(Yohanes 10: 11-18)
Di dalam pasal 10 Dia masih berbicara kepada banyak orang dan Dia sudah membicarakan tentang DiriNya yang akan menjadi Gembala yang baik. Di bagian ini Kristus mengatakan bahwa Dialah Gembala yang baik karena Dia memberikan nyawaNya bagi domba-dombaNya. Ini merupakan satu pernyataan dari Kitab Suci mengenai mengapa Kristus boleh menjadi Pemimpin, mengapa Dia boleh menjadi Raja atas seluruh umat Tuhan bahkan atas seluruh bangsa. Tuhan memberikan Dia tempat yang paling tinggi justru karena Dia rela datang ke tempat yang sangat rendah. Tuhan memberikan kepada Dia kemuliaan yang besar justru karena Dia rela diperlakukan sangat hina oleh orang-orang di dunia ini. Maka kemuliaan yang dimiliki oleh Kristus adalah kemuliaan yang Dia nyatakan dan Dia konfirmasi melalui jalan salib, melalui kehinaan. Tuhan Yesus memberikan ajaran yang jauh lebih dalam dari hanya sekedar membawa orang ke tempat yang lebih baik saja, tetapi Yesus mengajarkan bahwa untuk membawa orang ke tempat yang lebih baik, Dia sendiri harus berkorban. Ini satu paradox lagi yaitu siapa yang melepas apa yang dia miliki akan menerimanya, siapa yang mempertahankan yang dia punya akan kehilangan apa pun. Maka Yesus mengatakan “Aku akan memimpin para domba itu dari tempat di mana mereka akan binasa menjadi ke tempat di mana mereka memperoleh hidup kekal”.

Lalu bagaimana cara Yesus memimpin domba-domba ini ke hidup yang kekal? Di dalam ayat 11 Tuhan mengatakan “Aku Gembala yang baik dan Aku memberikan nyawaKu bagi domba-dombaKu”, inilah satu hal yang harus kita renungkan tentang pengorbanan Kristus yaitu Dia menjalani pengorbananNya demi membawa kita yang yang berada dalam keadaan yang rusak dan hancur untuk masuk ke dalam satu keadaan yang penuh dengan damai sejahtera. Jadi Kristus mengorbankan diriNya supaya orang-orang yang berada dalam kekacauan boleh diangkat lalu mendapatkan kehidupan. Dalam Inijl Yohanes ada 3 hal yang seringkali diulang, hal pertama yang sering diulang adalah pernyataan tentang Allah, Kristus, Roh Kudus adalah kebenaran. Allah, FirmanNya adalah kebenaran, Kristus adalah kebenaran, Roh Kudus adalah Roh kebenarana. Lalu hal kedua, di dalam Injil Yohanes sangat menekankan hidup yang kekal. Mengapa Yesus datang? Supaya kita bisa mempunyai hidup yang kekal. Lalu yang ketiga yang ditekankan dalam Injil Yohanes adalah “kamu satu di dalam Bapa sama seperti Aku di dalam Bapa dan kamu di dalam Aku”, adanya satu keintiman kasih. Bukan hanya hidup yang sementara setelah itu mati, tetapi mempunyai kehidupan bersama dengan Bapa di dalam kekekalan. Maka Kristus menyatakan DiriNya menjadi berkat bagi semua orang yang sedang hidup di dalam dunia ini di dalam ketersesatan, kemudian Tuhan panggil menjadi domba-domba yang dituntutn masuk dalam hidup yang kekal. Maka waktu Kristus menyatakan kasihNya, Dia tahu apa yang kita perlukan, Dia datang ke dalam dunia dan jalani seluruh hidupNya untuk memberikan apa yang paling kita perlukan. Hidup kita dalam dunia ini memerlukan banyak hal, tapi ada satu yang paling essensial yaitu apa yang harus saya kerjakan di dalam hidup supaya hidup saya mempunyai makna lebih dari sekedar hidup, saya mempunyai hidup yang mempunyai makna yang kekal, saya ingin hidup yang kekal, bagaimana saya jalani hidup supaya saya mempunyai hidup yang kekal? Ini salah satu pertanyaan yang dibahas juga dalam Injil Sinoptik, “saya sudah hidup tetapi saya tahu hidup saya akan berakhir. Setelah saya hidup di dunia ini selesai, apakah yang akan terjadi nanti?”. Maka manusia menggumulkan hal ini sebagai sesuatu yang sangat penting untuk dapat jawaban.

