Jadi orang Yahudi bukan orang-orang yang kalem, yang tenang, yang saleh, mereka adalah orang-orang yang siap membunuh orang lain. Apalagi kalau ada pengajar dengan aliran aneh, mereka akan basmi orang ini. Itu sebabnya Kerajaan Roma mengatakan “dilarang membunuh orang, kecuali disetujui oleh pengadilan sah dari Roma”. Begitu ada orang dibunuh, Roma akan mengirim tentara untuk menangkap pembunuh itu apa pun sebab huru-hara ini. Tapi anehnya Roma jarang urus kalau ada pembunuhan secara massal, yang terjadi karena emosi sesaat. Kalau di Indonesia misalnya peristiwa orang diteriaki maling, dikejar kemudian dipukuli sampai mati, sadisnya bukan main. Pada waktu itu di Israel bisa terjadi kasus seperti itu. Ada orang dipukul ramai-ramai sampai mati, untuk itu Roma tidak akan ikut campur. Itu sebabnya orang Yahudi memilih cara ini untuk membunuh Stefanus. Stefanus tidak diadili oleh pengadilan Roma yang resmi, Stefanus hanya diadili oleh pengadilan agama. Dan pengadilan agama tidak boleh menjatuhi hukuman mati. Maka mereka memakai cara lain, seret dia ke jalan lalu ramai-ramai meleparinya dengan batu, sehingga orang merasa ini gerakan massa, bukan pengadilan Yahudi, mereka tahu ada celah dalam hukum Roma. Jadi orang Roma mengatakan “jangan bunuh orang, kalau berani membunuh orang, kami akan hakimi kamu dengan penghakiman Roma yang sangat keras”, ini untuk mencegah orang melakukan hukum sembarangan, sehingga Israel menjadi tempat yang luar biasa kacau. Dan Israel mesti dijaga kestabilannya karena ini batas tengah dari kuasa Roma yang berpusat di Alexandria dengan kuasa Roma yang berpusat di Mesopotamis. Dua kubu yang kuat ditengahi oleh Israel, daerah ini mesti damai. Maka Roma memberikan peringatan jangan ada hukuman mati. Tetapi orang-orang tetap mengancam “siapa pun yang menghina Bait Suci akan dimatikan, caranya apa akan kami cari, pokoknya orang itu harus mati”. Dan Yesus menyindir 2 hal, yang pertama Sabat, yang kedua Bait Suci. Dua-duanya sangat dibenci oleh orang Israel kalau ada yang menghina dua hal ini.