(Lukas 10: 38-42)
Cerita ini sangat terkenal karena seolah-olah mengajarkan kepada kita bahwa menjadi orang yang merenungkan sorga itu lebih baik dari pada orang yang melakukan aktivitas. Tapi ini bukan maksud dari perikop ini. Manusia sering berpikir bahwa segala tindakan yang sifatnya kerja, hal yang bersifat fisik itu hal yang terpaksa dilakukan. Mengapa bekerja? Supaya dapat uang, mengapa dapat uang? Supaya bisa makan, mengapa makan? Supaya bertahan hidup. Tapi mengapa hidup? Hidup itu menikmati jiwa yang sehat, jiwa yang menyenangkan, jiwa yang penuh dengan sukacita. Bagaimana jiwa penuh dengan sukacita? Dalam ajaran Plato, dia mengatakan sukacita hanya mungkin ketika kita merenungkan yang ideal. Kalau kita cuma pikir dunia ini, kita tidak mungkin sukacita. Jadi kebahagiaan jiwa dan kesempurnaan ada pada perenungan yang sempurna itu. Ini Plato, ini bukan Alkitab. Alkitab tidak pernah menghina pekerjaan, Alkitab tidak pernah menghina hal yang sifatnya duniawi, duniawi dalam pengertian hal yang bersifat pekerjaan atau pun aktivitas kita di bumi. Alkitab menghina dan menegur dosa. Tapi dosa tidak sama dengan hal yang sifatnya hidup di bumi ini. Ini sesuatu yang harus kita bedakan.

Alkitab memberikan pengertian yang sangat baik tentang bumi. Seorang teolog bernama David Ferguson mengatakan bahwa Tuhan ketika selesai mencipta, Dia mundur sedikit untuk menikmati ciptaan ini dan Dia mengatakan “sungguh amat baik”. Kalau Tuhan mengatakan seluruh ciptaan ini sungguh amat baik, maka kita akan bersalah kalau kita berani hancurkan ciptaan ini atau kalau kita menganggap ciptaan ini adalah sesuatu yang rendah dan cemar. Kita sering kali punya cara pikir yang salah yaitu kalau kita melayani di atas mimbar, kalau saya melayani di gereja, kalau memberitakan Injil, kalau menyatakan firman, itulah hal rohani. Kalau pergi ke kantor, pergi ke pabrik, pergi ke sekolah untuk mengajar, buka toko dan lain-lain, itu hal rohani yang jelek, ini bukan cara pikir Kristen. Salah satu tokoh yang menyelidiki di sini adalah seorang bernama Timothy Keller, dia membagikan 5 prinsip mengapa orang Kristen harus melihat kerja dari sudut pandang Kristen. Poin kedua sangat penting, dia mengatakan poin kedua itu berarti saya bekerja karena saya tahu yang saya kerjakan adalah perpanjangan tangan Tuhan, Tuhan sendiri bekerja melalui saya untuk memelihara ciptaanNya. Tuhan begitu mencintai ciptaan ini, maka Dia membangkitkan manusia untuk mengelolanya. Tuhan begitu mencintai sesama manusia untuk hidup di bumi ini, maka Dia membangkitkan manusia untuk boleh menunjang kehidupan dari sesamanya. Jadi Saudara bekerja karena Tuhan sedang kerjakan yang Saudara kerjakan. Entah Saudara buka toko, entah Saudara punya perusahaan, entah Saudara bekerja di kantor, entah Saudara bekerja sebagai pembantu, tukang bersih-bersih jalan atau apa pun, asalkan itu pekerjaan yang memberkati orang lain, ini adalah bagian karya Tuhan memelihara seluruh ciptaanNya. Jadi tidak ada bagian dalan Kekristenan yang memisahkan antara hal rohani dengan hal duniawi. Maka kerjakanlah pekerjaan Saudara setiap hari dengan satu kebanggaan besar bahwa Tuhan sedang pakai Saudara untuk memelihara ciptaanNya melalui yang Saudara kerjakan.

