(Lukas 6 : 6-11)
Dalam pembahasan terakhir Injil Lukas kita sudah melihat apa yang menjadi pengertian tentang Sabat di Perjanjian Lama. Sabat di bahas di Perjanjian Lama dengan cara yang sangat luas, Sabat adalah hari perhentian yang Tuhan sudah janjikan kepada manusia sejak penciptaan pertama. Sebab dikatakan di dalam Kitab Kejadian 1, Tuhan menciptakan dalam 6 hari lalu di hari ke-7 Dia beristirahat. Di dalam Kejadian 2 Tuhan menyatakan bahwa manusia yang dicipta adalah manusia yang akan hidup di bumi, mengelola bumi, menaklukan bumi dan mempersembahkan bumi itu sebagai tempat yang akan ditinggali baik oleh manusia dan Tuhan sendiri. Maka Tuhan menjanjikan suatu Sabat, hari perhentian akhir di mana manusia diundang masuk di dalam relasi dengan Allah yang sempurna, relasi yang begitu indah, relasi yang begitu intim, relasi yang begitu agung. Tetapi untuk dapat masuk di dalam Sabat ini manusia harus diuji. Gregory Beale menulis dalam buku tentang Perjanjian Baru bahwa manusia diciptakan untuk menikmati bersekutu dengan Tuhan, dan ketika manusia diijinkan masuk dalam persekutuan yang agung ini, harus ada pengujian dulu. Maka Adam diuji, tapi bukan hanya Adam, Kristus pun, Anak Allah yang menjadi manusia tetap harus mengalami ujian sama seperti Adam mengalami ujian. Tetapi ujian bukan tanpa pengharapan, kesulitan tanpa ada resolusi final yang Tuhan janjikan. Itu sebabnya dalam ujian kesulitan yang Tuhan berikan kepada Adam, tetap menanti janji yang sangat agung yaitu Tuhan mau berdiam bersama umatNya, inilah Sabat. Maka Sabat itu adalah satu hari yang menjadi hari utama yang kita nantikan bersama-sama. Ini bukan hari dalam waktu yang kita kenal sekarang yaitu 1×24 jam, bukan. Ini adalah satu masa kekal dimana Allah berdiam bersama dengan manusia. Satu hari final yang kita semua mau tuju bersama-sama. Maka Israel dilatih Tuhan untuk mengharapkan Sabat ini dengan Tuhan memberikan beberapa pengertian tentang Sabat di Kitab Imamat. Tuhan menyatakan bahwa di dalam setiap minggu, 6 hari bekerja hari ke-7 adalah hari perhentian khusus. Ini adalah hari Sabat.

Orang Farisi dan Ahli Taurat mempunyai pergumulan apa yang boleh dan tidak di hari Sabat. Tetapi sebenarnya Sabat diberikan untuk menjadi suatu pengharapan bukan suatu beban di dalam hidup manusia. Kalau kita tidak mengharapkan adanya kesempatan di dalam satu minggu untuk beribadah kepada Tuhan, maka kita akan menjadi orang-orang yang terus berada di dalam keadaan kasihan karena tidak mengerti berkat limpah yang Tuhan tawarkan. Tuhan menawarkan ini supaya kita menjadi orang-orang yang mengalami kepuasan di dalam Dia. Tuhan menawarkan ini sebagai satu janji akhir yang di dalam setiap minggu Tuhan ijinkan kita cicipi sedikit. Orang sudah tidak lagi menghargai hari Minggu, lalu Sabtu mempersiapkan diri untuk masuk dalam ibadah. Sekarang hari Sabtu, malam minggu itu jadi malam hura-hura. Orang pergi sampai tengah malam, justru pada malam minggu. Mengapa melakukan ini? Mengapa istilah malam minggu itu malam yang panjang, Saudara bisa bersenang-senang sampai begitu lama lalu bisa pulang? Karena besok hari Sabat. Maka Sabat melatih kita untuk melihat kepada Tuhan dan menikmati relasi dengan Tuhan. Inilah hal yang dengan jelas kita bisa pahami, tapi ternyata itu baru separuh pemahaman tentang Sabat. Lalu orang-orang yang memberikan sisi “relasiku dengan Tuhan saja”, dia lupa bahwa dalam Imamat Tuhan juga mengatakan Sabat bukan hanya hari kita melatih relasi kita dengan Tuhan, tetapi Sabat juga adalah hari dimana kita melatih belas kasihan kita. Maka Tuhan mengatakan “hari Sabat kamu beribadah, tapi selain hari Sabat ada tahun Sabat dimana setelah orang bekerja kepadamu sebagai budak selama 6 tahun, tahun ke-7 dia boleh bebas”. Maka Saudara harus tanya kepada budak itu “masih senang kerja di