Orang-orang terus bicara tentang kehidupan lalu memperlakukan kematian sebagai sesuatu yang otomatis menyusul secara natural. Inilah kesalahan pertama di dalam memandang tentang kematian. Kalau orang yang ditanya tentang kematian, dia jawab “mati itu proses wajar, kita hidup, kita lahir, bertumbuh, dewasa, menjadi tua, lalu mati, ini adalah proses wajar, semua mengalami proses ini”. Kematian itu tidak natural. Ada lagi yang mengatakan kematian itu bagian dari siklus hidup yang berputar terus, reinkarnasi, jadi sekarang kamu hidup nanti mati, nanti hidup kemudian mati lagi, kehidupan terus berputar dan berputar. Tapi kita punya satu kerinduan akan ada kekekalan, setelah mati tidak berakhir. Lalu mengapa kita begitu takut mati kalau ternyata mati bukan akhir dari semua? Di dalam satu bukunya Sickness unto Death, Kierkegaard mengatakan problem manusia takut mati itu bukan karena kematian itu jadi akhir atau kematian itu jadi loncatan gelap yang saya tidak tahu mau ke mana, melainkan itu menjadi satu langkah masuk dalam tahta pengadilan Tuhan dan Tuhan akan bongkar dosa dan memberikan penghakiman kepada kita. Ini yang secara bawah sadar kita takut, menurut Kierkegaard. Maka kita terus hidup dalam kegeliasahan karena kita akan menghadapi kematian, lalu kematian itu adalah sesuatu yang tidak natural, tidak diharuskan untuk kita, tetapi mengapa harus kita alami. Maka semua ini dijelaskan oleh Alkitab dengan sangat tuntas.

Hanya Kitab Suci kita yang menjelaskan bahwa upah dosa adalah maut, hanya Kitab Suci yang memberi pengertian bahwa tidak ada hal yang pantas diberikan sebagai hukuman kepada orang berdosa selain maut, tidak ada yang lain. Maka mengapa kita harus mati? Karena kita sudah berdosa. Apa itu kematian? Terpisah dari Tuhan, menerima murkaNya, dibuang oleh Tuhan, inilah yang menjadi ketakutan bagi manusia. Maka kita hidup terus takut mengenai kematian, terus berpikir “saya mau mengalahkan kematian, bagaimana saya melewati kematian, bagaimana saya hidup dengan tidak takut pada kematian”. Kematian menjadi sesuatu yang sangat menakutkan. Dan Saudara tidak ada orang senang hidup menuju kematian seperti ini, maka banyak orang ketika usia makin tua hidupnya makin tertekan. Jadi ada kecenderungan kita menghindarkan diri dari yang sementara ini, manusia mau apa yang dikerjakan dalam hidup setidaknya bertahan dalam generasi yang panjang. Maka keinginan yang kekal mempunyai tanda yang berlangsung terus melampaui zaman. Ini jadi kerinduan dan pengejaran banyak orang, sebagai tanda bahwa kita tidak mau masuk dalam kematian. Manusia yang hanya hidup satu kali ini tetap harus menghadapi kematian apa pun yang dia pilih untuk tempuh dalam hidupnya. Tetapi di dalam kematian yang paling mencelakakan manusia bukan berakhirnya nafas, bukan berhentinya detak jantung, melainkan apakah setelah mati saya diterima oleh Allah yang abadi atau tidak. Sebab jika dunia ini pun sudah membuang saya dan saya tidak lagi hidup di dalamnya, lalu Tuhan pun membuang saya, kemana saya harus pergi? Ini satu pertanyaan yang membingungkan, “kalau dunia bukan tempatku, lalu dimana tempatku? Kalau di sini bukan kemahku yang abadi, lalu dimana kemahku yang abadi?”