(Kejadian 37: 1-11)
Sadar atau tidak sadar hidup kita dikelilingi oleh banyak cerita. Saudara dikelilingi oleh cerita apa? Pasti televisi, berita, atau WhatsApp. Ternyata berita itu mempengaruhi hidup kita. Atau sebagian besar dipengaruhi cerita lain yang kita pilih sendiri, misalnya film, Saudara bisa memilih mau nonton film apa. Kalau Saudara sering nonton serial kungfu yang ratusan seri, Saudara akan dipengaruhi cara pikir yang sedikit tidak banyak, disadari atau tidak disadari pasti akan mirip, karena ietu cerita yang masuk di dalam hidup kita. Atau Saudara dikelilingi dengan serial korea, pasti Saudara akan terpengaruh dengan itu, paling tidak rambut Saudara jadi mirip, atau Saudara bisa pilih baju yang mirip juga. Jadi kita tidak bisa mengatakan cerita yang berseliweran itu tidak ada pengaruhnya, pasti ada, cuma masalahnya apakah kita sadar atau tidak sadar, kita terima atau tidak terima dipengaruhi itu. Ada juga yang dipengaruhi oleh cerita hidup kita sendiri hari demi hari. Tapi ada juga yang dipengaruhi oleh mitos, atau tradisi, kalau ke rumah duka tidak boleh pakai baju warna apa, tidak boleh bawa apa, pulang mesti melakukan apa. Kita mungkin tidak percaya, tapi ada sebagian orang yang tidak percaya tapi tetap melakukan. Tidak tahu kenapa tapi tetap melakukan saja. Sayangnya meskipun kita orang Kristen, cerita yang majorly mempengaruhi kita sepertinya bukan Alkitab. Berapa banyak Saudara dan saya dipengaruhi cerita Alkitab? Cerita Alkitab ada pengaruhnya tapi mungkin kita kategorikan itu sebagai mitos. Ceritanya baik, ada moral story-nya, kita anggap itu mitos. Harap itu salah, supaya kita menjadi orang Kristen yang sungguh.
Di dalam melihat bagian-bagian cerita apa yang Saudara dan saya alami di dalam dunia ini, saya mau kita berpikir secara tata surya, pakai ilustrasi ini. Ilustrasi ini dari Buku Seks dan Supremasi Kristus, tulisan John Piper, dia tidak membahas cerita ini. Tapi yang dia bahas tentang satu pikiran bagaimana kita memuliakan Tuhan. Di Reformed sering kali menemukan slogan God centered life, kita bukan man centered, tapi God centered, bagaimana prakteknya? John Piper memberikan satu ilustrasi yang saya pikir sangat bagus yaitu memakai tata surya. Tata surya kita ada matahari, ada planet-planet yang berputar mengelilingi matahari, dan beberapa planet ada satelitnya. Kalau kita mau tanya, pertama kita berpegang heliosentris atau geosentris? Bumi tidak punya gaya gravitasi yang sangat kuat untuk topang seluruh planet lainnya supaya tidak jatuh. Mengapa matahari bisa? Karena matahari punya gravitasi yang sangat kuat untuk menopang Merkurius, Venus, Bumi, dan lain-lain supaya tidak jatuh. Hidup yang God centered adalah hidup Saudara dan saya harusnya mengelilingi Tuhan, kita hidup diciptakan untuk mengelilingi Tuhan. Lalu hidup kita yang mengelilingi Tuhan sudah disediakan cerita-cerita yang mengelilingi kita untuk kita bisa hidup untuk Tuhan. Seperti bumi dan bulan punya relasi pasang naik dan surut, alangkah ironisnya kalau pasang naik dan pasang surutnya hidup kita dipengaruhi oleh cerita yang bukan biblikal. Jadi cerita-cerita yang lain bisa membuat kita up and down. Kita mungkin bukan orang Kristen yang geosentris, tidak man centered, tetap heliosentris, tetap berpusat pada Tuhan, pertanyaan kedua adalah cerita apa yang mengitari Saudara dan saya? Kalau God centered, memang hari Minggu ke gereja, tapi cerita yang mengelilingi adalah cerita korea, dangdut, sinetron, itu masuk, atau chat di Line, WA grup, semua mengitari kita, kita akan pasang naik, pasang surut, tidak karu-karuan hidupnya karena salah satelitnyaMaka hari ini kita coba cerita-cerita apa yang supaya kita mendapat satu pengertian what is God centered life itu seperti apa breakdown-nya, jangan kita cuma berani berslogan “saya berpusat kepada Tuhan”, real-nya apa? Tidak tahu, meskipun setiap Minggu ke gereja tapi tidak ada koneksinya satu dengan yang lain.
