(Lukas 16:1-9)
Kekristenan menempatkan uang di tempat yang sangat tinggi karena uang adalah cara yang Tuhan pakai untuk menguji dan menghakimi kita. Tuhan menghakimi kita berdasarkan cara kita mendapatkan uang. Tuhan juga menghakimi kita di dalam cara kita memperlakukan uang, cara kita menghabiskan uang, cara kita mempergunakan uang. Ini adalah cara untuk mengetahui apakah kita sudah setia atau tidak. Orang yang setia akan teruji di dalam banyak hal. Tapi seringkali kita menyempitkan kesetiaan dan kesucian hanya di dalam moral yang berkait dengan pantas dan tidak pantas. Di dalam beberapa bagian, orang Farisi dianggap sebagai orang yang suka uang, hamba uang, mementingkan uang di segala hal, dan ini sangat menggelikan. Mereka yang sangat cinta uang, mereka menganggap diri mereka lebih baik dari yang lain karena mereka sudah memberikan perpuluhan atau mereka sudah mendedikasikan semua yang mereka harus dedikasikan kepada Tuhan. Jadi yang dipersembahkan kepada Tuhan dianggap sebagai sesuatu yang akan membuat sah hati yang terlalu cinta uang. Ini jadi peringatan termasuk bagi orang-orang Kristen pada zaman ini. Saudara menjadi orang Kristen keaktifan Saudara, dedikasi Saudara, maupun persembahan yang Saudara berikan tidak memberikan Saudara hak untuk melakukan dosa. Itu yang dilakukan orang Farisi, mereka pikir karena mereka menjalankan ibadah mereka dengan ketat maka mereka diijinkan untuk mengerjakan banyak hal yang memberikan fokus pada uang lebih dari pada yang lain. Maka di dalam Injil, disebutkan di dalam narasi, bahwa orang-orang Farisi benci kepada Tuhan Yesus, salah satunya karena Tuhan menegur orang yang cinta uang, sedangkan orang-orang Farisi termasuk orang yang tamak, yang sangat menginginkan uang lebih dari yang lain.

Di dalam Kitab Suci, orang Farisi melakukan dosa yang sama, mereka ingin uang dan mereka memanfaatkan kedok agama. Maka Tuhan Yesus menegur mereka dengan memberikan ilustrasi tentang seseorang bendahara. Bendahara pada zaman itu lain dengan bendahara sekarang. Pada zaman itu orang kaya akan mempunyai banyak budak. Dan budak yang pintas akan kelola uang, dia akan dipercayakan sejumlah uang. Lalu budak itu akan disuruh oleh pemilik modal ini, oleh tuannya, “ini ada uang untuk kamu. Kamu pintar putar uang, silahkan putar. Saya tuntut 10% dari perputaran uang ini”. Misalnya “saya beri kamu 100 juta, saya minta kembali ke saya sudah tambah keuntungan. Jadi silahkan putarkan uang ini, kemudian kasi tambahan 10 juta ke saya”, atau tambah kejam lagi, “saya beri kamu 100 juta, kamu harus kembalikan ke saya 150 juta. Entah caranya bagaimana, kamu yang pikirkan”. Lalu dia akan putarkan uang itu, menjadi seorang yang meminjamkan uang kepada orang-orang yang benar-benar perlu, lalu mencekik orang-orang itu dengan bunga yang sangat tinggi. Maka dia akan pinjamkan 100 juta, orang akan kembalikan 200 juta, nanti dia kembalikan 150 juta kepada tuannya, dan dia simpan sendiri 50 juta. Dan tuannya mengijinkan hal itu terjadi. Ini praktek yang umum terjadi pada waktu itu. Jadi orang yang punya uang, yang punya modal akan pinjamkan dengan bendahara untuk atur dan tuan pemilik modal itu tutup mata, “saya tidak peduli uang saya diapakan, saya tidak peduli kamu melakukan apa dengan uang ini. Yang saya mau tahu di meja saya pada akhir tempo harus ada 150 juta”, ini yang akhirnya bendahara yang pintar itu akan putar. Dan kebanyakan mereka sangat kejam. Mereka mempunyai tukang pukul, orang-orang kasar yang siap menghantam orang-orang