(Lukas 9: 37-43a, Matius 17: 14-21)
Kita hidup dengan satu tujuan utama, gereja melayani dengan satu tujuan utama. Tapi waktu menjalani tujuan utama itu tetap ada hal-hal yang terjadi yang memerlukan perhatian dan terkadang kita mesti menyimpang dari jalur utama sebelum kembali menjalankan yang utama itu. Tapi hal-hal yang menyimpangkan kita tidak boleh membuat kita menjadi belok dari jalur yang utama itu. Kristus harus pergi ke Yerusalem dan Dia tidak pernah membatalkan rencana ini. Terkadang Dia harus pergi untuk bertemu dengan satu orang yang perlu, terkadang Dia harus menyembuhkan satu orang, kadang Dia harus menangani hal yang tidak sepenting tugas utamaNya. Tetapi hal-hal itu tetap mendapatkan perhatian Dia, namun hal-hal itu tidak membuat Dia beralih. Bagian ini adalah salah satu contoh yang indah di dalam berita di dalam pengobanan dan penderitaan Kristus, Lukas memasukan satu peristiwa pengusiran setan, pengusiran roh jahat yang membuat seorang mempunyai gejala sakit seperti sakit epilepsi, tetapi ternyata lebih dari itu, penyakit itu dengan sangat-sangat kuat menyeret anak ini dan membuat dia sangat sengsara. Di dalam kehidupan Kristus begitu banyak orang yang perlu Dia. Inilah hal yang kita bisa pelajari. Yesus mempunyai satu tujuan utama, tapi Dia mengijinkan ada satu belokan sebentar untuk menangani hal-hal di sekitar Dia. Demikian juga gereja Tuhan, punya satu tujuan utama tapi harus menangani hal-hal yang terjadi di tengah-tengahnya. Kristus Yesus tidak membuang orang-orang yang perlu, yang teriak mengatakan “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku”, membuat Dia berhenti dulu dari berjalan kemudian menangani apa yang diperlukan orang ini. Gereja tidak boleh menjadi tersesat hanya menangani hal-hal yang sifatnya insidental atau hal-hal yang sifatnya darurat tanpa melihat tujuan utama. Tapi waktu melihat tujuan utama, gereja tidak boleh buta terhadap hal-hal yang insidental yang tiba-tiba muncul, ini merupakan bijaksana dalan Injil Lukas yang sangat-sangat kental. Yesus Kristus tahu tujuan utamaNya tapi Dia juga menangani orang-orang yang ada di samping, yang meskipun tidak berkait dengan tujuan utamaNya atau mempunyai kepentingan lebih rendah dari tujuan utamaNya, Dia tetap memberikan anugerahNya. Yesus Kristus yang adalah Sang Juruselamat sejati, satu-satunya yang sanggup untuk memberkati seluruh dunia, waktu hidup di bumi ini pun hanya menolong orang yang bertemu dengan Dia dalam perjalananNya. Dia punya perjalanan yang jelas, dan siapa pun yang Dia temui dalam jalan itu, itulah yang menjadi orang yang Dia tolong. Maka ini yang disebut anugerah Tuhan dan respon yang Tuhan tuntut dari umatNya di dalam kehidupan dan lingkungan sekitarnya. Tuhan Yesus memberikan contoh ini, Dia menyembuhkan orang sakit yang mana? Yang Dia temui dalam perjalananNya, Dia tolong orang buta yang mana? Yang Dia temui dalam perjalananNya. Dia tolong anak yang sakit, yang mati dibangkitkan, karena apa? Karena ada orang yang bertemu dengan Dia di perjalananNya lalu minta Dia untuk tolong anaknya yang sedang sakit dan hampir mati. Maka ini menjadi prinsip kedua yang kita pelajari. Prinsip pertama, saya mempunyai tujuan dan saya tidak mengabaikan hal-hal yang terjadi di sekeliling.