Kejadian 37: 1-11, kita kadang bisa salah mengerti cerita Yusuf ini dengan memikirkan ini versi sinetron, ada anak yang disayang oleh bapaknya, tapi dibenci oleh saudara-saudaranya, kemudian dia dibuang dan dijahati. Tapi ini tidak demikian karena Yusuf adalah salah satu orang yang sangat God centered. Dia memulai hidupnya pada usia 17 tahun, sangat muda, dia bisa mengambil satu keputusan untuk merefleksikan apa yang menjadi sifat Tuhan. Kita tidak bisa mengatakan “Yusuf dari sananya memang baik, sedangkan saudara-saudaranya dari sananya memang jahat”, tidak ada orang yang dari sananya baik. Orang menjadi baik adalah ketika dia merefleksikan sifatnya Tuhan. Maka tidak ada dengan sendirinya kita memancarkan kebaikan kita. Pertama, kita mulai hidup dengan memancarkan kebenaranNya Tuhan. Mungkin Saudara pikir itu Yusuf, bukan kita. Saudara tidak bisa begitu, Saudara teliti kisah hidupnya Yusuf atau tokoh Alkitab yang lain, Saudara akan mendapati bahwa hidupnya tidak lebih mudah dari kita dan hidup kita tidak lebih sulit dari dia. Karena mereka menghadapi kondisi yang sama. Mari kita lihat di dalam ayat 2 dan 3, dikatakan Yusuf masih muda, biasa menggembalakan kambing domba bersama saudara-saudaranya, anak Bilha dan Silpa kedua istri ayahnya. Yusuf menyampaikan kepada ayahnya kabar tentang kejahatan saudara-saudaranya”, lalu biasanya kita kaitkan ayat ini sebagai sebab akibat, tapi itu bukan. Yusuf adalah seorang yang dari awal mengambil keputusan untuk mengatakan kebenaran. Dan cerita lainnya adalah bapaknya memang sayang kepada dia. Ini dua cerita yang berbeda. Dia memang ambil keputusan untuk menyatakan kebenaran dan menyatakan kebenaran kebenaran itu tidak mudah. Karena ketika dia menggembalakan kambing domba bersama-sama saudara-saudaranya, dan dia sudah berkomitmen “saya hanya merefleksikan sifatnya Tuhan, maka kebenaranlah yang saya bicarakan”. Maka ketika pemberian baju, Yakub memberikannya kepada Yusuf karena sayang, itu betul, tapi sisi lain adalah baju itu dalam tafsiran James Montgomery Boice, itu bukan hanya sekedar warna-warni, merknya bagus, itu adalah baju yang menandakan dia supervisor, ketonet passim, baju yang sampai mata kaki. Berani bertindak di atas kebenaran itu tidak mudah. Dan Saudara kalau lanjutkan lagi, Yusuf bermimpi, bisa saja dia diam-diam saja, tidak memberi tahu orang lain, semua tenang. Mungkin Yusuf tidak akan dijual, hidupnya tidak akan menderita. Tapi ternyata ini tidak mungkin ketika dia mengambil keputusan untuk hidup God centered. Kalau God centered harus merefleksikan apa yang menjadi sifatnya Tuhan. Kalau sifatnya Tuhan adalah kebenaran dan tidak ada di dalam Tuhan yang tidak kebenaran, maka tidak mungkin saya hidupnya menyembunyikan ketidak-benaran, tidak mungkin saya hidupnya tidak mengatakan kebenaran. Mimpi di zaman itu adalah salah satu metode Tuhan memberikan message-Nya. Sekarang tidak berlakuk lagi. Tapi pada zaman itu, mimpi adalah salah satu mode dimana Tuhan memberitahukan message-nya. Dan mimpi ini diulang dua kali, pasti akan terjadi. Saudara perhatikan mimpi-mimpi di dalam Alkitab, yang terjadi dua kali biasanya akan terjadi.”