(Kolose 1: 9-14)
Di dalam momen hidup kita sebagai orang Kristen, ada momen-momen tertentu di mana kita harus rethink our definition. Dan saya pikir mungkin ada momen tertentu, seperti ketika kita berduka kita memikirkan ulang apa itu kematian, pengharapan, hidup kekal, kebangkitan, baru terasa. Kita juga bukan orang yang kekurang pekerjaan yang setiap hari memikirkan kematian. Kalau kita me-rethink kematian setiap hari, kita mungkin perlu konsultasi, karena itu kelainan tertentu. Tapi kalau ada momen-momen dimana kita harus memikirkan beberapa poin di dalam iman Kristen kita. Kita terkadang terlalu lugu menjadi orang Kristen. Terlalu lugu karena kita mudah membawa diri kita mudah ditipu dan memungkinkan diri kita untuk ditipu, karena keluguan kita. Keluguan itu bukan polos, lugu itu artinya memegang erat definisi lama yang sudah kita anggap benar dan tidak pernah memikirkan ulang sehingga kita berpegang pada itu mati-matian dan ketika ada satu momen yang sangat krusial, kita tidak punya kecukupan tenaga untuk berdiri. Kita mungkin jadi Kristen mulai kecil, dari Sekolah Minggu kita dididik baik-baik, kita seolah-olah bertumbuh memegang iman Sekolah Minggu kita secara lugu. Saya tidak mengatakan iman Sekolah Minggu kita salah, tapi iman Sekolah Minggu kita tidak cukup ketika Saudara mulai beranjak 20 tahun, 30 tahun, 40 tahun, masuk ke dunia akademik, iman Sekolah Minggu tidak cukup kuat untuk memberikan satu payung yang besar untuk menjawab semua kemungkinan masalah yang ada di dunia ini. Oleh karena itu saya mengajak kita berpikir ulang apa yang kita pikir sudah tahu, karena Francis Bacon mengatakan small knowledge is a great danger, dan saya pikir itu betul. Karena kalau kita disuruh rethink, tapi tidak ada yang di-think, Saudara mau think apa? Memang itu tidak mungkin, karena kita tidak mungkin kosong, kita pasti ada sistem kepercayaan tertentu yang kita bawa, entah itu dari keluarga, society, dari teman, dan itu sistem kita. Maka ketika kita rethink, pikir-pikirnya masih di lingkaran ini, Saudara akan disitu-situ saja, bahkan tidak menemukan jalan keluar sama sekali, karena tidak ada option. Rethink salah satunya adalah membandingkan, ada ini dan ini. Kita tidak pernah membuka komparasi terhadap firman, mau rethink apa? semua sejenis, maka kita putar-putar disitu seperti reinkarnasi. Kita tidak siap me-rethink banyak hal dalam pengertian kita, di dalam teologi kita. Saya di sini tidak meninggikan rasio, tapi saya mau kita bersama-sama bertanggung jawab, kasihi Tuhan Allahmu dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap akal budi, dengan segenap kekuatan. Itulah yang harus kita pikirkan.