Alkitab jarang membahas penyebab awal mengapa orang kerasukan. Alkitab hanya menyatakan ada orang kerasukan dan Yesus Kristus menyembuhkan. Ini merupakan hal yang indah sekali, yang Alkitab nyatakan, seolah-olah Alkitab menyatakan “saya tidak peduli apa awalnya, saya tidak peduli mengapa dari awalnya engkau melakukan ini, engkau terlibat ini, engkau mendapatkan ini, tapi yang dituntut adalah dari awal ke depan kira-kira apa yang harus engkau lakukan, apa yang Alkitab mau beritakan dari titik ini ke depan”. Maka Alkitab mencatat ada orang kerasukan dan Yesus Kristus menyembuhkan. Alkitab tidak catat dulunya dia main-main kuasa gelap atau dulunya dia melakukan ini, dulunya dia menyembah berhala dan lain-lain. Seolah-olah Alkitab mau menyatakan apa pun keadaan kita sekarang, datang kepada Tuhan dan kalau Tuhan berikan kesempatan untuk bertobat, jangan permainkan kesempatan itu. Itu sebabnya inilah bijaksana yang Alkitab coba ajarkan kepada kita. Kalau ada orang berdosa mau datang bertobat, Saudara tidak datang dengan penghakiman besar dulu, orang berdosa datang mau bertobat, kita akan katakan “apa pun masalah lalumu, Tuhan mau perbaiki. Tapi adakah kesungguhan untuk bertobat?”, kalau kesungguhan bertobat itu ada, Tuhan akan pimpin, tapi kalau kesempatan bertobat dipermainkan, saya tidak tahu apakah Tuhan akan tambahkan hukuman atau bagaimana. Tetapi pada bagian ini Yesus Kristus langsung mengusir setan itu dan orang itu bebas. Tetapi siapa orang ini? Tidak diberi tahu, berapa pentingnya dia? Sama sekali tidak diberi tahu. Dia hanyalah satu orang yang kurang berarti dari kumpulan kelompok orang yang begitu banyak. Inilah keindahan dari penyimpangan yang penuh anugerah yang Yesus kerjakan, Dia mau berjalan ke satu tujuan, tapi dia tolong orang-orang yang tidak penting yang ada di pinggiran itu. Ini sebabnya Injil Lukas menekankan tentang keagungan Kristus mencapai tujuan penebusan dan keagunganNya menjangkau orang-orang yang sama sekali tidak punya apa pun untuk dibanggakan waktu mereka datang kepada Tuhan. Maka Tuhan menangani, menolong dan memberi belas kasihan kepada orang yang sama sekali tidak layak mendapat belas kasihan, sangat tidak layak untuk disandingkan dengan tugas utama Kristus yang mulia.
Hari ini setelah kita membahas ini, saya ingin membandingkannya dengan Matius, karena Lukas mengajarkan kepada kita sifat Kristus yang punya tujuan utama yang jelas, tapi rela membagi hidupNya di dalam perjalanan menyelesaikan tujuan utamaNya dengan memberkati orang lain di sekitar. Hal kedua yang bisa kita pelajari, kita lihat dari Matius, dalam Matius 17: 14-21 ada ajaran yang baik, bukan hanya mengenai siapa Kristus tapi juga mengenai iman kepada Kristus. Siapakah Kristus? Dia adalah Juruselamat dunia yang punya belas kasihan kepada orang lain dan ini yang harus kita contoh. Kadang-kadang kita punya tujuan yang jelas, tapi kita kurang peka terhadap apa yang orang lain perlukan di sekitar kita. Bahkan orang-orang di sekitar kita menjadi gangguan bagi kita. Orang hidup di dalam dunia harus mempunyai relasi dan relasi yang dijalankan selalu harus beresiko disakiti. Kalau Allah tidak mau disakiti, Dia tinggal menikmati relasi antar Tritunggal, tidak akan mungkin sakit. Tapi waktu Dia membuka diriNya berelasi dengan