. Hal yang sangat menakutkan bagi manusia adalah kemah yang sementara ini tidak diganti oleh kemah yang kekal. Jadi apa yang saya jalani dalam hidup nanti akan berkahir, hidup saya nanti juga akan berakhir tanpa ada pengharapan apa pun. Hal yang menakutkan ini adalah fakta bahwa kematian itu adalah sesuatu yang menakutkan, yang tidak memberikan pengharapan apa pun. Tetapi Kristus melihat domba-dombaNya memiliki kesulitan ini, Kristus mengetahui bahwa domba-dombaNya berada dalam kehidupan yang menuju kematian tanpa pengharapan. Maka sebagai Gembala yang baik Dia datang dan Dia tolong domba-dombaNya ini dengan memberikan nyawaNya. Kristus yang tidak harus mati memberikan nyawaNya supaya dombaNya yang harusnya mati boleh memperoleh hidup yang kekal. Inilah sebabnya dalam pasal 10 Yesus mempersiapkan pengertian para murid untuk peristiwa salib. “Sekarang kita akan masuk dalam peristiwa salib dan engkau harus mengerti mengapa Aku harus disalib”, ini merupakan salah satu khotbah yang paling penting, Yesus mengatakan “Aku rela menyerahkan nyawaku bagi domba-dombaKu, Aku tidak lari kalau domba-dombaKu dalam bahaya, Aku tidak meninggalkan kamu, Aku akan memberikan kepadamu hidupKu supaya engkau bisa hidup”. Jadi Kristus mengorbankan nyawa karena Dia tahu inilah yang diperlukan oleh domba-dombaNya. Kita sebagai domba-dombaNya mendengar kalimat ini bagaimana mungkin tidak terharu. Maka domba-domba yang sedang tersesat dan tidak tahu arah ini, kembali mempunyai Gembala yang siap memberikan nyawa bagi mereka. Kristus datang dari sorga ke dalam dunia, Dia datang dari tempat yang begitu mulia ke tempat kita yang hina ini, supaya kita yang di tempat yang hina ini boleh mendapatkan anugerah yang kekal. Kristus mengatakan “Aku menyerahkan nyawaKu untuk memberikan hidup yang kekal kepadamu”. Maka dengan pengorbananNya di kayu salib, Dia memberikan satu hal yang paling penting boleh kita nikmati yaitu keselamatan dan hidup yang kekal di dalam Tuhan. Keselamatan dan hidup yang kekal yang terlalu sering diabaikan, terlalu sering tidak lagi kita syukuri tetapi Tuhan mengatakan di dalam bagian ini “Akulah yang memberikan kepadamu”. Saya minta kita renungkan sama-sama bagian ini sambil merenungkan mengapa Kristus harus mati di kayu salib? Karena itulah satu-satunya cara Saudara dan saya berhenti masuk dalam kehidupan yang penuh dengan ketidak-pastian. Mengapa Kristus mati di kayu salib? Supaya Saudara dan saya tidak harus mati. Kita harus membayangkan diri kita sebagai sekelompok orang yang sedang berjalan menuju ke tempat kita akan dimatikan, tapi kemudian Kristus yang datang menggantikan posisi kita yang harusnya mati supaya kita tidak lagi harus masuk ke dalam kematian yang mengerikan itu. Inilah janji yang Tuhan berikan dalam kematian Kristus. Maka ini yang harus kita renungkan terus, “saya yang hidup dalam dunia ini, saya mendapatkan pengertian dan anugerah dari kebenaran Tuhan bahwa Kristus yang mengasihi saya sekarang mengorbankan nyawaNya supaya saya boleh datang kepada Allah, supaya saya boleh diselamatkan mempunyai kehidupan yang kekal”. Maka Yesus mengatakan “Aku Gembala yang baik, apa yang Aku lakukan Aku memberikan nyawaKu, apa yang ada padaKu Aku berikan supaya kamu boleh mendapatkan keselamatan itu”, kalau ini adalah hal yang penting mengapa kita abaikan ini? Mengapa kita tidak pernah merasakan kelimpahan hidup akibat berkat yang Tuhan sudah berikan ini.