Saya akan mengajak untuk melihat definisi umum, dari Mesir dibebaskan dari dosa, ditebus, diselamatkan. Kita akan baca dari Kolose dan kita me-rethink kembali, Kolose 1:9-14. Kata yang dipakai di sini, di ayat 13 “Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan”, kata melepaskan seperti ketika Allah melepaskan orang Israel dari perbudakan Mesir dan juga kata yang sama dipakai ketika Allah membawa pulang orang-orang dari pembuangan di Babel kembali ke Yerusalem untuk membangun Bait Allah. Jadi dari sini kita akan memikirkan ulang apa namanya melepaskan dari kuasa kegelapan dan memindahkannya ke dalam Kerajaan AnakNya, di ayat 12 akhir dikatakan Kerajaan Terang. Kita mungkin beberapa dari kita yang berpikir tentang kuasa gelap itu seperti dukun, jimat, cari orang pintar, hari baik tanggal berapa, fengshui, itu yang dimaksud kuasa gelap dan kita merasa diri kita tidak seperti itu. Atau kita berpikir kuasa gelap itu seperti dosa mabuk, judi, main perempuan, pornografi, obat-obatan, kalau merasa diri tidak seperti itu, berarti tidak terlalu kuasa gelapnya yang ada pada diri. Kalau begitu apa yang krusial? Kita dari kuasa gelap ke Kerajaan Terang hanya take it for granted, tahu kalau manusia tidak bisa menyelamatkan diri sendiri maka perlu dibawa dari kegelapan menuju terang, “terima kasih Tuhan atas anugerahMu”, cuma seperti itu? Kalau kita berpikir seperti itu berarti terlalu over-simplify. Kalau kita lihat di dalam kata yang dipakai memindahkan dari kerajaan gelap menuju Kerajaan Terang, dipakai kata melepaskan, mengeluarkan orang Israel dari Mesir menuju ke pembebasannya, maka kita harus tahu apa yang terjadi di dalam perbudakan di Mesir. Kita seringkali mengurung perbudakan di Mesir sebagai physical persecution, dimana itu memang terjadi di Alkitab, di Kitab Keluaran awal, orang Israel memang berseru-seru kepada Tuhan karena beratnya perbudakan, mereka dikuasai oleh pemerah, mereka disuruh membuat batu bata dan lain-lain, itu memang memberatkan dan memang physical. Tapi kalau kita mengatakan physical, kita agak susah, kita tidak terlalu physical dalam kuasa dosa, kita tidak dapat ancaman kalau tidak kerja maka tidak dapat uang, mungkin tidak terlalu seperti itu. Jadi kita terlalu merasa perbudakannya seperti apa.
Yang saya mau kita sama-sama lihat adalah bagian pertama, every physical persecution will lead us to spiritual persecution. Apa yang menjadi perbudakan 430 tahun orang Israel di Mesir? Apakah orang Israel itu diperbudak dosa, main judi terus, saling mengkhianati, saling berzinah selama 430 tahun? Tidak. Apa yang terjadi di dalam perbudakan? Mereka hidup tanpa Tuhan, tanpa beribadah, itulah perbudakan. Mereka bekerja dengan rajin, dengan etos kerja yang baik, dengan kualifikasi kualitas batu bata yang baik, mereka menghasilkan produk yang baik. Tapi Alkitab mengatakan mereka berada dalam perbudakan dosa. Perbudakan dosa adalah Saudara dan saya masuk ke dalam satu sistem dunia yang berdosa ini dan kita tidak ada kesempatan untuk beribadah kepada Allah yang sejati. Mari kita lihat beberapa ayat di dalam Keluaran 5:1, “Kemudian Musa dan Harun pergi menghadap Firaun, lalu berkata kepadanya: “Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Biarkanlah umat-Ku pergi untuk mengadakan perayaan bagi-Ku di padang gurun”. Keluaran 7:16, “Dan katakanlah kepadanya: TUHAN, Allah orang Ibrani, telah mengutus aku kepadamu untuk mengatakan: Biarkanlah umat-Ku pergi, supaya mereka beribadah kepada-Ku di padang gurun; meskipun begitu sampai sekarang