. Dan ini pasti tidak tanpa bayaran, dia berespon pasti ada bayarannya. Ketika kita hidup dalam kebenaran, maka ada dua respon yang bisa kita hidupi. Yang pertama adalah respon pasif, kita terima akibatnya. Ketika Yusuf mengatakan yang benar, dia dijahati oleh saudaranya, dijual dan sampai mau dibunuh, dan dia hanya bisa pasif. Kadang-kadang ketika kita menyatakan kebenaran kita hanya bisa pasif, kadang-kadang kita hanya bisa menerima akibatnya. Kedua adalah aktif, ketika Yusuf di rumah Potifar, dia tidak pasrah ketika di hadapan istrinya Potifar. Ketika ketidak-benaran itu mengagresi dia dan dia ada kesempatan lari, dia lari dari istri Potifar, dia melarikan diri dari kejahatan. Lalu pasal 38 memberikan satu kontras, satu orang hidupnya untuk Allah, yaitu Yusuf. Satu orang namanya Yehuda, hidupnya sangat dirinya sendiri, apa yang dia pandang baik dia lakukan dan dia kerjakan saja. Semua cerita ada konsekuensinya. Tapi masalahnya kalau Saudara heliosentris, kita tidak akan jatuh, kalau kita geosentris pasti kita jatuh. Itulah perbedaan antara kita menjalani cerita Alkitab dan bukan.
Hal berikutnya adalah Tuhan juga memberikan berkat ketika kita berjalan di dalam orbitNya. Bumi itu ada orbitnya, Saudara mau lebih dekat kepada Tuhan? Maju saja, di orbitnya Venus, Merkurius, dan yang terjadi adalah kepanasan. Atau mau menjauh dari Tuhan, keluar orbit, yang terjadi adalah kedinginan. Jadi Tuhan akan memberikan berkatNya di dalam up and down kita mengelilingi Dia, di dalam waktunya masing-masing. Tapi satu hal yang pasti, ketika terlalu percaya diri mendekat, Saudara akan collapse, terlalu percaya diri untuk menjauh, Saudara juga akan collapse. Misalnya “saya mau lebih dekat Tuhan”, ada sebagian orang yang mengejar pengalaman-pengalaman supranatural seolah dekat Tuhan, seolah akrab sekali dengan Tuhan. Saudara kalau terlalu dekat dengan Tuhan, Saudara akan terbakar. Berarti kita harus memikirkan faktor transendensi Tuhan dengan tepat. Tuhan adalah Allah yang suci, kita tidak bisa sembarangan mendekati Dia. Sama, ketika hidup mengelilingi Tuhan, kita tidak selalu lancar. Karena Tuhan pun memberikan bijaksana di dalam mengatur alam semesta. Maka sangat naif kalau kita mengatakan “saya God centered, selamanya saya akan lancar terus”, kita terlalu naif, kita belajar dari alam tidak seperti itu. Pada alam, Tuhan menyatakan bijaksanaNya, ada musim dingin yang dinginnya luar biasa, ada musim panas yang panasnya luar biasa. Dan di setiap musim ada berkatNya. Dan itulah yang Tuhan janjikan. Selanjutnya dalam pasal 39, Saudara akan melihat Yusuf ada di rumah Potifar, menjadi second person setelah Potifar, tapi beberapa tahun kemudian dia masuk penjara. Pasal 39, Alkitab sangat balance di dalam hal ini memberikan bukti yang bisa kita baca. Kejadian 39: 2-3, 21-23, dua ayat mengatakan Yusuf disertai Tuhan di rumah Potifar, dia naik pangkat terus. Dan Saudara bisa begitu, Saudara God centered dan bisa naik pangkat, itu tidak kontradiksi. Jangan pikir