Di dalam Kitab Suci, Tuhan tidak pernah menghina pekerjaan yang berkait dengan hal di bumi, semua adalah milik Tuhan dan semua dikerjakan untuk Tuhan. Itu sebabnya bagian ini tidak bicara soal pembagian antara pekerjaan mulia dan tidak. Ayat ini sedang tidak bicara dengar firman lebih mulia dari pada kerja atau pelayanan, dengar firman lebih mulia dari pada beraktivitas fisik. Beraktivitas secara pikiran dan kontemplasi lebih mulia dari kerja fisik, bukan itu. Alkitab sedang tidak bahas itu. Tapi bagian ini sedang membahas timing, waktu engkau melayani, engkau melayani karena apa? Karena sudah ada waktu untuk mendengar dan sudah dipenuhi kasih kepada Tuhan. Jika kasih kepada Tuhan mendorong kita untuk melayani, maka pelayanan saya adalah pelayanan yang benar. Tapi kalau saya melayani karena dorongan yang lain, itu adalah pelayanan yang tidak benar. Itu sebabnya bagian ini menggambarkan Marta yang luar biasa ramah. Dia begitu peka sekali untuk ajak Kristus dan pengikutNya untuk datang ke rumahnya. Di dalam Kitab Suci di Perjanjian Lama, keramah-tamahan menjamu tamu atau orang asing itu sangat ditekankan. Saya yakin tidak ada budaya yang bisa seramah orang Israel kalau orang Israel taat firman dengan benar. Jangan pikir Perjanjian Lama tidak bicara apa pun tentang relasi dan lain-lain. Banyak hal di dalam Taurat tidak diulangi lagi dalam kitab Perjanjian Baru. Itu sebabnya kalau Saudara merasa “saya Kristen, kitab sucinya Perjanjian Baru, yang lama sudah berlalu yang baru sudah tiba”, Saudara akan temukan banyak hal di dalam Taurat tidak lagi diulangi dalam Perjanjian Baru karena memang penulis Perjanjian Baru rasa tidak perlu tulis apa yang Perjanjian Lama sudah tulis. Maka bagian tentang keramah-tamahan, tentang hospitality, tentang memperlakukan orang asing, tentang bagaimana peka dan cepat sekali menolong orang, itu ada dalam Perjanjian Lama dan banyak sekali penjelasannya. Perjanjian Baru memberikan rangkumannya.

Di dalam Taurat sudah dijabarkan kasih itu seperti apa. Ternyata Marta menjadi orang yang tetap menjaga tradisi ini. Begitu dia lihat Yesus dan rombongannya, dia undang mereka masuk. Dia tidak mengatakan “Yesus, Tuhanku, Guruku silahkan masuk, yang lain tunggu sebentar di luar. Kamu tidak saya percaya, hanya Yesus yang saya percaya”, tidak seperti itu, dia undang semua masuk. Jadi ini adalah perempuan yang baik karena dia menekankan keramah-tamahan yang menjadi satu ciri dari orang Israel untuk memperlakukan orang asing. Maka jadi orang Kristen itu bukan hanya mengerti Injil supaya masuk sorga. Kekristenan mengatur begitu banyak aspek hidup, bahkan yang paling kecil sekalipun. Saya heran ketika orang mengatakan untuk masuk sorga baca Alkitab, tapi untuk mengerti jiwa manusia, untuk mengerti ini dan itu mesti belajar yang lain. Tetapi meskipun kita tetap perlu belajar yang lain, prinsipnya sudah diatur oleh Kitab Suci. Dimana ada kitab yang memerintahkan umatnya untuk memberikan keramahan yang natural bahkan pengorbanan untuk orang asing? Baik sama orang yang kenal, sama kerabat, itu mudah. Tetapi Alkitab memerintahkan di dalam Perjanjian Lama untuk orang Israel terbiasa buka pintu bagi orang asing, terbiasa tinggalkan hasil ladang untuk orang miskin dan orang asing. Jadi orang asing punya tempat yang khusus. Bahkan Tuhan mengatakan “engkau harus perhatikan orang asing, karena dulu kamu pun orang asing ketika engkau tinggal di Mesir. Di dalam tradisi apa yang dilakukan Marta ini sangat terpuji. Dia lihat Yesus lewat, langsung dia buka pintu lalu mengatakan “silahkan masuk, saya sudah buatkan makanan untuk seluruh muridMu”. Jadi dia begitu ramah. Ketika murid-murid dan Yesus masuk, dia mulai melayani, tetapi ternyata bagian ini menunjukan motivasi pelayanan dia bukan kasih. Motivasi dia giat karena dia memang terbiasa giat, tapi dia merasa iri, merasa tidak sepantasnya kalau cuma dia yang kerja. Maka awalnya begitu baik sekarang mulai jadi negatif.