yang gagal membayar. Dan mereka bisa kenakan bunga 2 kali lipat bahkan lebih. Tuhan tidak suka praktek seperti ini. Dan ini sudah Tuhan nyatakan di dalam Taurat, bahwa memberikan beban bunga adalah sesuatu yang Tuhan larang. Tapi Saudara dan saya harus memahami Alkitab dengan benar, hermeunetika sangat penting, bagaimana menafsirkan Kitab Suci di dalam latar budaya Kitab Suci lalu menjadikan ini sebagai analogi atau contoh bagi kehidupan kita sekarang, ini yang harus kita ketahui dengan tepat. Karena kalau tidak, kita akan melakukan berbagai macam kebodohan penafsiran dan menjalani hidup yang sangat bodoh di dunia ini. Kalau Alkitab menentang bunga itu bukan berarti Saudara dan saya tidak boleh hidup di tengah-tengah budaya yang ada bunga. Karena pengertian bunga sekarang dengan pengertian bunga Kitab Suci beda. Saudara tidak bisa ke bank lalu mengatakan, “saya mau pinjam uang”, dari bank mengatakan, “kami kenakan suku bunga sekian persen”, Saudara mengatakan “itu dosa, Alkitab mengatakan tidak boleh ada bunga, jadi kalau saya pinjam dari kamu, saya mengembalikannya sama”, itu salah. Karena di dalam konsep ekonomi sekarang, Saudara dan saya diajar atau melihat sistem yang sangat unik, yang berusaha memberikan keadilan tentang harta. Maka suku bunga di dalam zaman kita lain penerapan dengan zaman dulu. Pada zaman dulu keadaannya sangat kejam. Siapa yang punya uang akan didatangi orang yang perlu. Maka dia mau tidak mau karena keadaan sangat terjepit, diikat oleh keharusan membayar 2 kali lipat lebih apa yang dia sudah pinjam. Ini praktek yang terjadi pada zaman Perjanjian Lama. Maka Tuhan larang, “kamu jangan menekan orang. orang yang perlu jangan dijepit dan orang yang tidak mengerti jangan dimanfaatkan”. Di dalam Taurat dikatakan “jangan taruh batu di depan orang buta yang sedang jalan”, ini berarti kalau ada orang yang tidak mengerti, jangan manfaatkan ketidak-mengertian dia. Orang tidak mengerti harga, jangan dibohongi. Saudara sering pergi ke pasar lalu tawar-menawar dan ternyata harga yang didapat kecil sekali, harga tawaran awal besar sekali.

Yesus sedang tidak mengajarkan ini, Yesus mengatakan ini fakta, realita yang terjadi di sekeliling. Ada seorang bendahara, seperti yang saya katakan tadi, bendahara adalah seorang budak yang pintar, yang bisa kelola uang. Dan Alkitab mengatakan ternyata bendahara itu merugikan tuannya. Merugikan tuan bukan berarti dia mencuri dari tuannya, karena kalau benar dia mencuri, dia sudah ditangkap dan dipenjara. Berarti dia melakukan kejahatan yang tidak terlalu besar untuk dipenjara, tapi cukup besar untuk membuat dia dipecat. Ini kesalahan yang smooth, orang pintar kesalahannya itu selalu licin sekali. Banyak orang, termasuk orang Kristen, yang suka memanfaatkan orang kecil seperti ini, bukan kriminal tapi merugikan yang lain. Dan kalau Saudara bekerja di tempat di mana Saudara tidak mau dedikasikan total pekerjaan Saudara, Saudara tidak akan menjadi pekerja yang efisien. Dan Saudara tidak mungkin maju, karena Saudara hanya memanfaatkan kesempatan untuk mendapat uang. Bagaimana cara mendapat uang? Kerja, “saya kerja untuk mendapat uang, tapi saya tidak suka bekerja di sini, saya tidak peduli tempat ini maju atau bangkrut”. Banyak orang mempunyai sikap remeh seperti ini. Saudara tidak bisa lakukan itu. Saudara dan saya sebagai orang Kristen harus tahu bahwa kita bekerja untuk Tuhan dan Tuhan sekarang percayakan tempat saya bekerja sebagai tempat saya melayani Tuhan melalui melayani tempat ini.