ikut Tuhan selalu salib, turun pangkat, tidak harus seperti itu. Kita mengikuti Tuhan di dalam seasonnya seolah kita maju terus, bisnis semuanya baik, karier melesat dan Tuhan memberkatinya. Tapi ada kalanya, mungkin, ketika musimnya sudah berganti, maka bisa terjadi ketika satu dan lain hal kebenaran pastinya, Yusuf ditangkap dan masuk ke dalam penjara. Dan di dalam penjara itu dua ayat mengatakan bahwa Tuhan menyertai dia. Maka yang bisa dinikmati dari berkat Allah adalah berkat penyertaan, Tuhan akan menyertai kita di season mana pun kita berada, di keadaan apa pun, Tuhan akan menyertai apa yang kita kerjakan, karena kita berpusat pada diriNya. Ini menjadi satu hal yang kita pirkikan bersama, karena setelah kita menikmati berkat-berkat Tuhan dan Tuhan menyatakannya, kita bisa mengambil kesimpulan-kesimpulan sementara dalam hidup yang betul. Kesimpulan akhir nanti kalau kita sudah mati. Tapi sekarang Saudara ada yang 30 tahun, 40 tahun, kesimpulan hidup Saudara apa sepanjang ini, apakah kesimpulannya salah semua atau kesimpulannya sudah mendekati kesimpulan final yang betul? Itu menjadi hal yang perlu kita pikirkan. Dan Yusuf mengalami itu setelah dia 17 tahun. 17 Tahun dia di rumah ayahnya, pasal 37, lalu dia bertemu Firaun pada umur 30 tahun menjadi second man setelah Firaun, berarti ada 13 tahun diantaranya, dia punya anak dan selanjutnya, dan hidup ini bergulir setelah mungkin dia umur diatas 30, dia bisa mendapat satu konklusi hidup yang benar, karena dia sudah memiliki hidup yang berputar kepada Tuhan. Kejadian 41:51-52, cara Yusuf memberi nama anak menjadi suatu tanda yang bisa kita baca bagaimana kesmipulan sementara dia di dalam pertengahan hidupnya. Yusuf memberi kesimpulan Manasye, artinya forget, “Allah telah membuat aku lupa sama sekali kepada kesukaranku dan kepada rumah bapaku”. Alkitab mengajarkan relativisasi terhadap anugerah Tuhan yang sangat amat besar. Ini yang membuat Yusuf bisa melupakan kesulitan-kesulitan di rumah ayahnya karena God’s grace is bigger thas his problem. Kita tidak bisa kecilkan ini dengan pura-pura kecil. Tapi Saudara dan saya kadang-kadang bersyukur karena melihat masalah orang lain lebih besar dari pada masalah kita, itu namanya kurang ajar, “syukur saya tidak seperti dia, keluarganya semuanya mati”. Bagaimana kita bisa bersyukur kalau kita masih punya keluarga dan orang lain tidak punya keluarga? Atau sebaliknya, masalah kita yang besar, masalah orang lain yang besar, “enak ya dia tidak ada masalah, suaminya baik, sedangkan suami saya cerewet”, kita akan iri hati atau kita akan kurang ajar. Bagaimana caranya menyelesaikan ini? Caranya bagaimana Saudara relativisasikan ini dengan anugerah Tuhan. Perbandingan dengan anugerah Tuhan membuat kita punya kerohanian yang sehat, kita punya belas kasihan yang sehat, kita punya ucapan syukur yang sehat. Ucapan syukur karena kita punya dan orang lain tidak punya, itu sangat tidak sehat. Karena itu bukan ucapan syukur berdasarkan perbandingan dengan anugerah Tuhan. Maka ini satu konselling Tuhan terhadap Yusuf, saya yakin Yusuf