Di ayat 39 dikatakan Marta punya saudara bernama Maria, Maria duduk dekat kaki Yesus. Saudara sering lihat ada lukisan Yesus, ada Maria, lalu Marta sedang repot di belakang. Di bawah ada lukisan daging yang sampai sekarang orang tidak mengerti apa, itu lukisan gambaran kehidupan sehari-hari yang dilukiskan. Jadi ini adalah satu aliran yang berkembang, awalnya itu dari lukisan Last Supper-nya Da Vinci di Santa Maria delle Grazie, di Milan. Leonardo melukis di ruang makan, dan banyak anekdot tentang lukisan ini, ada yang bilang Yudas dan Yesus itu modelnya sama, 3 tahun kemudian dia menjadi pemabuk, dia menjadi Yudas, tapi ini tidak ada fakta benarnya. Lukisan ini sangat berpengaruh, salah satunya adalah latar belakang pemandangan, itu jadi lukisan landscape. Orang melukis pemandangan indah, itu berkaca dari lukisan ini. Lalu mulai lukis piring, anggur, buah, itu juga dari meja lukisan Last Supper, dimana Leonardo melukis ada makanan dan buah-buahan, jadi highlight terhadap lukisan ini. Dan itu menjadi trend baru di dalam zaman sebelum masuk zaman Barrock. Sebelum masuk zaman Barrock ada trend melukis bagian sorotan dari lukisan Leonardo ini, salah satunya adalah lukisan makanan. Jadi di bawah itu menggambarkan kefanaan, apa yang kelihatan begitu baik dan menonjol dalam lukisan itu, itu kelihatan fana. Sedangkan yang bagus dan kekal justru di belakangnya. Di belakangnya ada gambar Yesus, Marta dan Maria. Yesus sedang mengatakan kepada Marta yang perlu adalah mendengarkan firman, kira-kira seperti itu. Jadi Yesus adalah sumber hidup, yang tidak kelihatan di belakang. Sumber hidup yang kelihatan penting itu disorot di depan, itu makna dari lukisan di bawah. Di dalam lukisan itu juga digambarkan Yesus sedang menegur Marta dan memberikan petunjuk atau gerakan bahwa Maria yang bagus, dia pilih yang baik. Dan lukisan itu selalu menggambarkan hanya sedikit orang, tapi sebenarnya dalam setting ini banyak sekali orang yang ikut Yesus. Rumah ini penuh dengan orang dan orang-orang duduk di kaki Yesus. Jadi Maria bukan satu-satunya, dia salah satu dari yang lain. Yesus sedang kotbah. Sekarang kita tahu ternyata kalau Yesus kotbah, ada yang sibuk-sibuk sendiri, yang sibuk-sibuk itu yang problem. Marta begitu sibuk lalu dia lihat Maria tidak bantu. Biasanya kalau orang sudah mulai marah, kerjanya mulai diekstremkan. Mungkin Marta juga piringnya dibanting, potong keras-keran untuk tunjukan “cuma saya yang kerja, yang lain mana?”. Dia mulai marah melihat pada Maria dan dia pakai strategi hantam Maria pakai otoritas. Dia mengatakan kepada Yesus “Guru, apakah Engkau tega?”, dia memposisikan diri sebagai korban.