manusia, itu akan membuat Dia meresikokan hatiNya untuk kemudian disakiti oleh kita. Kalau manusia tidak mau disakiti hatinya, tidak perlu berelasi, tapi tidak mungkin. Manusia tidak mungkin hidup tanpa relasi. Karena itu relasi yang dijalani manusia adalah satu keharusan. Tapi relasi di tengah dunia yang telah jatuh ini adalah relasi yang sangat resiko untuk disakiti. Saudara kalau tidak mau sakit hati ya tidak perlu berelasi, tapi ini tidak mungkin. Saudara kalau tidak mau disakiti tidak perlu berelasi, berarti tidak perlu ada relasi antara laki-laki dan perempuan, tidak perlu relasi suami istri, tidak perlu relasi orang tua anak, mari semua orang hidup masing-masing dan hidup masing-masing tanpa berinteraksi dengan orang lain, inilah yang memberikan bebas sakit hati. Bebas sakit hati tapi juga kosong. Tidak mau kosong, harus berelasi. Tapi berelasi meresikokan diri disakiti, memang begitu. Ini pelajaran yang akan kita alami dan akan mendewasakan kita sampai kita sadar relasi itu menyakitkan, kita belum juga menjadi dewasa. Sampai kita sadar, relasi bisa meresikokan hatiku dihancurkan, baru kita bisa menjadi orang yang dewasa.
Kita jarang memikirkan tema ini, bagaimana Kristus dengan rela datang ke dalam dunia bukan hanya untuk disakiti secara fisik, tetapi untuk berkali-kali mengalami sakit di dalam hati dan tidak banyak orang yang tahu. Apakah mudah bagi seseorang untuk difitnah, untuk dikatakan hal yang jelek padahal dia tidak melakukan itu? Itu adalah hal yang sangat sulit dan Kristus menanggung ini semua. Maka Dia mengatakan “berapa lama lagi Aku harus sabar kepada kamu. Aku sudah menyatakan siapa Aku, kamu terus tolak. Berapa lama Aku harus sabar terhadap penolakanmu? Aku sudah menyatakan siapa Aku, engkau masih belum mengerti. Berapa lama sampai engkau mengerti siapa Aku. Aku sudah menyatakan diriKu kepadamu, tetapi engkau tidak pernah beriman dan menyerahkan hidup kepada Tuhan. Berapa lama Aku harus bersabar kepadamu?”, ini seruan bukan hanya untuk murid, ini adalah seruan untuk kita. Setiap saya membaca ini, saya membayangkan Kristus sendiri sedang mengatakan kepada saya “hai Jimmy, berapa lama lagi Aku harus sabar kepadamu? Berapa lama Aku harus menunggu sampai engkau menjadi dewasa, menjadi orang yang beriman dengan sungguh”. Mari kita jadikan ini kalimat yang dinyatakan kepada kita, “sampai berapa lama?”. Kristus rela menanggung segala hal yang sulit di dalam hati karena berelasi dengan orang-orang yang tegar tengkuk seperti yang kita saksikan di dalam Alkitab. Lalu murid-murid setelah melihat Yesus menyembuhkan orang yang sakit kerasukan roh ini, datang kepada Yesus dan bertanya “Guru, mengapa kami tidak bisa sembuhkan?”, lalu Yesus menjawab “kalau kamu punya iman, tidak mungkin kamu tidak sembuhkan. Karena engkau tidak punya iman, maka engkau gagal untuk menyembuhkan”. Tetapi dalam Markus yang dikutip juga oleh Matius, dikatakan “jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa dan berpuasa”. Inilah kalimat yang sering banyak dimengerti oleh orang Kristen. Di dalam ayat ke-20 “sebab Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada gunung ini pindah dari tempat ini ke sana, maka gunung ini akan pindah, dan tidak ada yang mustahil bagimu”. Apa maksudnya iman yang memindahkan