melihat anugerah Tuhan sangat besar maka dia bisa mengambil kesimpulan “kalau perbandingannya seperti ini, saya lupa semua kesulitan, karena anugerahMu begitu besar”. Lalu kalau Saudara tidak ambil jalan konseling ini, masalahnya Saudara akan jatuh segera dalam victim syndrome “saya ini apa? Saya korban”, terus begitu. Dan perhatikan, di dalam kisah apa pun korban hampir selalu kita pandang sebagai protagonis. Kesimpulan kedua dalam hidup Yusuf adalah waktu dia memberi nama anaknya yang kedua, Efraim artinya double fruitful. Dia melihat bahwa seluruh penderitaan itu ternyata ada buahnya, bukan ending tapi sebagai saluran menuju sesuatu. Jadi ini yang perlu kita pikirkan ketika kita menderita kita berpikir apa, kita ini ending segala sesuatu “tamatlah saya” atau kita berpikir bahwa ini salah satu cara untuk Tuhan mengerjakan sesuatu berikutnya, entah jadi berkat untuk orang lain atau diri sendiri atau berkat bagi apa yang kita belum tahu. Kita perbandingkan ini dengan apa yang dikatakan Paulus dalam Kolose 1:24-25 “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat. Aku telah menjadi pelayan jemaat itu sesuai dengan tugas yang dipercayakan Allah kepadaku untuk meneruskan firman-Nya dengan sepenuhnya kepada kamu”. Bahasa mudahnya saya bahasakan penderitaan kita adalah salah satu cara Tuhan membuat kita menjadi kabel sambung. Saudara kalau mau menyalakan kipas angin tapi colokannya kejauhan, Saudara membutuhkan kabel sambungan. Terkadang penderitaan kita adalah cara Tuhan membuat kita menjadi kabel sambung itu.
Kesimpulan apa yang menjadi kesimpulan akhir dari hidup seorang yang katanya memperjuangkan kebenaran. Kejadian 50:19-20 “Tetapi Yusuf berkata kepada mereka: “Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah? Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar”. Ini adalah kesimpulan yang sangat penting, Yusuf mengelilingi Tuhan lalu dia mengambil kesimpulan akhir hidupnya adalah, terakhir dari bagian ini, adalah “bahwa semua yang kamu lakukan memang jahat, tapi Allah mereka-rekakan untuk kebaikan saya. Buktinya saya menjadi perdana menteri Mesir”, Alkitab mengatakan seperti itu? Tidak. Kita juga seringkali membacanya dengan cara yang salah, bagian ini saya mau paralelkan dengan Roma 8:28 “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia”, amin. Kita potong separuh belakangnya sehingga kita selalu meskipun kelihatannya God centered, kesimpulan akhir kita tetap self-centered yang memuakan Tuhan. Ayat utuh dari Roma 8:28, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”, masih ada belakangnya yaitu rencana Allah. Jadi Roma 8:28 pastinya tidak kontradiksi dengan Kejadian 50 karena endingnya adalah rencana Allah. Yusuf mengatakan “kamu mereka-rekakan yang jahat”, itu betul karena faktanya memang mereka jahat, tapi Tuhan mereka-rekakan yang baik bukan untuk Yusuf tapi untuk sebuah bangsa yang di dalam rencana Allah. Roma 8:28 mengatakan Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, mereka bukan saya, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. God centered life.