Dalam psikologi ada istilah narsisistik victim syndrome, orang yang kemana-mana rasa korban, bahkan dia pukuli orang pun dia yang merasa jadi korban, “mukamu membuat tanganku bengkak”. Ini narsisistik vicitm syndrome, apa-apa diri yang jadi korban, apa pun yang terjadi “I am only victim”, pokoknya saya begini karena lingkungan, saya begini karena orang tua, saya begini karena dosen, pokoknya semua salah, diri yang paling benar. Ini satu perasaan yang sangat jelek yang mesti kita lawan. Marta merasa dirinya korban, “kok tega saya diperbudak seperti ini?”, yang suruh dia kerja juga siapa? Tapi orang yang kerja dengan rela lalu setelah itu mengeluh selalu merasa diri diperbudak. Maka dalam keadaan ini dia pakai otoritas “Tuhan, tidakkah Engkau lihat saya sendiri kerja, saudaraku ini tidak”. Biasanya kakak adik selalu berantem. Mereka berantem lagi di sini dan Marta mengatakan “Tuhan, suruh Maria bantu saya, saya sendirian terus”, dia pikir Tuhan akan tolong, tapi Tuhan mengatakan “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dalam banyak perkara”. Yesus mengatakan “engkau kuatir dan terlalu banyak menyusahkan diri dengan perkara”, ada yang menafsirkan ini berarti Marta berlebihan dalam melayani. “Saya ingin menunjukan saya yang paling baik, saya paling hebat, kalau orang lain bikin tidak mungkin sehebat saya, kalau orang lain masak tidak akan seenak saya”, jadi Yesus mengatakan “kamu berlebihan”. Mengapa berlebihan? Hal simple di blow up cuma untuk menunjukan kalau kamu kerjakan lebih hebat dari yang lain. Ini mental pertama dari pelayanan yang harus kita waspadai. Kadang-kadang kita merasa “kalau saya yang urus pasti lebih baik, kalau orang lain yang urus pasti lebih jelek”. Maka giliran kita, kita mau spesialnya luar biasa. Yang aneh adalah kalau ternyata ini adalah pelayanan yang efeknya bukan utama tapi dijadikan utama.

Di dalam doktrin Tritunggal kita pelajari ini, jangan pikir doktrin tidak aplikatif. Di dalam doktrin Tritunggal kita tahu Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah Allah, tetapi masing-masing pribadi punya peran yang khusus pada satu periode. Pada waktu mencipta, Allah Bapa lah yang mendapatkan peran khusus, Dialah yang menjadi utama dibandingkan pribadi yang lain. Pada waktu penggenapan keselamatan, Kristuslah yang utama. Pada waktu penyebaran Injil ke seluruh dunia, Roh Kuduslah tokoh utama. Jadi masing-masing pribadi rela mundur dan menunjukan bahwa pribadi yang lain yang sekarang maju. Ini pengertian Tritunggal yang banyak sekali dibahas, tapi pada zaman abad 19, abad 18 lupa dibahas, itu sebabnya doktrin menjadi kering dan tidak aplikatif karena terus membahas pengertian Yunaninya, berdebat hanya di dalam konsep. Tapi masuk abad 20 orang mulai sadar doktrin Tritunggal adalah salah satu doktrin yang paling aplikatif. Bagaimana saya harus menonjol terus, sedangkan Allah Tritunggal pun mengijinkan pribadi lain maju dan Dia rela mundur. Yesus mengatakan “Marta, Marta, engkau berlebihan, engkau menyusahkan diri untuk membuat sesuatu yang berlebihan”. Bayangkan kalau orang tugasnya adalah menyapu ruangan, tapi dia mau jadi yang utama, sampai acara mau selesai, dia