sini?”, budak itu menjawab “tidak, saya bosan melihat kamu sebagai pemimpin”, Saudara mengatakan “baik, sekarang tahun ke-7 dan kamu boleh pergi”. Jadi budak itu boleh bebas. Dan di dalam Taurat bahkan dikatakan engkau mesti memperhatikan dia supaya setelah dia keluar, dia bisa hidup, beri apa yang perlu untuk penghidupan dia”, Taurat memikirkan semuanya. Setelah itu ada tahun Sabat dikali 7, setelah orang yang tidak punya uang menjual tanahnya, lalu orang bayarkan tanah, maka tanah ini dibayar hanya dalam bentuk sewa, dalam pengertian kita sekarang. Setelah tanah itu dijual, lalu dibeli orang lain, pada tahun pembebasan yaitu tahun ke-7 kali 7, tanah itu harus kembali ke pemilik asal. Itu sebabnya tidak ada orang Israel yang akan kehilangan tanah leluhur yang diwariskan kepada mereka. Jadi hari Sabat adalah hari belas kasihan, Saudara menyadari ada orang-orang yang kesulitan hidup, lalu Saudara kasihan kepada mereka. Ada orang-orang yang mengalami pergumulan yang dia tidak bisa pikul sendiri lalu Saudara yang merasa bisa membantu, Saudara digerakan oleh belas kasihan, inipun dilatih oleh Tuhan dalam pengertian Sabat.

Jadi pengertian Sabat selalu mengikat antara relasiku dengan Tuhan dan relasiku dengan sesama. Itu sebabnya doktrin mengenai Sabat sangat perlu diluruskan oleh Tuhan Yesus, karena orang Farisi dan Ahli Taurat gagal memahaminya. Orang Farisi tadinya adalah kelompok yang begitu baik, kelompok yang begitu cinta Tuhan, kelompok yang mau memurnikan kehidupan Israel, tapi mereka mulai mempunyai tuntutan yang berlebihan. Mereka minta yang dituntut Tuhan dari imam, dijalani oleh orang biasa. Kemudian mereka mulai begitu populer, karena orang biasa begitu kagum dengan pemimpin Farisi. Tradisi penghormatan kepada rabi tidak ada di Taurat. Tapi ajaran menghormati orang tua ada di dalam Taurat”. Itu sebabnya dikatakan Tuhan Yesus “kamu mengabaikan Taurat demi tradisimu, dengan memerintahkan orang untuk taat kepadamu dan mengabaikan ibu mereka sendiri”. Ini satu pengertian yang sangat menusuk orang-orang Farisi, Yesus-lah yang membongkar kepada mereka bahwa mereka bukan perwakilan yang sejati tentang Taurat. Karena apa yang dikerjakan oleh orang yang taat Taurat adalah mereka akan makin mengerti siapa Tuhan dan makin mencerminkan sifat-sifat Tuhan. Maka siapa yang makin mengerti sifat Tuhan, makin berusaha mencerminkan sifat Tuhan akan melihat dalam diri Kristus ada representasi Allah yang sempurna. Jadi siapa yang memahami Taurat akan mencintai Kristus, sebabnya mereka tidak mencintai Kristus adalah sebenarnya mereka tidak pernah menjalankan Taurat. Maka mereka mempunyai konsep yang terpisah dari tradisi dengan Taurat yang sejati. Lalu mereka mulai populer, orang-orang mulai mengagumi mereka, dan kalau mereka berjalan di pasar mereka akan mendapatkan penghormatan. Menurut tradisi kalau seorang rabi sedang berjalan di pasar, maka orang tidak boleh berdiri muka dengan muka dengan dia, orang harus beri jalan, menyingkir dan beri salam dengan sedikit bungkuk, lalu rabi itu akan lewat. Maka orang dalam partai politik orang Yahudi pada zaman Hasmonean, ada 2 yang paling kuat. Yang pertama Saduki, mereka kuat karena relasi dengan pemimpin politik demikian hebat. Yang kedua adalah Farisi, mereka kuat karena mereka begitu dekat rakyat biasa. Akhirnya terbukti yang bisa jangkau rakyat itu yang akan lebih kuat. Farisi selalu lebih kuat dari Saduki. Maka Saduki marah kepada Farisi tapi tidak bisa tunjukan apa-apa, maka mereka terus berdebat dan bermusuhan. Satu-satunya kemungkinan mereka damai adalah ketika mereka punya musuh bersama. Dan waktu Kristus datang, mereka punya musuh bersama, waktu itu mereka damai. Mereka adalah partai politik yang sangat berkuasa, itu sebabnya mereka sekarang sudah tidak lagi berpikir dalam cara iman Yahudi.