Kristus menyatakan kematianNya Dia alami supaya kita boleh memperoleh hidup yang kekal. Kalimat yang sederhana tapi mengandung makna yang penting dalam hidup kita. Saudara mau cari apa dalam hidup? Mau cari kemegahan, kemewahan seperti apa pun tetap tidak membuat Saudara masuk dalam hidup yang kekal. Tetapi ketika Saudara melihat kepada Kristus yang sudah datang lalu memberikan nyawaNya kepada kita semua, pada waktu itu Saudara tahu Dia sedang mengorbankan hal yang paling penting untuk hal yang paling kita perlukan. Karena kita sudah meneladani Kristus seperti ini, kita boleh menjadi orang yang mempunyai hidup yang limpah di dalam Dia. Kita boleh menjadi orang yang mengikuti Dia, meneladani Dia langkah demi langkah untuk melakukan apa yang Dia juga lakukan. Kristus mengasihi kita sehingga Dia mempersembahkan seluruh hidupNya supaya kita memperoleh hidup yang kekal. Dan Kristus yang telah mempersembahkan diriNya inilah yang menjadi teladan untuk kita tahu bagaimana harus hidup. Bagaimana kita harus hidup? Seperti yang sudah kita bahas tadi, Kristus yang hidup di dalam dunia menjalani hidup yang sepertinya berlawanan dengan apa yang sekarang kita sedang kerjakan. Inilah sifat paradox dari Kristus yang sedang kerjakan, Dia kehilangan nyawaNya untuk memperolehNya kembali, dia mengorbankan nyawaNya untuk orang lain mendapatkan kehidupan yang kekal itu, Dia meninggalkan sorga supaya kita boleh kembali pada Bapa di sorga. Jadi semua ini Dia kerjakan dengan cara yang sangat agung, dengan cara mengabaikan diri, mengosongkan diri dan membuat diriNya menjadi korban sepenuh-penuhnya untuk membuat kita hidup dalam kelimpahan Tuhan. Maka kita yang sudah mengenal Kristus, kita mesti mempunyai hidup yang mencari damai, mencari perkenanan Tuhan dan mencari bahagia bagi orang lain di sekitar kita dengan cara yang sama. Sama seperti Kristus mengosongkan diri, demikian Tuhan menuntut kita untuk mengosongkan diri, memberikan seluruh hidup hari demi hari sepenuh-penuhnya untuk Tuhan, sepenuh-penuhnya untuk kebahagiaan orang lain. Ini yang Tuhan sendiri sudah nyatakan dalam hidupnya. Mengapa kita susah punya hidup bahagia? Karena kita terus cari bahagia buat diri. Mengapa kita susah cari damai? Karena kita terus cari damai buat diri. Mengapa Kristus ditinggikan oleh Allah? Karena Dia rela merendahkan diri. Mengapa Kristus dipermuliakan oleh Bapa? Karena Dia rela dihina.

Maka pernyataan Kristus kepada muridNya sekarang juga dinyatakan kepada kita, “kamu mau jadi yang paling penting, mau jadi yang paling benar, mau jadi yang mempunyai kedudukan mulia, kamu mesti siap menjadi yang paling rendah”. Maka sama seperti Kristus yang mengosongkan diri, demikian Tuhan menyatakan kepada kita “di dalam kerelaanmu mengosongkan diri di situ ada kepenuhanmu”. Bagaimana saya harus hidup? Dengan meneladani Kristus. Bagaimana meneladani Kristus? Kristus mengatakan Aku menyerahkan nyawaKu bagi domba-dombaKu. Saudara juga mesti mengatakan hal yang sama “aku pun menyerahkan nyawaku untuk orang-orang lain yang ada di dalam dunia”. Bagaimana menyerahkan nyawa? Kita hanya mengerti konsep menyerahkan nyawa hanya dalam pengorbanan seperti martir. Ini pengorbanan yang sangat agung dan besar, tapi bukan hanya ini saja satu-satunya cara untuk Saudara berkorban bagi orang lain. Saudara bisa menyatakan cinta kasih Saudara dan juga pengorbanan Saudara dengan menjadi orang yang mati demi orang lain, itu benar, itu sangat baik dan itu sangat mulia. Tapi ada hal lain yang Tuhan tuntut, meskipun Saudara tidak mendapatkan kesempatan untuk mengorbankan nyawa demi yang lain, tetapi Saudara juga diberikan kesempatan untuk menghabiskan hidup demi yang lain. Jadi bukan mati bagi orang lain tapi hidup demi orang lain. Dan ini satu prinsip yang sangat penting. Kita mesti koreksi banyak hal, koreksi alasan kita kerja, alasan kita menikah, alasan kita berusaha, alasan kita studi, alasan kita jalani hidup, seluruhnya mesti dirombak sesuai kebenaran Alkitab. Saya tidak katakan hal-hal yang terlalu jauh atau terlalu besar atau terlalu tinggi tuntutannya, sehingga seolah-olah yang di sini terlalu berat untuk dijalani, bukan. Yang saya nyatakan adalah jalan untuk Saudara mempunyai kehidupan yang penuh damai di dalam Tuhan, jalan yang melepas bukannya mengambil. Karena Tuhan sendiri mengatakan siapa yang melepas justru mendapat, siapa pertahankan justru akan kehilangan. Engkau rela lepaskan nyawamu, engkau peroleh nyawamu. Engkau terus mati-matian pertahankan nyawamu, engkau akan kehilangan. Dan Kristus sekali lagi menjadi contoh.

