Dalam persekutuan Remaja dan Pemuda, saya membahas tentang bagaimana berjumpa dengan dukacita yang sejati. Yesus mengatakan berbahagialah orang yang berdukacita karena mereka akan dihibur. Apa maksudnya berbahagia orang yang berdukacita? Maksudnya adalah kita harus belajar mampu berdukacita dengan cara yang benar, orang-orang di dalam Perjanjian Lama berdukacita dengan cara yang menjadi teladan. Elia berdukacita, Elia mengatakan “lebih baik saya mati”, mengapa dia pilih mati? Karena kebangunan tidak juga terjadi. Sebelum dia ada Musa, Musa mengatakan “hapus aku dari kitab kehidupan”, Musa sudah sangat sedih, sangat kosong hatinya karena Israel menyembah lembu emas dan Tuhan mau menghancurkan Israel. Ini adalah dukacita yang besar bukan main. Tapi seringkali kita dilanda oleh dukacita yang sifatnya kurang agung, kita berdukacita kalau uang kita kurang, kalau kita mengalami apa yang kita inginkan tidak terjadi, kita berdukacita dengan cara yang kerdil. Tetapi Tuhan mengajarkan kepada kita bahwa ada orang-orang yang berdukacita karena hal yang agung. Dukacita karena mengharapkan Tuhan, tapi Tuhan seperti tidak mau menyatakan berkat. Berdukacita karena dunia rusak dan tidak mau kembali kepada Tuhan. Berdukacita karena ada orang berdosa dan tidak mau kembali kepada Tuhan, berdukacita karena nama Tuhan dipermalukan, berdukacita karena kehendak Tuhan tidak ditaati, berdukacita karena kedegilan hati. Ini dukacita-dukacita yang agung sekali. Alkitab membedakan ada dukacita yang bisa ditanggung, ada dukacita yang tak mungkin ditanggung. Dukacita yang masih bisa ditanggung adalah benar-benar dukacita tapi yang masih bisa kita lewati sebagai manusia. Orang yang masih muda bisa menyukai orang lain yang lawan jenis, tapi ternyata kemudian tidak capat, langsung hatinya penuh dukacita. Menginginkan seseorang tapi tidak dapat, ini dukacita, tapi ini bukan dukacita agung. Ini adalah dukacita yang wajar untuk dijalani tanpa reaksi berlebihan. Orang sering bereaksi berlebihan untuk dukacita yang sifatnya bukan agung.
Yesus adalah Nabi sejati dan di tengah kesulitan hidup, Dia masih berseru sebagai orang nabi. Ini bisa kita lihat dalam ayat ke-26, waktu punggungnya sudah rusak itu mengganggu Dia dengan sakit yang sangat berat, Dia harus pikul salib. Di tengah-tengah kesakitan dan juga penderitaan, Dia dengan tenaga yang tersisa masih pikul salib. Karena tenaga yang sangat lemah, maka orang bernama Simon dari Kirene dipanggil untuk membantu Yesus pikul salib. Maka Yesus dan Simon dari Kirene pikul salib ini, mereka berjalan menuju tempat kematian Yesus. Bayangkan berapa hancur hati kita kalau kita menjadi murid Tuhan Yesus pada waktu itu. Bayangkan orang yang kita kasihi, orang yang kita jadikan guru, orang yang kepadanya cinta dan dedikasi kita berada, sekarang sudah ditangkap, nasibNya begitu tragis Semua akan menangis karena ketidak-adilan. Berapa banyak lilin yang dinyalakan waktu Ahok masuk penjara itu menunjukan sifat manusia masih sama, sangat berduka kalau ketidak-adilan terjadi. Murid-murid Yesus ada yang melihat dari jauh, para perempuan yang mengikuti Yesus juga melihat dan mereka sangat terharu, sedih melihat Guru yang sangat mereka cintai, sekarang rupaNya sudah seperti orang yang sangat hina. Kitab Yesaya mengatakan kalau engkau melihat Hamba Tuhan ini, engkau akan sangat sulit menganggap Dia sama dengan manusia lain karena keadaan yang terlalu hina. Bayangkan betapa kotornya tubuh Yesus, bayangkan betapa penuh dengan darah yang sudah mengeras di punggungNya, bayangkan betapa penuh dengan luka dan kotor wajahNya, bayangkan dengan keadaan ini Dia pikul salib, lambang paling hina pada zaman itu. Lalu Dia pikul bersama dengan Simon, waktu orang lihat, mereka tidak tahan untuk tidak menangis, “saya tidak mau menangis, tapi waktu saya melihat apa yang saya lihat di depan saya, saya harus menangis”, maka mereka semua menangisi Yesus “oh Yesus, inikah akhirnya? Mengapa Engkau harus mengalami ini?”. Tangisan demi tangisan mengiringi langkah Yesus berjalan. Tetapi Yesus adalah seorang nabi, Dia tidak mengatakan kepada para perempuan “iya, tangisilah Aku. Aku memang sengsara, Aku memang menderita, Aku memang kasihan”, Yesus bukan seperti itu. Yesus tidak seperti orang di zaman ini yang mengeksploitasi dukacita, yang membuat penderitaan itu dibesar-besarkan untuk mendapatkan perhatian dari orang lain, “tidak tahukah kamu kalau aku adalah orang yang sangat menderita? Hatiku penuh penderitaan, kasihani aku”, Yesus bukan orang seperti itu. Karena waktu Yesus melihat Yerusalem, Yesus melihat kota yang akan menjadi puing-puing. Dukacita Yesus bukan pada diriNya, dukacita Yesus ada pada Yerusalem, kota megah, kota perjanjian Tuhan itu sudah akan sampai pada akhirnya. Ketika orang melihat Yesus, sepertinya Yesus sudah sampai pada akhir, tapi Yesus melihat Yerusalem dan Yesuslah yang paling tepat mengatakan “Yerusalemlah yang sudah sampai akhir. Tidak tahukah kamu bahwa dukacita yang Aku pikul saat ini akan ditimpakan kembali kepada engkau”. Segala ketidak-adilan yang dialami Yesus saat ini akan ditumpahkan balik kepada Yerusalem. Di dalam khotbahNya, Yesus tidak pernah ucapkan celaka kepada kota di luar Israel, semua kota di dalam Israel, “celakalah Betsaida, celakalah Korazim, celakalah Yerusalem”, celakalah kota-kota yang tidak mau menerima Dia. Orang seperti Yesus melihat dengan sangat jelas berapa rusak hidup dari umat Tuhan dan itulah sumber dari tangisan Yesus. Yesus tidak menangisi keadaanNya, Dia menangisi Yerusalem. Yesus menangisi Yerusalem dengan air mata yang lebih murni dari pada orang-orang di sekelilingNya yang menangisi Dia. Maka Dia berseru “hai puteri-puteri Yerusalem, jangan tangisi Aku, tangisi dirimu dan anak-anakmu. Tidak tahukah kamu bahwa kamu sampai pada kesudahanmu?”. Tuhan akan melanjutkan program keselamatanNya dan Yesus tahu di dalam jangka waktu yang tidak lama lagi, program keselamatan Tuhan akan tiba kepada banyak kota, tapi tidak kepada Yerusalem. Waktu bagi Yerusalem sudah habis.