Orang Farisi tidak lagi berpikir dalam cara iman Yahudi yang sejati karena cara mereka berpikir sekarang sudah dikuasai oleh perpolitikan, mereka main politik, mereka pakai strategi politik, mereka pakai segala kelicikan yang perlu untuk membuat kehendak mereka jadi di dalam dunia politik. Maka dalam bagian ini pun mereka mempermainkan satu strategi untuk menjatuhkan Yesus. Dikatakan pada ayat 6 “pada suatu hari Sabat lain Yesus masuk ke rumah ibadat lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan kanannya”, ayat 7 “Ahli Taurat dan orang Farisi mengamat-amati Yesus”, mengamat-amati bisa juga diterjemahkan melihat dan berharap sesuatu yang negatif. Jadi orang-orang ini mengamati Tuhan Yesus dengan berharap Dia sembuhkan orang ini supaya bisa disalahkan. Maka beberapa komentator sepakat mengatakan bahwa kemungkinan besar orang yang mati sebelah tangan itu sengaja ditaruh oleh orang Farisi. Bayangkan berapa jahatnya mereka, mereka cari pengemis yang tangan kanannya mati, yang sudah setengah busuk, yang sudah tidak berfungsi, yang punya cacat begitu menjijikan, ajak ke rumah ibadat lalu tunggu Yesus pasti sembuhkan. Jadi mereka mau pancing belas kasihan Yesus supaya karena belas kasihanNya, Dia bisa ditangkap. Ini jahatnya luar biasa. Orang yang memanfaatkan belas kasihan orang lain itu jahatnya luar biasa. Saudara harus sebisa mungkin mempunyai kemungkinan hidup menjadi berkat bukan menjadi peminta berkat. Makanya kita harus mempunyai bijaksana, Tuhan Yesus mengatakan harus punya ketulusan tapi mesti tetap punya bijaksana, jangan mudah termakan dari orang-orang yang jahat. Kadang orang jahat itu bisa manipulasi psikologis, ini yang hebat. Kalau pakai psikologi, membuat kita kasihan kepada dia, akhirnya kita termakan jebakan orang jahat. Maka Yesus mengingatkan cerdik seperti ular. Waktu orang cerdik seperti ular dia tahu strategi orang jahat, dia tahu tapi tidak jalankan. Bayangkan jahatnya orang Fairsi ini pakai orang cacat memanipulasi dia, menaruh dia ditengah-tengah sinagoge, lalu berharap Yesus kasihan sama dia. Dan dari belas kasihan Yesus sembuhkan, dari kegiatan menyembuhkan, Dia sudah melanggar Sabat. Ini merupakan permainan politik yang sangat jahat, tetapi Tuhan Yesus sangat cerdik. Saya percaya Yesus adalah manusia yang sangat cerdik, paling cerdik. Maka Kristus sudah tahu jebakan apa yang dibuat, trik apa yang sedang dikerjakan orang Farisi, Dia tahu semua. Maka Yesus mengajarkan kepada kita, punya ketulusan tapi jangan kehilangan kecerdikan, punya kecerdikan jangan kehilangan ketulusan. Kadang-kadang kecerdikan tidak lagi membuat kita tulus, kadang-kadang ketulusan tidak lagi membuat kita punya kecerdikan. Tapi Kristus menuntut kita melatih keduanya. Maka waktu Kristus melihat orang yang sakit tangannya ini, orang yang lumpuh ini, Ahli-ahli Taurat sudah siap-siap lihat, tapi Kristus mengetahui pikiran mereka. Di ayat 8 dikatakan Dia tahu apa yang dirancangkan oleh orang Yahudi itu, oleh Ahli-ahli Taurat, maka Yesus minta orang yang sakit itu berdiri di tengah. Ini adalah satu pameran yang luar biasa dari kepandaian Kristus yang lebih pandai dari orang Farisi. Orang Farisi pikir mereka bisa atur strategi untuk memanipulasi Kristus, tapi Kristus yang balikan manipulasi itu kembali kepada mereka.

