bangunan yang cuma fungsional tidak ada keindahan, lama-lama orang bisa stress. Ternyata bangunan baik di sebuah kota itu penting. Maka saya mulai doa “Tuhan, kalau bisa kita dapat bangunan lebih indah”. Saya lihat tempat di depan komplek ini, ada tempat yang lumayan agak bagus, saya pernah doakan “Tuhan, berikan tempat ini”, ternyata Tuhan jawab “tidak, Aku berikan tempat lebih bagus lagi”. Beli tanah, lalu bangun, Pak Tong yang desain. Setelah akhirnya mungkin beli tanah, lalu ada desain dari Pdt. Stephen Tong, saya bersyukur ternyata yang saya minta dikabulkan Tuhan lebih lagi dari yang saya minta, saya mintanya terlalu kecil, seolah Tuhan mengatakan “mengapa kamu minta kecil? Minta lebih besar, minta bangunan lebih bagus”. Tapi minta bangunan lebih bagus, uangnya juga lebih banyak. Maka saya berpikir kalau saya tekun berdoa, saya juga mesti tekun simpan uang untuk janji Iman. Harap ketika saya janji iman, saya juga bisa menggerakkan orang janji iman. Tapi saya tidak punya uang, bagaimana bisa gerakan orang? Kalau saya mengatakan “saya memberi 10 miliar”, yang lain langsung tergerak, “10 miliar, saya juga akan mendukung”. Atau mungkin sebaliknya saya beri 10 miliar, yang lain mengatakan “sudah 10 miliar, saya tidak perlu ikutan”. Tapi itu 10 miliar, mana ada uang 10 miliar. Maka saya doa terus, saya pikir-pikir “Tuhan beri seberapa, itu yang kami berikan”. Tapi seberapanya tidak boleh seberapa asal-asalan. Seberapa yang kecil dalam pengertian seluruh biaya yang diperlukan, tapi seberapa itu sangat besar bagi kami. Ketika kami berbagian memberikan janji iman, yang ada bukan perasaan khawatir, bukan takut, bukan rugi, mulai berpikir “kalau uang ini pakai beli arloji, dapat berapa ya? Kalau dipakai untuk cari biji kopi yang mahal bisa dapat berapa ya? Bisa cicipi kopi yang paling bagus yang jumlahnya bisa satu gudang. Terus bagaimana? Mengapa harus diberikan? Tapi ada sukacita, tidak ada rasa menyesal. Yang ada rasa sukacita yang mengatakan “Tuhan, terima kasih karena saya boleh berbagian”. Mengapa ini menyenangkan? Karena akan ada bangunan baik yang akan dilihat orang menjadi berkat bagi orang lain. Selalu pekerjaan Tuhan itu membuat kita menginginkan hal yang keluar, membuat kita menginginkan orang lain bersukacita karena kehadiran kita. Kalau saya boleh berbagian, saya berbagian di dalam pekerjaan Tuhan yang melimpah yang akan memberkati orang lain. Maka di dalam diri kita Tuhan memberikan pelatihan. Pelatihan sukacita, sukacita yang bertarget, bukan sukacita yang statis. Apa beda sukacita statis dan bertarget? Bertarget itu berarti Saudara tahu apa yang akan Tuhan kerjakan dan mengapa Saudara berbagian didalamnya. Ingat contoh tadi, orang yang kerja di proyek dengan orang yang cuma kunjungan lain perasaannya, orang yang kerja di proyek setiap kali lihat progres, lihat ini sudah sesuai dengan blueprint, ini sesuai dengan desain, ini sesuai dengan time frame, semua bagus, mereka senang. Mereka mampu melihat keindahan dari balok yang baru disusun. Maka sukacita orang Kristen itu bukan sukacita statis. Mengapa Paulus sukacita di dalam penjara? Karena dia tahu timeframe-nya, dia tahu ke depan Tuhan akan kerja apa. Mengapa kita tidak bisa bersukacita? Karena kita statis, kita menonton video yang di-freeze, di-pause. Pernah nonton film? Saudara pause di tengah-tengah lalu Saudara lihat terus. Saudara kesal mengapa jagoannya tidak kunjung menang? Karena Saudara pause, jagoannya pun beku. Saudara coba jalankan videonya, Saudara akan lihat videonya jalan terus, jangan freeze hidupmu. Saudara mengatakan kepada Tuhan, “Tuhan mengapa hidup saya seperti ini? Terus bagaimana?”, Tunggu Tuhan kerja, yang kamu kerjakan sekarang kerjakan untuk mengekspresikan dirimu yang baru. Setiap kali Saudara mengekspresikan hidup barumu, Saudara tidak mungkin tidak dipakai Tuhan untuk mengubah lingkunganmu. Maka biar kita belajar memberi buah dengan melihat apa yang Tuhan mau kerjakan secara besar. Lalu mengapa bagian kita signifikan meskipun kecil? Karena bagian kita berkait dengan pekerjaan besar yang Tuhan mau kerjakan.

« 6 of 8 »