engkau tidak mau mendengarkan”. Keluaran 8:1, “Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Pergilah menghadap Firaun dan katakan kepadanya: Beginilah firman TUHAN: Biarkanlah umat-Ku pergi, supaya mereka beribadah kepada-Ku”. Keluaran 10:3, “Lalu Musa dan Harun pergi menghadap Firaun dan berkata kepadanya: “Beginilah firman TUHAN, Allah orang Ibrani: Berapa lama lagi engkau menolak untuk merendahkan dirimu di hadapan-Ku? Biarkanlah umat-Ku pergi supaya mereka beribadah kepada-Ku”. Kita berada dalam sistem perbudakan ketika kita hidup mungkin sangat baik, mungkin sangat elegan, mungkin punya etos kerja yang baik, mungkin punya sistem value di dalam masyarakat yang lumayan oke, tapi kita tetap di dalam perbudakan ketika kita tidak mengerti bahwa kita bekerja mengerjakan tanah ini bukan untuk Tuhan. Kita tidak punya kesempatan untuk beribadah, memberikan persembahan kepada Allah yang sejati, ini namanya perbudakan dan ini namanya perbudakan dosa, perbudakan kuasa kegelapan. “Saya usahanya wajar, tidak pakai pesugihan, saya kerja dengan baik, mengatur toko dengan baik, saya pakai HRD terbaik, saya pakai sistem komputerisasi terbaik. Apa salahnya?”, apa yang ada dalam perbudakan kuasa gelap? Ketika Saudara kerjakan itu pagi siang malam dan tidak pernah concern siapa yang namanya Allah sejati, Saudara tidak pernah concern bagaimana beribadah kepada Allah yang sejati. Tahunya siang sore malam kejar omzet, seperti orang Israel di Mesir, dikejar omzet batu bata, kualitas harus bagus, semua harus prime. Kelihatannya begitu sempurna tapi kita berada di dalam perbudakan spiritual yang mengerikan yaitu ketika kita berada di dalam perbudakan tidak bisa beribadah kepada Allah. Maka ketika Musa diutus menghadap Firaun, Musa tidak mengatakan “Firaun, coba mereka diberi hak asasi manusia, jam kerjanya diperpendek, beri gaji yang bagus, beri makan yang bagus, beri tunjangan kesehatan”, itu bukan menjadi komplain Musa atau perintah Tuhan ketika Musa menghadap Firaun. Yang diperintahkan berkali-kali, kalau Saudara baca referensi berulang-ulang adalah let my people go to the wilderness to worship Me. Maka Saudara dan saya harus mengerti kita dikeluarkan dari perbudakan adalah ketika kita bisa memiliki satu hati untuk beribadah kepada Allah yang sejati. Dan itu perlu pengeluaran secara ekstrim, orang Israel pun dikeluarkan secara ekstrim dari perbudakan Mesir. Seringkali kita menganggap ada Tuhan dan tidak ada Tuhan, bedanya cuma setipis kertas. Memang tidak kelihatan, yang terlihat sukses bukan berarti ada Tuhan, dan yang terlihat gagal bukan berarti ada Tuhan. Karena di dalam Alkitab dikatakan Tuhan memberikan hujan kepada orang baik dan orang fasik, Tuhan memberikan matahari bagi orang baik dan orang fasik. Jadi kalau Saudara dan saya menilai berkat itu dari Tuhan dan yang jelek dari setan dan itu untuk yang tidak percaya Tuhan, Saudara salah. Karena teologi kita tidak mengatakan seperti itu. Yang beda adalah dedikasi hati. Beda dedikasi itu beda total. Saudara dedikasi ke suami atau dedikasi ke istri dengan dedikasi ke pria lain atau wanita lain itu beda total. Dari dalam hati itu menentukan Saudara menyenangkan Tuhan seumur hidup atau mengkhianati Dia seumur hidup. Maka tidak bisa dibilang beda tipis, karena mungkin secara mata melihat, tapi Tuhan melihat dari dalam hati. 430 tahun di dalam perbudakan Mesir itu memimpin kemana? Memimpin kepada orang Israel akhirnya menikmati keadaannya diperbudak dengan sangat ahli. Karena mereka sangat sulit untuk dikeluarkan.
