Musik memiliki kekuatan yang begitu besar dalam mempengaruhi emosi dan jiwa manusia. Dan kita dapat melihat bahwa semua bangsa di dunia menjadikan musik sebagai pusat dalam tradisi, kebudayaan, dan sejarah mereka masing-masing. Mengapa? Karena kita percaya Tuhan memberikan musik dalam common grace (anugrah umum) kepada umat manusia sebagai media untuk mengekpresikan kreatifitas dan emosi untuk mengembalikan kemuliaan kepada Tuhan.
Di dalam kekristenan, musik merupakan satu-satunya seni yang dapat berintegrasi sepenuhnya dalam ibadah dan penyembahan kepada Tuhan. Dan ibadah kita sekarang yang penuh dengan pujian di gereja merupakan “gladi resik” kita menjelang konsumasi, karena dalam surga kita tidak henti-hentinya memuji Tuhan. Representasi musik puji-pujian abadi itu dalam gereja kita adalah himne. Himne yang baik merupakan titik temu kebenaran dan ekspresi emosi serta jiwa yang menyembah kepada Tuhan.
Namun sayangnya gereja zaman ini banyak yang menciptakan musik yang hanya mempengaruhi jiwa dan emosi saja, tanpa mengindahkan kebenaran. Tendensinya adalah lagu tersebut mudah didengar dan enak, digabung dengan lirik-lirik yang dangkal dan mencaplok Firman Tuhan asal-asalan akan menyesatkan arah ibadah yang harusnya memuji Tuhan menjadi menyenangkan diri. Hal tersebut adalah esensi dari musik pop.
Namun bersyukur kepada Tuhan bahwa himne yang kita nyanyikan memiliki afeksi, yaitu sentuhan emosi di dalam kebenaran. Karena emosi yang diperhadapkan dengan kebenaran akan menghasilkan respon emosi yang paradoks, sama seperti salib. Seperti pertanyaan, “Bolehkah kita bersukacita ketika Tuhan disalibkan?”
Lagu “Does Jesus Care?” merupakan contoh afeksi yang sangat baik dalam himne. Lagu ini diciptakan oleh Frank E. Graef pada tahun 1910, ia adalah seorang pendeta dari gereja methodis yang takut akan Tuhan, namun kehidupannya berisi pergumulan yang begitu banyak, dan puncaknya ketika anak gadisnya yang belia dan cantik itu terbakar hidup-hidup karena kecelakaan di rumahnya sendiri. Sebagai responnya ia membaca dari Alkitab dari 1 Petrus 5:7 dan menciptakan himne ini, ia berkata dalam refrein lagu ini:
Oh yes, He cares, I know He cares, His heart is touched with my grief;
When the days are weary, the long nights dreary,I know my Savior cares
Konteks lagu ini bercermin dalam kebenaran bahwa Tuhan peduli dan tersentuh oleh ratapan kita, yang bernyanyi akan sadar kepedulian Tuhan tetapi tidak mengemis supaya Tuhan bantu (seperti banyak lagu zaman ini). Karena lagu ini sendiri menjadi konfirmasi iman bahwa Tuhan yang memelihara dan pengharapan sorgawi di tengah kesulitan dalam dunia.
Kita bersyukur kepada Tuhan untuk musik yang baik, tetapi kita pun harus bertanggung jawab dalam meresponi lagu tersebut. Karena jika kita mengerti lagu secara kebenaran tapi tidak tergerak secara emosi pun salah. Kalau kita kurang suka dengan musik himne sehingga kurang dapat diselami, mari kita belajar musik dari sejarah dan proses penciptaannya, dan minta kepada Tuhan untuk kita dapat memuji Tuhan dengan terafeksi oleh himne tersebut.