Maka pertanyaan ini mesti dijawab, mengapa saya mesti studi, mengapa saya mesti kerja, mengapa saya mesti perbesar usaha saya, mengapa saya mesti menjalankan hidup di tengah-tengah masyarakat dan keluarga, mengapa saya mesti jalani hidup hari demi hari dengan cara yang saya jalani sekarang? Jawabannya hanya satu, demi kemuliaan Tuhan dan demi jadi berkat bagi orang lain. Setiap ambisi yang berpusat pada diri tidak akan pernah membawa bahagia. Maka Tuhan beri peringatan untuk kita semua, berhenti kerjakan apa pun untuk diri, jangan kerjakan apa pun untuk ambisi diri. Maka saya mau belajar menyerahkan apa pun untuk pelayanan hanya untuk Dia. Mari kita sama-sama berdoa “Tuhan, kalau saya kerja, saya kerja ini untuk orang lain dan untuk kemuliaan Tuhan bukan untuk diri. Kalau saya mau membina keluarga, keluarga saya ini untuk jadi berkat bagi orang lain, kemuliaan Tuhan bukan untuk diri. Kalau saya mau sekolah, saya sekolah untuk mempersiapkan diri menjadi berkat bagi orang lain dan untuk kemuliaan nama Tuhan. Kalau saya membangun usaha, saya dedikasikan usaha ini untuk membangun orang dan untuk kemuliaan nama Tuhan”. Dan dari situ Saudara tidak akan pernah dikecewakan oleh Tuhan. Orang Kristen harus berhenti bertindak egois, orang Kristen harus berhenti mengajarkan ajaran-ajaran egois, dan sekali lagi orang Kristen mesti berhenti senang ajaran-ajaran egois. Alkitab terus menyatakan mulutmu adalah kuburan, tenggorokanmu adalah dunia orang mati, yang kamu katakan itu dosa semata-mata. Itu yang Alkitab bilang tentang kita”. Tapi Tuhan mengatakan “meskipun mulutmu kuburan, Aku mati bagimu. Dan setelah Aku mati bagimu, berhenti menjadi mulut yang seperti kuburan”. Kita tidak ada spesialnya, kita menjadi spesial karena Tuhan mencintai kita. Itu sebabnya biarlah kita membiasakan diri dengar khotbah yang berpusat pada Tuhan bukan pada diri. Dan waktu kita terbiasa untuk mendengarkan khotbah yang berpusat kepada Tuhan, Saudara mesti melatih diri untuk mempunyai hidup yang berpusat kepada Tuhan. Apa yang saya kerjakan biarlah itu dihabiskan untuk sesamaku dan untuk kemuliaan nama Tuhan. Mengapa kita rela mengerjakan itu? Karena Sang Gembalaku, Gembala yang baik 2000 tahun yang lalu sudah mati di kayu salib, sudah teteskan darahNya supaya aku boleh beroleh hidup yang kekal”. Saudara mungkin mengatakan “kalau saya kerja mengapa harus memikirkan orang lain? Ini pekerjaanku, ini usahaku, ini hasil keringatku”, tapi Saudara harus ingat darah itu adalah darah Yesus, tubuhNya adalah tubuh Yesus, kemuliaanNya adalah kemuliaan Kristus. Tapi Dia yang memiliki kemuliaan, memiliki darah dalam tubuhNya, Dia berikan itu untuk kita. Maka kita mempunyai pengertian setelah saya terima dari Tuhan, saya juga mau mempersembahkan hidup saya kembali untuk Tuhan saja dan kembali untuk Tuhan. Tidak mungkin kita bisa pertanggung-jawabkan kecuali orang lain menikmati atau mendapatkan berkat dari apa yang kita kerjakan. Kiranya darah Kristus, pengorbananNya dan kerelaanNya untuk mati bagi kita, membuat kita juga rela berkorban, rela menyerahkan hidup bahkan mati bagi orang-orang yang memerlukan Tuhan. Biarlah kita menjadi pengikut-pengikut Kristus yang setia. Dan janji Tuhan tetap nyata, siapa mengikuti Kristus, dia sedang mengikuti damai sejahtera.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)