Jangan bilang Saudara dan saya terjebak di dalam perbudakan ini dan mudah dikeluarkan, tidak. Saudara sangat sulit dikeluarkan dari cara berpikir seperti itu, karena ada kenyamanan jaminan yang kita sudah pegang dan rasakan. Bilangan 11: 5 memberikan pengertian kepada kita bahwa jaminan semu ini adalah buah dari perbudakan itu. Perbudakan tidak selalu mengakibatkan kesengsaraan yang membuat kita ingin cepat kabur, kadang-kadang kalau perbudakan terlalu lama membuat kita terlalu nyaman dan tidak bisa dilepaskan. Mereka menikmati jaminan semu yang tidak ada apa-apanya, hal-hal yang sangat remeh. Tapi kenyamanan di dalam penindasan itu membuat kita tidak bisa dilepaskan. Saudara dan saya kalau sudah nyaman di dalam satu sistem tertentu dan tidak bisa dilepaskan, tidak bisa diajak pikir ulang, itulah perbudakan yang asli. Kalau kita teruskan lagi, perbudakan itu akan membawa kemana? Kepada penganiayaan secara rohani yang kita tidak sadar. Karena orang Israel di padang gurun menyembah anak lembu emas. Mereka keluar dengan bungkus yang terlihat baik, “Yahweh yang
melepaskan kami dari perbudakan”, tapi mereka tetap dengan mindset menyembah berhala. Ini akan sangat membuat kita tidak bertumbuh sama sekali ketika kita tidak pernah memikirkan ulang teologi kita. Kita jadi orang Kristen berapa tahun? Pernahkah kita memikir ulang jangan-jangan kita merasa duduk di GRII maka teologi kita otomatis berubah? Belum tentu. Maka penting sekali untuk kita me-rethink our theology. Karena setelah orang Israel dibebaskan dari Mesir, mereka sampai ke Tanah Kanaan, mereka ada tugas. Mereka harus menjadi contoh dari umat Tuhan yang menjalankan firman. Waktu di Gunung Sinai mereka diberikan Taurat, bagaimana respon kepada Allah, bagaimana respon kepada sesama, bagaimana vertikal dan horizontal, bagaimana secara individu dan komunal berespon kepada Allah. Sebelum mereka masuk Tanah Perjanjian, sekali lagi Yosua diingatkan, taklukan, jangan menyimpang ke kiri dan ke kanan, kelola tanah dan nikmatilah. Ini adalah tugas yang harus kita lakukan terus-menerus ketika kita sudah dibebaskan dari perbudakan dosa, masuk dalam Kerajaan Terang.
Bagian kedua adalah ketika mereka dipulangkan dari pembuangan di Babel menuju ke Yerusalem. Daniel 1: 4-8. Tuhan melepaskan dari pembuangan menuju ke Yerusalem. Kita berpikir mengapa dilepaskan sebegitunya, apakah ada tulah lagi? Mungkin tidak. Tapi hanya dengan kekuatan tangan Tuhan yang sama yang bisa membawa mereka pulang. Di sini kita akan melihat intelectual persecution will lead to spiritual persecution. Dalam konteks ini Daniel tidak mengalami kesulitan seperti yang mungkin kita pernah bayangkan waktu Sekolah Minggu, Daniel dibuang dan kita merasa kasihan, kerja rodi, kerja dari pagi sampai malam, dicambuk, ternyata tidak. Dia dibuang dengan cara diberi beasiswa, dapat jaminan kerja. Senangkan? Siapa yang tidak mau seperti itu? Bukankah mahasiswa ITB setelah lulus banyak yang mencari beasiswa LPDP untuk keluar negeri dan kalau bisa cari yang ada jaminannya. Tapi kalau Saudara lupa adanya intelectual persecution, you will lose your faith, kita akan kehilangan jati diri kita sebagai orang Kristen. Karena polanya sama, intelectual persecution, mereka dididik dengan budaya Babel selama 3 tahun, setelah itu mereka dapat jaminan kerja, harus bekerja kepada raja. Ganti pola pikir, ganti gaya hidup, bahkan sampai ganti nama, ganti identitas. Kita seringkali terlalu naif, saya pikir saya sekolah yang baik, dapat beasiswa, sekolah ke luar negeri, dapat