Yesaya mengatakan di pasal selanjutnya, “tetapi Tuhan tidak pernah lupa perjanjianNya”, manusia lupa perjanjian, tapi Tuhan tidak. Maka dikatakan di dalam keadaan kacau, Tuhan akan balikan jadi baik lagi. Ini seperi ada gerakan yang unik sekali. Dalam Kejadian 1 gerakannya dari kacau menjadi sangat baik. Di dalam Yesaya dikatakan karena engkau tidak setia gerakannya dari baik menjadi kacau. Sekarang Yesaya mengatakan sudah kacau, balik lagi ke Kejadian, jadi baik lagi. ada seorang ahli Perjanjian Lama bernama Walter Brueggemann, dia menyelidiki kemudian mengatakan ini indah sekali, ternyata di dalam Kitab Yesaya, Yeremia, Yehezkiel ada satu nasihat yang baik, luar biasa penting. Nasihat bahwa Tuhan adalah Tuhan yang menjadikan rencana finalNya setelah keadaan menjadi kacau dulu. Jadi rencana final Tuhan akan masuk, bahkan menerobos dengan sangat perkasa melalui keadaan yang sangat buruk. Semua peristiwa jelek itu seperti membuat tembok besar bahwa rencana Tuhan sudah terhenti. Saudara bisa bayangkan pengharapan Israel, “kalau kami berharap Tuhan mengatasi semua kekacauan ini, sekarang Tuhan sendiri yang mengatakan Aku justru bikin kacau, kamu mau apa? Kamu sendiri yang tidak setia kepadaKu, maka Aku membuat kacau”, kalau kekacauan itu ternyata dari Tuhan, apa harapannya Israel? Mereka mengatakan “Tuhan segeralah datang, kekacauan ini tidak bisa kami terima lagi. Kami terlalu sulit hidup di tengah kacau balau seperti ini”. Dan ketika keadaan kacau-balau seperti ini, Tuhan mengatakan “Aku yang membuat kacau”, kalau Tuhan yang membuat kacau, berarti saya punya harapan apa? Saya tidak berseru kepada Tuhan, karena Tuhan penyebab kekacauan ini. Di Yesaya ada ayat yang sangat penting “Aku Pencipta terang, Aku juga Pencipta gelap”, demikian firman Tuhan. Maksudnya periode baik dari Israel itu dari Tuhan, periode buruk dari Israel itu juga dari Tuhan. Maka Brueggemann mengatakan dari seluruh Perjanjian Lama peristiwa paling penting bukan Israel keluar dari Mesir, bukan Daud menjadi raja, bukan Bait Suci didirikan, tapi bagi Brueggemann peristiwa paling penting adalah pembuangan. Mengapa pembuangan itu penting? Karena pembuangan akan memberikan gambaran paling negatif tentang hidup. Saudara punya hidup negatif dan mengatakan “bagaimana bisa hidup di tengah negara kacau-balau?”, maka Saudara akan menyadari kekacau-balauan ini membuat Saudara tidak bisa hidup. Tapi kekacau-balauan yang kita alami tidak bisa disamakan dengan kacau-balaunya pembuangan. Pembuangan itu menjadi wakil dari seluruh kekacau-balauan yang mungkin dialami oleh manusia. Yang mati di pinggir jalan itu bukan tentara Israel saja, yang mati di pinggir jalan adalah para pemuda yang seharusnya tidak pergi berperang, perempuan-perempuan, bayi-bayi yang di lempar sampai hancur ke tembok. Ini penderitaan besar sekali. Maka pembuangan adalah peristiwa yang sangat mengharukan, membuat pilu dan membuat kita tahu bahwa penderitaan berat sedang dialami oleh Israel. Dan mereka dibawa ke Babel di mana mereka tidak punya pemerintahan sendiri, mereka dipaksa ikut agama orang. Saudara tahu rasanya jadi minoritas, tapi Saudara belum tahu rasanya minoritas tertekan sebelum merenungkan Israel di Babel. Di Babel mereka ditantang bahkan ditantang mati “jika engkau menyembah Tuhan yang sudah kalah itu, maka kamu akan dikucilkan dari masyarakat ini”. Bayangkan betapa sulitnya mereka ketika Darius mengatakan “tidak boleh ada dewa di luar Babel yang boleh engkau sembah”, tapi Daniel tetap berdoa kepada Tuhan dengan menghadapkan jendelanya ke arah Yerusalem, akibatnya dia dilempar ke goa singa. Kita terus mengeluh “Tuhan, mengapa di Bandung ini keras, banyak kaum radikal?”, tapi itu tidak ada bandingannya dengan tekanan Babel kepada Israel, “kamu tidak boleh beribadah, kamu tidak boleh melakukan apa pun”. Kalau Tuhan tidak intervensi, mereka akan berada dalam keadaan yang memprihatinkan. Kehancuran dalam bidang agama, dalam bidang politik, kehancuran dalam kehidupan sehari-hari, semua kehancuran dialami oleh orang paling tinggi maupun rendah. Tidak ada yang tidak menderita pada waktu itu. Maka Brueggemann mengatakan pembuangan adalah peristiwa paling penting karena ini menggambarkan keadaan kacau balau dan kosong di dalam level yang belum pernah disamai oleh keadaan apa pun di Perjanjian Lama. Tidak ada peristiwa lebih menyakitkan, lebih mengharukan, lebih membuat kasihan dan lebih membuat hati hancur dibandingkan pembuangan. Yang menderita bukan cuma raja tapi juga rakyat, bukan cuma rakyat tapi juga nabi. Yeremia berada dalam keadaan sangat takut, dia berkhotbah tapi diserang oleh pemerintahan sendiri, dia berkhotbah mendukung penjajah yang akan datang. Dan penjajah itu mendatangkan penderitaan yang sangat besar bagi anak bangsanya. Maka para nabi berseru “Tuhan, Babel menghancurkan anak-anak kami, saudara sebangsa kami, keluarga kami, tetangga kami, orang-orang yang karib dengan kami, semua dihancurkan oleh Babel. Kami sangat benci Babel”. Bayangkan berapa hancurnya Yeremia harus berkhotbah mengatakan “Nebukadnezar dan Babel itulah alatNya Tuhan. Kalau Babel datang, taat sama dia, kalau mereka mau ambil kamu dibuang ke Babel, ikutlah”. Yeremia tidak mengkhotbahkan ini dengan mudah, karena dia benci sekali kepada Babel. Tapi dia harus berkhotbah Tuhan pakai Babel dan Tuhan buang Israel, Tuhan mencintai musuh Israel dan membuang umatNya sendiri karena dosa mereka sudah terlalu besar. Penderitaan yang besar bisa kita renungkan waktu membaca peristiwa di pembuangan. Mulai dari tulisan Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, lalu Saudara membaca setiap kata dari Kitab Ratapan, dan Saudara akan tahu sedihnya, hancurnya, habisnya hidup benar-benar dicurahkan dalam kitab itu. Banyak kali kita mudah mengeluh, tapi ketika membaca Ratapan Saudara baru tahu “saya tidak punya alasan untuk meratap”. Yeremia yang punya alasan untuk meratap.