Saudara tidak bisa menebak Tuhan, tidak bisa pancing Dia untuk lakukan apa dengan Saudara memberikan reaksi apa, itu tidak mungkin terjadi. Maka di sini Kristus menunjukan Dia lebih jauh berbijaksana dari pada orang-orang jahat yang mau menipu Dia, Dia suruh orang yang sakit tangannya itu berdiri di depan. Sekarang Kristus mau berbagi belas kasihanNya kepada banyak orang, Dia mau membuat musuhNya menjadi minoritas, ini jenius. Pertanyaan Dia memancing satu pertanyaan yang final, Yesus bertanya di ayat 9 “Aku bertanya kepadamu, mana yang boleh di Hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat?”, kalau opsinya begini, masakan mau jawab berbuat jahat? Pasti jawabannya berbuat baik. Pertanyaan kedua “mana yang boleh di Hari Sabat, menyelamatkan nyawa atau membinasakan?”, orang akan bilang “menyelamatkan”. Sekarang ada satu orang yang tangannya seperti ini, yang lebih baik dia disembuhkan atau tidak? Orang pasti setuju untuk sembuhkan. Maka sekarang mayoritas ikut Kristus, Kristus sembuhkan orang ini dan orang Farisi tidak bisa menangkap Dia. Maka ayat 11 mengatakan “meluaplah amarah mereka”. Orang marah karena rencananya stuck, dia punya strategi apa tapi gagal, pasti marah. Orang-orang ini marah karena mereka gagal menangkap Yesus, sekarang Yesus sudah mendapatkan dukungan massa. Sekarang Dia balikan kepada semua yang hadir “Sabat itu bagaimana cara kita melihat. Apakah Sabat dilihat hanya dengan mana boleh mana tidak?”, orang Yahudi senangnya mana boleh mana tidak. Jadi orang beri opsi kepada Tuhan, Tuhan balik beri opsi ini boleh atau tidak. Tuhan Yesus mengajarkan apa yang boleh di hari Sabat itu apa, tindakan yang berguna bagi orang lain atau tindakan yang menghancurkan orang lain? Langsung dikatakan berbuat baik atau berbuat jahat? Langsung ekstrim, melakukan sesuatu yang berguna atau melakukan sesuatu yang menghancurkan, melakukan sesuatu yang membuat orang selamat atau melakukan sesuatu yang membuat orang binasa? Tuhan tidak mengatakan “di dalam hari Sabat bolehkan berbuat baik atau non berbuat baik?”, Dia langsung antikan dengan mengatakan “baik atau jahat, menyelamatkan nyawa atau membunuh orang, mana yang boleh?”. Maka Yesus sedang mengatakan apa yang berguna itu adalah lawan dari apa yang dilarang. Ini satu pengertian jenius tentang menafsirkan Taurat, Taurat banyak memakai kata “jangan”. Bagaimana menafsirkan adalah harus dianti-tesiskan dengan tindakan yang aktif. Sehingga perkataan “jangan membunuh” ini tidak cukup dengan Saudara tidak membunuh. Karena anti-tesis dari “jangan membunuh” adalah Saudara harus mengasihi sesama manusia. Itu sebabnya Tuhan mengatakan berbuat baik lawannya adalah berbuat jahat, tidak ada netral. Menyelamatkan nyawa lawannya adalah membunuh, entah engkau memilih membunuh atau menyelamatkan. Maka Kekristenan adalah tentang tindakan aktif yang mendatangkan guna, bukan suatu tindakan yang membuat kita merasa boleh kerjakan atau tidak.

Maka Paulus merangkum ini dengan sangat bagus, dia mengatakan “semua boleh, tetapi tidak semua berguna”. Tuhan tidak mengatakan “jangan lebih banyak”, Tuhan mengatakan “perbuatlah jauh lebih banyak”. Tuhan mengatakan kepada Musa “katakanlah kepada Israel, engkau harus lakukan ini, engkau harus begini” semua adalah perintah untuk aktif. Maka biarlah kita bertanya bukan “mana boleh, mana tidak”, tapi tanya “mana berguna mana tidak, mana yang Tuhan mau dan mana yang bisa berguna bagi orang lain”, ini pertanyaan yang benar. Sehingga dengan aman orang menjawab “apa pun kamu boleh kerjakan, sekarang kamu pikir mana yang berguna dan tidak”. Inilah yang Tuhan Yesus sedang mau tekankan, maka Dia bertanya “mana yang boleh di hari Sabat? Berbuat baik atau berbuat jahat? Kalau kamu menolak berbuat baik berarti kamu berbuat jahat. Menyelamatkan nyawa, kamu menolak menyelamatkan nyawa berarti kamu membunuh nyawa. Yang mana yang perlu?”, orang langsung mengatakan “berbuat baik, menyelamatkan nyawa”. Maka Kristus sembuhkan tangan orang ini dan orang Farisi begitu marah, lalu mereka berunding “mau diapakan orang ini”.

Kristus membagikan satu keseimbangan, Dia mengerti doktrin tentang Tuhan dengan begitu baik, tetapi Dia juga memiliki belas kasihan kepada masyarakat sekitar dengan begitu luar biasa. Inilah pelajaran tentang Sabat yang sangat penting. Sabat menekankan dengan ekstrim bagaimana saya mengharapkan Tuhan, mengenal Tuhan, merindukan Tuhan dan datang mendengar FirmanNya, dibimbing untuk mengenal Dia, mempunyai relasi yang secara vertikal sangat ditekankan. Tapi di saat yang sama, Sabat juga menekankan relasiku dengan orang lain bagaimana. Maka Sabat adalah tentang cinta kepada Tuhan dan sesama, Sabat adalah tentang hormat kepada Tuhan dan menghargai sesama. Inilah sebabnya Sabat menjadi kunci bagi kita untuk memahami bahwa apa yang kita pelajari secara doktrinal, secara vertikal dan relasi pribadi kita dengan Tuhan mutlak harus ada dan di sisi lain cara kita berempati dengan orang lain, punya belas kasihan dan mau menjangkau orang lain, juga mutlak harus ada, dan ini perlu latihan. Terkadang kita terlalu condong pada yang satu, mengabaikan yang lain. Orang yang mengatakan “sudahlah kita tolong orang lain, lihat siapa yang perlu, tidak perlu terlalu banyak belajar doktrin. Belajar semua bikin sombong tidak ada tindakan” akhirnya orang cenderung bertindak tidak mau belajar. Lalu orang cenderung belajar dan memuaskan diri dengan apa yang dia tahu tanpa mempunyai belas kasihan, dua-duanya Tuhan Yesus tegur. Maka Tuhan Yesus ketika menyembuhkan orang sakit kusta, Dia mengatakan “sekarang pergi kepada imam, lalu lakukan apa yang Taurat perintahkan. Kamu mesti ikuti upacara yang sudah disahkan oleh Tuhan”. Latihan dekat kepada Tuhan latihan dekat kepada sesama, latihan menghormati Tuhan latihan menghargai sesama. Bukan menjadi eksklusif lalu menganggap “diriku punya kelompok sendiri, kelompok orang yang mau ke sorga”. Biar kita belajar, bukan karena kita mau jalin dengan luas, bukan mau punya kenalan banyak, bukan mau punya kebanggaan. Kita bukan mau menjadi orang yang banyak channel, tapi kita mau secara natural menjadi berkat bagi orang lain. Ciri orang Kristen dan bukan adalah orang yang bukan Kristen bisa menjalin pertemanan bahkan bisa tulus. Maka di sini Kristus menjadi contoh bagaimana Dia penuh dengan pengertian yang dalam dan akurat tentang Taurat, tentang Bapa dan ibadah, dan Dia juga punya hati yang penuh belas kasihan untuk orang-orang yang ada di sekeliling. Kita jangan menjadi dualistik, jangan menjadi orang yang hanya pentingkan satu sisi mengabaikan yang lain. Biarlah kita menjadi orang yang mengikat kedua-duanya di dalam satu usaha pertumbuhan iman kita sebagai orang Kristen. Biarlah tahun ini kita belajar makin giat, cari pengertian paling dalam, beribadah dengan sungguh-sungguh, sekaligus makin mempunyai kemampuan untuk membaur dengan masyarakat sekitar kita, mengenal mereka, berbelas kasihan kepada kita dan menolong mereka yang berada dalam keadaan yang sangat jauh dari kita. Banyak orang mau binasa, kita punya kerinduan untuk jangkau mereka. Orang Farisi picik, berpikir relasiku dengan Tuhan cukup. Tapi Yesus Kristus menyeimbangkan “relasimu dengan sesama belum beres”. Relasi dengan sesama beres, jangan lupa relasi dengan Tuhan harus beres. Biarlah kita belajar keseimbangan 2 hal ini. Saya mau kita semua belajar teologi lebih dalam, doktrin lebih dalam, lebih akurat, benar-benar dalami pengertian dari sejarah gereja reformed yang ortodoks, kemudian melatih diri kita menjadi berkat bagi orang lain.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)