gunung? Sayangnya kita hidup bukan di tradisi Yahudi, tapi kalau kita rajin baca Mazmur, Saudara akan tahu bahwa salah satu bentuk penghakiman itu adalah Tuhan mencampakan gunung ke laut. Waktu Tuhan datang menghakimi, gunung-gunung gemetar, waktu Tuhan datang menghakimi, tiang-tiang yang menopang langit gemetar, waktu Tuhan datang menghakimi, langit dan bumi bergoncang. Yang membuat langit dan bumi goncang adalah Tuhan datang menghakimi. Jadi ciri-ciri penghakiman adalah langit dan bumi bergoncang, tiang penopang langit bergoncang, gunung tercampakan ke laut, gunung-gunung bergetar dan berpindah dari tempatnya. Ini adalah bayangan penghakiman yang sangat besar. Maka Kristus sedang mengatakan “siapa yang beriman seperti biji sesawi yang kecil, dia sanggup memindahkan gunung”, maksudnya adalah siapa yang beriman dia akan tahu penghakiman Tuhan itu akan datang. Dan kalau penghakiman Tuhan akan datang, dia akan tahu kuasa apa pun yang melawan Tuhan pasti akan hancur. Inilah pengertian yang Yesus coba bagikan “jika engkau tahu siapa Aku, engkau akan tahu Akulah yang akan menghakimi. Jika engkau tahu Aku yang akan menghakimi maka engkau tahu tidak ada kuasa yang lebih besar dari kuasaKu” ini yang Yesus sedang ajarkan.
Ini maksudnya adalah kalau Saudara punya iman, Saudara tahu siapa yang akan menghakimi. Kalau Saudara tidak punya iman, Saudara tidak tahu penghakiman ini di tangan siapa. Yesus mengatakan “penghakiman ada di tanganKu, engkau tahu kuasaKu lebih besar dari setan. KuasaKu lebih besar dari setan, bukan kuasamu”, maka kegagalan para murid adalah memakai kuasa sendiri untuk mengusir setan. Justru Yesus sedang mengatakan siapa beriman tidak akan andalkan kuasa sendiri tapi akan kembali kepada Yesus. Mengapa murid-murid andalkan kuasa sendiri? Di dalam pembahasan Lukas bisa kita lihat dengan jelas, Lukas 9 memulai dengan Yesus memberi kuasa untuk mengusir setan, tapi dalam bacaan kita hari ini dikatakan murid gagal mengusir setan. Mengapa mereka yang sudah diberi kuasa mengusir setan gagal mengusir setan? Karena mereka gagal mengaitkan kuasa dengan pribadi. Kuasa tidak bisa lepas dari pribadi. Saudara ingin punya kuasa, tapi Saudara ingin melepaskan kuasa dari pribadi. Berapa banyak orang seperti ini “aku mau punya kuasa penyembuhan”, lalu punya kuasa menyembuhkan. Setelah punya kuasa menyembuhkan, katanya punya kuasa menyembuhkan, orang tanya “kamu kenapa tidak terlalu kuat dalam pengenalan Alkitab?”, “aku tidak perlu mengenal Alkitab, doktrin-doktrin tidak penting, yang penting aku punya kuasa”, “berarti kuasamu terlepas dari Pribadi Kristus?”, “iya”, jadi itu kuasa apa. Para murid mengapa gagal usir setan? Karena mereka sudah diberi kuasa tapi mereka lupa kuasa itu berkait dengan Kristus. Itu sebabnya ketika mereka mengusir setan, Tuhan mengajar mereka “kalau engkau mengandalkan diri, engkau tidak mungkin menjadi orang yang sanggup melakukan apa pun”. Itu sebabnya dikatakan Tuhan Yesus “kalau engkau mempunyai iman sedikit, engkau dapat mengatakan kepada gunung ini pindah”, lalu ditutup dengan ayat 21 “jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa dan berpuasa”. Apa maksudnya berdoa dan berpuasa?Maksudnya adalah dengan penuh permohonan memohon kepada Tuhan untuk memberikan apa yang diinginkan, dan