Di dalam cerita ini, bendahara itu bisa lakukan 2 hal, pertama “saya sudah akan dipecat, berarti kesempatan saya mencari untung di sini sudah tinggal sedikit. Tapi yang dia lakukan lain, di dalam jangka waktu yang ada dia panggil semua orang yang berhutang pada tuannya lalu dia potong hutangnya. Ini bukan berarti dia potong uang tuannya, dia tidak merugikan tuannya lagi, kalau dia merugikan tuannya lagi dia akan dipenjara. Mengapa baik sekali orang ini? Karena dia tahu setelah dia dipecat, dia butuh relasi, bukan uang. Dia korbankan kemungkinan mendapat untung, bahkan sampai 0, supaya nanti setelah dia dipecat ada orang yang mau tampung dia. Akhirnya dia punya banyak teman. Punya teman karena menolak dapat untung dari teman. Jadi bisa dilihat ini ada sistem nilai yang menyindir, kalau orang licik seperti begini saja mementingkan relasi dari pada uang, orang Kristen harusnya bagaimana? Itu yang Tuhan Yesus mau sindir. Ini bukan berarti kita harus tiru orang ini, “kalau begitu kita harus jalin relasi, kamu mau jalan-jalan kemana, saya kasi modalnya”, bukan seperti itu. Ini sedang bercerita ada orang yang menganggap uang tidak lebih penting dari pada persahabatan. Banyak orang menganggap uang lebih penting dari persahabatan, tipu orang lain, lalu tidak merasa rugi kalau orang tidak lagi percaya dia. Ini perbandingan, Yesus tidak mengatakan kita harus seperti bendahara ini. Karena di bagian akhir Dia mengatakan “ikatlah persahabatan dengan mamon yang tidak jujur. Supaya jika mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi”, ini bicara kemah. Yesus tidak bicara tentang rumah tempat orang ini ditampung, Yesus bicara soal kemah abadi. Kemah abadi itu apa? Prinsip ekonomi dan peraturan di dalam masyarakat itu adalah sesuatu yang Tuhan nyatakan di dalam Taurat. Dan di dalam Taurat, terutama Kitab Imamat, seluruh peraturan peradilan ini adalah peraturan yang Tuhan berikan setelah Tuhan memberikan Kemah Suci di tengah Israel. Setelah Kemah Suci jadi, Tuhan beri tahu apa yang Israel mesti lakukan karena mereka hidup mengelilingi kemah ini. “Karena Kemah Tuhan ada di tengah kamu, maka kamu harus menaati Taurat”. Jadi Yesus sedang mengatakan Kemah Abadi itu ada di tengah-tengah kita. Dan engkau harus menjalankan apa yang Tuhan katakan dulu di Taurat tentang uang. Dan Yesus mengatakan di sini “ikatlah persahabatan dengan menggunakan mamon yang tidak jujur”. Mamon yang tidak jujur artinya uang, karena mamon adalah dewa sumber kekayaan, menjadi sindiran bagi orang Israel. Jadi mamon adalah uang atau kekayaan. Gunakan kekayaan untuk sesuatu yang lebih penting yaitu persahabatan. Persahabatan demi Kemah Abadi dihargai. Ini pengertian yang harus kita pahami dengan tepat. Dan saya ingin membagikan ada 5 hal yang harus kita tahu di dalam ayat 9 ini. Apa yang dimaksud dengan ikat persahabatan dengan mamon yang tidak jujur, demi kita diterima di Kemah Abadi?