title dari luar negeri, begitu pulang dapat gaji yang besar. Dan kita seolah-olah jadi orang Kristen yang bersaksi bagi Tuhan. Tapi kalau Saudara tidak pernah berpikir ini, Saudara sedang dicuci otak. Ini bukan anti akademik, tapi kita mesti rethink terus selama kita pergi ke luar negeri ke mana, untuk apa, melakukan apa setelah saya dapat beasiswa yang adalah uang negara, saya mesti melakukan apa? “tidak apa-apa saya dapat uang negara, yang penting nanti saya dapat gaji yang lebih besar”, ini sebenarnya Saudara dididik apa? Saudara dididik jadi pengemis atau koruptor tingkat paling halus? “saya pakai uang negara, tidak ada ikatan hutang budi, saya bebas saja pergi kemana pun juga”. Itu Saudara sedang dihancurkan dengan intelectual persecution dan kita tidak sadar. Inilah yang Tuhan tidak mau ada pada umatNya, maka Dia membawa pulang umatNya dari pembuangan masuk ke Tanah Perjanjian kembali. Ada perbudakan karena dipaksa seperti orang Israel di Mesir, tapi di Babel ini hanya 4 orang yang tidak mau dibawa ke perbudakan dalam pembuangan. Saya percaya tidak hanya 4 orang itu saja, mereka mungkin mengangkut 400 orang pemuda yang bagus. Misalnya semuanya 400 orang, dan yang 396 lainnya mengatakan “Daniel, kamu bodoh sekali, ke Amerika sekolah di Berkeley, dapat jaminan kerja, tapi kamu tidak mau”.Tapi Saudara mesti ingat di dalam setiap kesempatan Saudara harus berpikir “Tuhan, saya mesti respon apa, saya mesti rethink apa, saya ini siapa, saya ini identitasnya apa”, itu yang mesti Saudara pikirkan. Sehingga dimana pun Saudara berada, Saudara tahu kita adalah umatNya Tuhan. Karena kalau tidak, inilah yang Tuhan mau kita sadar bahwa ini kuasa gelap. Saudara berpikir ganti identitas juga boleh, ganti apa pun oke, ganti pola pikir pun oke, ganti life style pun oke, tapi jangan lupa kalau kita terus baca Daniel, semua intelectual persecution will lead to spiritual persecution. Teman-teman Daniel terus dididik, dan sampai waktunya ketika mereka harus dihadapkan pada patung Nebukadnezar yang sangat besar. Di situ ketika semua bunyi, maka mereka harus tunduk dan sujud. Kalau kita sudah menikmati makannya, menikmati beasiswanya, menikmati gaya hidupnya, menikmati jaminannya, menikmati semuanya, Saudara punya kekuatan untuk tidak menekuk lutut? Sulit. Dan ketika itu tidak ada kesempatan untuk rethink. Mari kita memikirkan ini. Teologi Reformed bukan anti kenyamanan, karena Tuhan memberikan dalam teologi penciptaan banyak hal yang begitu indah. Tapi hanya rethink, pikirkan terus. Karena kalau kita tidak rethink, kita akan hanyut, ini sangat soft, intelectual persecution sangat soft. Saudara rethink dari awal ada buahnya 15 tahun kemudian. Saudara tidak rethink pun ada buahnya, jangan berpikir netral “saya tidak mau terlalu ekstrim, biasa saja”, buahnya juga tidak terlalu ekstrim, biasa saja, ikut dengan dunia ini. Kalau Saudara mau memanen buah itu juga boleh, cuma kalau saya tidak mau, karena saya tahu ada anugerah berarti ada responbility, berarti ada yang harus saya kerjakan. Tidak semua kita aware akan segala sesuatu, kita hanya bisa rethink yang bisa kita rethink, tidak bisa semuanya. Ada beberapa yang kita bisa loss, karena kita bukan manusia yang super komperehensif. Tapi yang bisa kita pikir, tapi tidak kita pikir, kita akan pasang batu di depan. Dan orang Israel dikeluarkan supaya mereka dibawa kembali ke Yerusalem dan membangun kembali Bait Allah. Untuk apa membangun kembali Bait Allah? Supaya menjadi contoh bagaimana satu umat beribadah kepada Allah sejati.