dengan kelemahan mengharapkan Tuhan yang kerjakan. Ini adalah ciri orang yang berdoa dan berpuasa, adalah ciri dari orang yang benar-benar sudah kehilangan harapan untuk mengandalkan diri sendiri, sudah tidak lagi bisa mengandalkan bijaksana, sudah tidak lagi bisa mengandalkan pengalaman, tidak lagi bisa mengandalkan kemampuan sendiri, semua sudah salah. Lalu mengatakan “Tuhan, di segala ketidakmampuan aku mau bersandar kepadamu, tolonglah” itulah pengertian berdoa dan berpuasa. Ini merupakan satu hal yang penting, Saudara tidak mengusir setan karena Saudara punya kekuatan di dalam diri, tetapi karena Saudara diijinkan Tuhan untuk menjadi alat dimana Dia bekerja. Maka murid-murid tanya “mengapa kami tidak bisa usir?”, “kamu tidak punya iman”, “kami punya, saya yakin saya bisa”, salah, itu bukan iman, iman itu berarti “Akulah yang akan menghakimi, Akulah yang akan membuat gunung tercampak”. Kalau engkau tahu itu Yesus, maka dengan berserah kepada Yesus, baru engkau lakukan ini. Itu sebabnya dalam Matius dikatakan “engkau punya iman seperti ini, engkau akan berdoa dan berpuasa”, maksudnya engkau akan memohon dengan sungguh Tuhan akan kerjakan semua. Ini penting bukan hanya dalam usir setan, tapi juga dalam seluruh aspek hidup. Jadi iman tidak ada kaitan dengan “saya yakin ini berubah”, itu omong kosong. Tapi kalau saya mengatakan “saya yakin akan kuasa Tuhan”, itu baru iman. Tapi kalau Saudara yakin kuasa Tuhan, Saudara tahu Tuhan punya cara dan kehendak yang dia mau tentukan, Saudara mesti belajar iman dan keberserahan dan kerelaan Tuhan untuk menyatakan jalanNya Dia itu selalu searah, tidak pernah bertentangan. Maka ayat ini mengajarkan dengan sangat penting, beriman kepada Tuhan berarti menyerahkan seluruh kekuatan diri untuk dihapuskan, tidak diandalkan, tapi mengandalkan semua kekuatan dari Tuhan. Kalau kita pikir kita sudah ahli melakukan apa yang bisa kita lakukan karena keahlian sendiri, di situ kita akan jatuh. Murid-murid mengusir setan di awal pasal 9, tapi ketika Yesus mengajar mereka untuk rendah hati, mereka sadar tanpa bergantung kepada Tuhan tidak mungkin Saudara bisa mempunyai kekuatan untuk lewati apa pun. Itu sebabnya bagian ini mengajarkan kita untuk belajar bergantung kepada Tuhan.
Mari kita melatih diri untuk bergantung kepada Tuhan, jangan bergantung kepada Tuhan ketika situasi sudah hancur dengan keadaan yang kacau, tapi begitu keadaan baik, Saudara lupakan Dia. Harus ada satu kebiasaan untuk bergantung kepada Dia dalam setiap saat. Paulus mengatakan “berdoalah senantiasa”, itu artinya berdoa tanpa berhenti. Mengapa berdoa tanpa berhenti? Karena setiap saat saya perlu Tuhanku. Mengapa perlu Tuhan, keadaan sedang baik? Keadaan mau baik, kacau, saya terus perlu Tuhan. Orang seperti ini tidak mungkin tidak diberkati. Tapi Saudara tunggu kacau, lalu datang kepada Tuhan, Saudara tidak mendapatkan berkat yang limpah. Mari belajar andalkan Dia, mari belajar bergantung kepada Dia, mari belajar tahu berapa rapuhnya kita dan tahu berapa kuatnya Tuhan. Maka tiap hari adalah hari yang hanya bisa dilewati kalau Tuhan mau pimpin. Kiranya Tuhan menguatkan kita untuk melakukan apa yang Tuhan mau berdasarkan ajaran yang Tuhan bagikan di dalam Kitab Suci.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)