tetap sapu-sapu di depan. Bukan berarti tukang sapu tidak penting, dia sangat penting. Di dalam teologi kerja Martin Luther dikatakan melalui tukang sapu pun, Tuhan bekerja membuat ciptaan jadi lebih bersih, jadi ini pun dihargai Tuhan. Tapi ada peran, ada bagian, ada porsi. Dengan demikian Yesus mengatakan “engkau menyusahkan diri karena ingin mengambil posisi yang tidak semestinya”. Lalu posisinya seperti apa? Posisi sekarang seperti Maria yaitu mendengar. Apakah tidak boleh melayani? Boleh, tapi sekarang waktunya bukan untuk itu, sekarang waktunya untuk mendengar. Kalau semua orang mau bekerja berdasarkan waktu dia, semua jadi kacau. Yesus mengatakan sekarang waktunya dengar, kalau Tuhan sedang berfirman, dengar. Kalau Yesus menyatakan firman, ini tidak akan terulang, ini waktu krusial sekali. Itu sebabnya Maria, waktu dia melayani, akhirnya pelayanannya justru yang paling baik. Saudara pasti ingat di dalam Yohanes 12 ketika Yesus berkumpul di rumah yang sama, Maria datang dengan membawa buli-buli minyak wangi yang luar biasa mahal, dia pecahkan ujungnya kemudian dia siramkan ke kepala Yesus. Ini Maria yang mengurapi Yesus, bukan perempuan yang mengurapi kaki Yesus, ini 2 peristiwa yang menurut saya beda. Jadi Maria mengurapi kepala Yesus lalu Yudas mulai marah karena dia sok peduli orang miskin. Tapi setahu saya orang yang peduli orang miskin itu terlalu sibuk layani orang miskin sampai tidak ada waktu untuk lihat orang lain layani orang miskin atau tidak. Orang nganggur biasanya orang yang bisa lihat orang lain nganggur. Tapi orang yang sibuk kerja, bahkan dia tidak tahu kalau ada orang sedang nganggur. Bayangkan kalau ada orang “saya lihat kamu cuma berdiri di pojok dari menit 40-50, selama 10 menit kamu tidak melakukan apa-apa”, dia bisa balas “kamu juga tidak melakukan apa-apa, selama 10 menit cuma lihat saya yang tidak melakukan apa-apa”. Yudas tidak melakukan apa-apa, makanya dia peka bisa lihat “mengapa engkau tidak bantu orang miskin?”. Tapi banyak orang sudah bantu orang miskin tanpa diketahui, tanpa pamer. Mari kita belajar hal-hal seperti ini.

Waktu itu Maria justru tepat sekali, hanya dia yang tahu Yesus akan dimakamkan, hanya dia yang tahu Yesus akan disalib dan hanya dia yang persiapkan dengan menuangkan minyak ini. Mengapa dia bisa punya kepekaan seperti ini? Karena dia mendengar, setelah mendengar, dia mencintai Tuhan, setelah mencintai, dia peka terhadap apa yang harus dikerjakan. Itu sebabnya pelayanan yang baik bukan pelayanan yang ingin menonjolkan hasil pelayanan dia, menunjukan “kalau saya yang tangani akan lebih hebat dari yang lain”. Tapi pelayanan yang didorong oleh cinta untuk memuliakan Tuhan. Aku mencintai Tuhan maka aku melayani Tuhan, aku ingin nama Tuhan ditinggikan dan bukan aku. Ini yang membuat Maria mempunyai kepekaan itu dan kepekaan itu didapat karena mendengarkan firman. Mari kita dengar firman, menumbuhkan cinta kepada Tuhan dan cinta kepada Tuhan mendorong kita untuk melayani Tuhan. Ini yang akan membuat kita bertumbuh, ini yang akan membuat kita sungguh-sungguh mengerti apa pelayanan yang sejati itu.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkotbah)