Pagi-pagi pertama pada hari pertama minggu itu perempuan-perempuan pergi ke kubur membawa rempah-rempah yang telah disediakan mereka. Orang yang mati dimasukan ke dalam kubur biasanya akan ditangisi sampai berhari-hari, kalau orang penting bisa sampai 1 bulan. Jadi tangisan lalu pergi ke kubur untuk memberikan rempah-rempah itu bisa dilakukan berhari-hari kemudian dan menangisi orang yang mati itu bisa dilakukan sampai satu bulan kemudian. Tapi ketika Yesus mati tidak ada yang melakukan ini, kematian Yesus dianggap sebagai kematian orang yang cepat ingin dilupakan. “Ini kontroversi, layakkah Dia mati atau tidak, manusia sejati atau bukan, ini masih kontroversi. Maka lebih baik kita tutup kasus ini, kita masukan peti es dan tidak kita bahas lagi. Jangan ada lagi yang menangisi orang ini, lupakan Dia. Kalau Dia bangkit berarti kita harus ingat dan bertobat. Kalau Dia tidak bangkit, kita lupakan sekali untuk selama-lamanya”. Maka kubur Yesus dijaga dan orang-orang memberikan kabar harus jaga baik-baik karena nanti murid-muridNya akan curi mayatNya lalu mengatakan Dia bangkit. Tapi bagian ini digambarkan dengan sangat sedih sekali, hanya beberapa orang perempuan saja, terhitung dengan jari. Hanya beberapa dari mereka yang datang dan nama mereka pun dicatat. Hanya tiga perempuan yang datang dan juga perempuan-perempuan ini membawa rempah-rempah dan minyak untuk meminyaki Yesus, karena mereka tidak sempat melakukan itu waktu Yesus mati, sebab hari persiapan masuk ke Sabat sudah mulai. Jadi mereka dengan sangat sedih datang ke kubur, keadaan sangat sepi tetapi kubur itu sudah terbuka. Mereka mendapati batu sudah terguling dari kubur itu dan setelah masuk, mereka tidak menemukan mayat Tuhan Yesus. Ini titik yang indah sekali, dari kubur yang kosong Tuhan memulai pekerjaanNya, memulai ciptaan baru yang akan digenapi pada kedatangan Yesus kedua, ciptaan baru sedang dimulai. Dan permulaan dari ciptaan baru ini mengadopsi cerita Taman Eden sebagai tema utamanya.

« 9 of 13 »