Yang pertama adalah kita memperlakukan uang dengan keadilan. Itu prinsip utama. Uang menjadi cara untuk ada keadilan. Harta menjadi cara untuk keadilan bisa dilakukan. Jadi orang tidak boleh ambil keuntungan yang tidak layak diambil, tidak boleh rugikan orang, dan harus membuat keuangan menjadi satu pengukur untuk tindakan adil. Apakah di masyarakat terjadi keadilan? Bagaimana mengukur di masyarakat terjadi keadilan? Ukurannya adalah harta orang yang ada di dalamnya dihargai dan keuntungan yang dia peroleh, diperoleh dengan tidak merugikan yang lain. Maka uang dan keadilan itu sangat berkait erat. Maka uang digunakan, dikatakan dalam ayat 9, harus ikat persahabatan dengan mamon, mamonnya harus dipakai. Saudara ada uang harus dipakai, yang pertama untuk keadilan, yang kedua dipakai untuk hidup sehari-hari, ini penting sekali.
Di dalam Alkitab dikatakan siapa yang mau bertahan hidup mesti kerja. Kerja untuk dapat uang. Orang yang tidak mau kerja, tidak berhak dapat uang. Orang yang sudah kerja tapi masih kurang, berhak dapat belas kasihan. Tapi orang yang tidak bekerja, tidak berhak mendapat belas kasihan. Itu sebabnya di dalam Alkitab tidak ada orang miskin yang tidak dipelihara dan tidak ada orang yang memanfaatkan kemiskinan untuk mendapatkan keuangan yang dia tidak layak dapat. Keadilan di dalam masyarakat yang mau tunduk kepada firman itu luar biasa. Maka Alkitab menyatakan dengan tegas, ketekunan untuk bekerja akan menghasilkan keuangan. Siapa yang rajin, Tuhan tidak akan lupakan. Dan kalau pun sudah kerja sekuat mungkin, sebijak mungkin, sehikmat mungkin, seefisien mungkin, tapi tetap kurang, Tuhan memakai belas kasihan dari umatNya untuk mencukupkan. Di sini kita tahu satu hal, Tuhan menghargai kerja keras, dan Tuhan tidak ijinkan orang kerja keras mengalami kekurangan. Tapi Tuhan tidak menjanjikan hal yang sama untuk orang yang tidak suka kerja. Alkitab menggambarkan pengangguran di dalam level yang lebih limpah dari pada kita. Pengangguran itu berarti orang yang bisa mencukupkan diri dengan kerja yang minim, itu juga termasuk pengangguran. Kalau orang bisa putar uangnya, lalu dia cuma duduk-duduk, tidak melakukan apa-apa, itu pun termasuk pengangguran. Maka di dalam waktu yang Tuhan percayakan, orang dituntut kerjakan apa yang perlu demi kebaikan bersama dan kemuliaan Tuhan. Tidak ada orang boleh punya waktu luang terlalu banyak. Dan di dalam hidup masyarakat sekarang, orang yang punya uang cukup bahkan limpah, lalu punya waktu luang banyak, itu yang paling mungkin jatuh dalam dosa. Maka Tuhan menghargai orang yang rajin. Dan Saudara harus tahu di dalam Kitab Suci dikatakan Tuhan kita adalah Tuhan yang tidak pernah lalai menghargai orang yang Dia mau hargai dan tidak pernah lalai menghukum orang yang mau Dia hukum. Kalau yang lain banting tulang, apakah hak saya boleh sembarangan menjalani hidup? Ada orang yang cuma putar uang sedikit, bisa kaya lalu tidak perlu keraja apa-apa lagi, itu salah. Dia harus isi hidupnya dengan kerja yang lain, yang Tuhan mau percayakan kepada dia. Maka Alkitab mengajarkan keuangan berkait dengan kehidupan sehari-hari. Saudara kerja, dapat uang, dipakai untuk kehidupan sehari-hari, membiayai diri maupun membiayai keluarga. Seorang kepala kelaurga di dalam Kitab Suci mempunyai tanggung jawab untuk melakukan ini, penghidupan sehari-hari.

Lalu hal yang ketiga, uang juga menjadi satu bentuk pemeliharaan Tuhan di waktu yang akan datang. Maka Saudara tidak bisa menganggap uang yang diperoleh sekarang murni hanya untuk hari ini. Karena Tuhan memberikan penghargaan untuk nanti, kadang-kadang dia berikan saat ini. Maka menabung atau bahkan mengamankan diri dengan asuransi, itu tidak ada kaitan dengan tidak beriman. Tuhan katakan “Aku percayakan uang kepadamu, jangan habis, simpan baik-baik, tabung. Siapkan untuk masa depan, pikirkan masa depan mau apa”, jangan lemparkan tanggung jawab ke Tuhan, karena Tuhan minta kita bertanggung jawab untuk menangani bumi. Manusia ditempatkan di bumi untuk menaklukan bumi. Maka Tuhan menyiapkan bijaksana yang cukup untuk kita menjalani hidup menaklukan bumi dan menjalankan yang Tuhan mau. Kalau Saudara dipercayakan keuangan, ingat hari depan. Yang malas nabung dan rajin belanja, itu bahaya. Lalu yang keempat, memanfaatkan mamon untuk tujuan yang lain adalah salah satunya menikmati Tuhan melalui berkatNya dalam ciptaan. Kadang Tuhan memberikan kita kesempatan untuk menikmati dengan biaya lebih besar, itu tidak apa-apa. Ada yang diberi kelimpahan dalam uang ada yang tidak, tidak apa-apa, karena berkat Tuhan banyak. Orang yang kaya tidak diberikan kesempatan bergantung lebih besar dari pada orang yang kurang. Jadi banyak sisi Tuhan mendidik kita dan itu yang lebih penting. Lalu hal yang kelima, di dalam uang Tuhan menginginkan kita mempunyai tanda relasi di dalam kasih. Ini yang dimaksudkan dalam ayat 9 juga, yaitu ikatlah persahabatan dengan menggunakan mamon yang tidak jujur. Saudara mengasihi orang, berapa banyak uang Saudara pakai untuk dia. Tuhan memakai uang sebagai salah satu bentuk pengukuran. Tentu uang bukan satu-satunya, Saudara menghabiskan waktu berapa banyak, Saudara mengasihi orang itu dengan memberikan pengajaran berapa banyak, memberikan berkat berapa banyak. Tapi uang tidak dikecualikan. Jangan bilang “saya sudah habiskan waktu, segala macam, tapi bukan uang”, itu bohong. Ada orang menghabiskan waktu untuk pelayanan tapi tidak pernah memberikan uang, itu bohong. Karena uang menjadi salah satu pengukur. Maka pertanyaan yang sama, yang pernah muncul akan muncul lagi. Sudahkah engkau setia memberikan perpuluhan? Kalau belum, jangan mengaku cinta Tuhan. Kalau Saudara tidak memberi perpuluhan, oke saja, tapi jangan pernah bilang “saya mencintai Tuhan”. Karena salah satu syarat Saudara menghargai berkat Tuhan adalah Saudara mengerti bagaimana memberi untuk menyatakan kasih. Kasih berarti ada satu respon yang saya berikan dimana keuangan adalah salah satu aspeknya.

Maka Tuhan Yesus mengingatkan ikat persahabatan dengan menggunakan mamon yang tidak jujur, supaya jika mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam Kemah Abadi. Ini paralel dengan kasus bendahara itu. Uang yang sudah kamu habiskan itu tidak sia-sia, karena kemah yang ada di tengah-tengah umat Tuhan itu adalah kemah yang akan memulihkan Kerajaan Allah. Saudara dan saya berbagian di dalam pekerjaan Tuhan, di dalam setiap aspek, dan termasuk aspek keuangan. Harap kita menjadi orang yang teliti dan bertanggung jawab di dalam aspek keuangan kita. Dengan seimbang menjalankan hal-hal tadi dan dengans eimbang mengetahui satu hal Tuhan akan melihat kerohanian kita dan menilai kita dari cara kita memakai uang. Kiranya Tuhan memberkati, menolong kita menjalankan kehendakNya.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkotbah)