(Keluaran 20: 13, Imamat 19: 17-18)
Kita melanjutkan pembahasan dari Hukum ke-6 “Jangan membunuh”. Hukum ini diberikan bukan cuma hanya supaya manusia menghindarkan diri dari larangan Tuhan. Ketika Tuhan memberikan Taurat, Taurat tidak pernah dimaksudkan untuk manusia hanya menjadi pasif, menghindarkan diri dari yang Tuhan larang lalu berpuas dengan keberadaan diri kita yang tidak mengerjakan apa pun. Waktu dikatakan “jangan mencuri”, “puji Tuhan, saya tidak pernah mencuri, saya tidak pernah ambil barang orang berarti saya tidak melanggar hukum ini”. Hukum ini mengatakan “jangan membunuh”, “saya belum pernah bunuh orang lain, maka saya tidak melanggar hukum ini”. Maka setiap perintah Tuhan yang menyatakan kata tidak/ jangan, setiap bentuk negasi, setiap bentuk larangan yang mengatakan “jangan” ini selalu ada aspek positifnya. Bagian lain dari Taurat menjelaskan bahwa tidak membunuh saja tidak cukup karena Tuhan tidak mau kita hanya menghindarkan diri dari apa yang Dia larang. Tetapi Tuhan menginginkan kita mengerjakan sesuatu secara aktif. Jadi peraturan yang mengatakan “jangan membunuh” itu diparalelkan di dalam Imamat 19 ini dengan mengatakan “kasihilah sesamamu manusia”. Orang yang melihat paralel yang begitu jelas dari larangan Taurat dengan perintah kasihilah adalah Tuhan Yesus. Tuhan Yesus dalam Matius 5 dan 6 bahwa Hukum Taurat diberikan kepada manusia dan tidak dibatalkan oleh kedatangan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus datang bukan untuk membatalkan tetapi untuk menggenapinya. Dan ketika hukum itu digenapi maka perintah yang sebenarnya harus dijalankan oleh manusia sekarang dijalankan oleh cara yang bebas. Jadi Tuhan tidak pernah membatalkan Taurat, Tuhan tidak pernah mengatakan “tidak perlu lakukan lagi”, yang Tuhan nyatakan adalah mengerjakan dengan pengertian yang benar. Sehingga Tuhan Yesus mengatakan “siapa di antara kamu yang melihat saudaramu, membenci dia dalam hatimu lalu memaki-maki dia, engkau sudah membunuh dia. Siapa yang melihat perempuan lain lalu menginginkan dia dalam hatimu meskipun tindakanmu tidak mengerjakan apa-apa, secara tindakan kamu pasif, kamu sudah melanggar hukum ini”. Maka Tuhan menginginkan adanya pengertian yang lebih limpah waktu kita mengerjakan hukum Tuhan, tidak sekedar larangan, bukan sekedar ini yang boleh ini yang tidak, “saya tidak lakukan yang tidak boleh, saya sudah aman”, tidak begitu. Setiap tindakan kita akan dinilai oleh Tuhan secara benar atau secara salah. Jadi kalau kita mengerjakan sesuatu, kita akan jatuh dalam kesalahan dan mengakibatkan tindakan ini menjadi dosa, atau kita melakukan yang benar dan apa yang kita kerjakan memuliakan nama Tuhan, selalu 2 aspek ini. Mengapa banyak orang meremehkan agama? Karena agama salah dalam mengajar dengan mengatakan “kamu hindari apa yang Tuhan larang, kamu sudah beres”. Tetapi pengertian Alkitab jauh melebihi agama apa pun karena Alkitab mengatakan “tidak cukup kamu hindari, kamu harus kerjakan sesuatu untuk Tuhan”. Itu sebabnya di dalam Korintus, Paulus mengatakan “makan dan minum pun kamu kerjakan demi kemuliaan nama Tuhan”. Maka apa yang kita kerjakan itu hanya membuat kita salah lalu jatuh dalam dosa atau membuat kita mengerjakan dengan benar dan mempermuliakan Nama Tuhan. Tidak ada posisi netral. Tidak ada posisi di mana Saudara mengatakan “saya tidak membangkitkan murka Tuhan, tetapi saya juga kurang menyenangkan hati Tuhan, hidup saya netral. Alkitab mengatakan tidak ada posisi netral, tidak ada nol. Negara Barat jadi sekuler karena salah memahami ini, “kami bukan orang jahat, kami tidak pernah membunuh, kami tidak pernah merugikan orang lain. Itu sudah cukup, asal saya menjaga diri tidak terlalu menyinggung orang lain, saya sudah kerjakan hidup dengan cara benar. Saya sudah jalani bagian saya dengan taat”. Tapi Alkitab mengatakan “engkau tidak taat, engkau tidak mempermuliakan nama Tuhan, engkau sedang mempermalukan Dia”. Maka kitab suci memberikan sisi yang jauh lebih dalam lagi tentang bagaimana menaati Firman yang Tuhan sudah nyatakan. Ada bagian dalam Kitab Ayub yang mengatakan “apa untungnya kalau kita benar? Apa untungnya Tuhan kalau kita saleh?”. Tuhan tidak untung kalau kita saleh. Lalu mengapa Tuhan memerintahkan kita lakukan ini? Karena kalau kita kerjakan dengan benar, Tuhan yang mengasihi kita bersukacita karena kebenaran kita.
Hari ini kita fokus pada perintah ke-6 “jangan membunuh”, lalu di dalam Imamat 19 dikatakan “jangan membenci saudaramu tapi kasihilah dia”. Ada kaitan yang sangat erat antara membenci dengan membunuh. Saudara membunuh orang motivasi utamanya pasti karena benci. Di dalam Alkitab dikatakan kalau ada 1 orang sedang menebang pohon, kapaknya dipukulkan ke pohon dengan sangat keras, kapak itu lepas kemudian terbang kena kepala orang lain dan orang ini mati. Orang yang menebang pohon tidak ada niat membunuh, tidak boleh dibunuh. Jadi Alkitab mengerti bahwa pembunuhan tidak selalu didorong oleh kebencian, tetapi itu jarang. Mengapa manusia membunuh manusia lain? Karena benci, karena sudah tidak tahan. Mengapa orang membunuh orang lain? Karena menguntungkan kalau dia mati, karena kalau dia sudah tidak ada saya lebih gampang melewati jalan. Karena itu Tuhan memerintahkan jangan membunuh dan Tuhan mengingatkan membenci adalah membunuh. Saudara mungkin mengatakan keras sekali begini, kalau membenci adalah membunuh berarti kita semua sudah pernah membunuh. Alkitab mengatakan memang kita semua pendosa, memang kita melanggar setiap poin dari Hukum Taurat, setiap bagian dari 10 Hukum yang Tuhan nyatakan, tapi pelanggaran yang tidak disadari adalah pelanggaran yang tidak diakui. Dan pelanggaran yang tidak diakui adalah pelanggaran yang tidak mungkin bisa di rekonsiliasi kepada Tuhan. Itu sebabnya Tuhan mengatakan “jangan membenci” sebagainya penjelasan dari Firman “jangan membunuh”. Mengapa jangan membunuh? Dalam Kitab Kejadian dikatakan jangan membunuh karena Tuhan menciptakan manusia semua setara. Tuhan menciptakan manusia dengan nilai dan keagungan yang sama. Saya dan orang lain sama, sama-sama penting di mata Tuhan. Maka Alkitab mengatakan “Tuhan menciptakan manusia berdasarkan gambar dan rupa Allah”. Ini kalimat yang sangat agung, kita adalah gambar dan rupa Allah, ciptaan lain tidak. Apa pengertian gambar dan rupa Allah? Dalam teologi Reformed, gambar dan rupa Allah bisa dilihat dalam 3 sudut pandang.
Sudut pandang pertama, manusia sebagai gambar dan rupa Allah berarti manusia diciptakan untuk mencerminkan kembali sifat-sifat Tuhan. Kita ini seperti cerminan yang menyatakan inilah sifat Tuhan, Allah yang kasih, Allah yang baik, Allah yang adil, Allah yang benar, Allah yang bijak, semua sifat itu dicerminkan kembali oleh manusia. Kalau Saudara bercermin, Saudara berharap cermin itu memantulkan wajah Saudara apa adanya, ini cermin yang bagus. Waktu cermin gagal mencerminkan yang asli, cerminnya salah. Maka waktu manusia gagal mencerminkan sifat Tuhan yang asli, manusia sudah salah. Itu sebabnya Alkitab menyatakan bahwa ketika manusia jatuh dalam dosa, bukan sifat Tuhan yang dinyatakan tetapi justru kejahatan semata-mata. Surat Roma 3 menyatakan manusia itu perkataannya jahat, rencananya jahat, tingkah lakunya jahat, apa yang keluar dari mulut semua jahat, karena memang kita jahat. Berarti kita gagal mencerminkan sifat Tuhan, kita malah mencerminkan sifat setan, padahal kita adalah gambar Allah. Sisi pertama dari manusia adalah gambar Allah, manusia mencerminkan sifat-sifat Tuhan yang mulia, penuh kasih, adil dan benar.
Kedua, menjadi gambar dan rupa Allah bisa dilihat dari sisi perwakilan, manusia mempunyai fungsi sebagai wakil Tuhan untuk menguasai seluruh ciptaan. Inilah sebabnya kita diciptakan oleh Tuhan. Tuhan tempatkan kita di bumi supaya kita menguasai bumi. Tuhan menempatkan di antara ciptaan yang lain supaya kita menguasai ciptaan lain. Kita diciptakan Tuhan untuk menaklukan seluruh ciptaan karena kita mewakili Tuhan menaklukan ciptaan. Manusia lebih kuat dari siapa pun karena manusia adalah gambar Allah.
Lalu hal ketiga, manusia sebagai gambar dan rupa Allah dilihat dari sisi relasi adalah manusia bisa menjalin relasi dengan Tuhan, bisa mendengar Firman, bisa berdoa kepada Dia. Ada komunikasi, ada relasi, ada cinta kasih yang dibagikan oleh Tuhan dan dikembalikan oleh kita kepada Tuhan. Jadi kita boleh sebagai gambar Allah bisa berelasi dengan Tuhan, kita bisa mencerminkan sifat Tuhan, kita lebih unggul dari ciptaan mana pun. Meskipun setelah kita jatuh dalam dosa, kita malas berelasi dengan Tuhan, kita mencerminkan sifatnya setan dan bukan sifat Tuhan, kita gagal menguasai ciptaan, kita justru dikuasai ciptaan. Setelah manusia jatuh dalam dosa, manusia dikuasai dosa, manusia dikuasai ciptaan. Kecanduan berarti saya sudah ditaklukan oleh ciptaan, tidak menaklukan ciptaan. Saya bukan mencerminkan sifat Tuhan tapi mencerminkan sifat setan, saya bukan menaklukan dunia tapi ditaklukan oleh ciptaan, saya bukan jalin relasi dengan Tuhan tapi saya lari dari Tuhan. Tapi meskipun manusia sudah jatuh, sudah gagal melakukan 3 hal tadi, Tuhan tetap melihat manusia tetap memiliki 3 hal ini. Ini yang membuat Tuhan tetap hargai manusia dan mau panggil manusia kembali. Manusia tetap gambar Allah, manusia tetap mewakili Allah mengawasi cipataan. Manusia tetap memiliki sisi sifat-sifat Tuhan meskipun sudah rusak, tetap ada sisa dari gambar Allah yang terpancar. Berarti manusia tetap spesial di mata Tuhan. Kalau Tuhan melihat manusia dengan pandangan yang penting dan spesial seperti ini, maka Tuhan menuntut waktu kita melihat sesama, juga melihat dengan pandangan yang sama. Saudara tidak boleh remehkan orang lain. Dan inilah yang kemudian ketika abad 17 dan 18, dilihat oleh para pemikir-pemikir terutama dari Inggris, John Locke ketika menulis teorinya tentang manusia, dia mengatakan manusia adalah makhluk yang bebas, manusia adalah makhluk yang berhak untuk hidup, manusia adalah makhluk yang boleh menentukan sendiri apa yang akan dia kerjakan. Manusia adalah makhluk yang setara dengan manusia yang lain. Ini adalah pemikiran yang diterobos oleh dunia modern, tidak ada lagi orang yang lebih spesial dari orang lain, semua sama. Semua punya hak yang sama, semua punya nilai yang sama. Cara Tuhan melihat manusia itu unik, Tuhan melihat menembus semua atribut-atribut yang kita kenakan di luar dan Tuhan melihat nilai sejati kita di dalam. Tetapi manusia melihat manusia lain cuma atribut yang dipasang di luar, kita terus melabelkan orang, ini orang kaya, orang penting, orang berpendidikan, yang kurang kita hina, yang lebih kita puji, Tuhan tidak begitu. Jadi Tuhan melihat manusia sama. John Locke mengatakan itu, dan pengikut dari John Locke begitu banyak, pengaruh dia sampai masuk ketika Amerika membuat deklarasi kemerdekaan. Di dalam deklarasi kemerdekaan Amerika dikatakan siapa yang mau tinggal di tanah ini harus menyadari hal-hal berikut, bahwa kita semua sama, kita semua bersaudara, bahwa hak untuk hidup diberikan dari Tuhan dan harus dihargai oleh semua orang. Saya hidup, hidupku harus engkau hargai. Saya hidup dan hidupku harus engkau berikan nilai yang sejati. Zaman sekarang orang menganggap bahwa hidup adalah sesuatu yang ada pada diri saya sendiri, dan karena ada pada diri saya sendiri kalau saya mengandung, maka kandungan itu bisa saya gugurkan karena itu adalah hidup yang muncul dari saya, terserah saya. Tapi kalau kita kembali kepada Tuhan, Alkitab mengatakan hidup yang Tuhan berikan adalah hak istimewa yang tidak dicabut oleh manusia, Tuhan yang beri, Tuhan yang boleh ambil. Tuhan yang memberikan nyawa kepada setiap yang bernyawa, hanya Dia yang boleh tarik lagi. Tapi ketika manusia mau menjadi Tuhan, mau mengatakan “hidupmu berakhir di tangan saya”, dia sudah mengambil fungsinya Tuhan dan dia sudah gagal melihat sesama manusia sebagai makhluk yang bernilai, yang Allah sendiri hargai nilainya. Kalau Tuhan melihat kita lalu Tuhan memberikan penghargaan, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak memberikan penghargaan yang sama kepada orang yang Tuhan sudah ciptakan. Kita melihat manusia punya potensi, manusia punya sesuatu yang lebih ada pada dirinya, ini yang bisa kita belajar hargai. Tuhan tidak pernah ciptakan manusia lalu menempatkan mereka di bumi tanpa menghargai setiap individu. Kalau Tuhan pun hargai setiap individu, mengapa kita benci? Itu sebabnya di dalam Alkitab dikatakan kalau engkau mau mentaati jangan membunuh, Imamat 19 mengatakan “jangan membenci saudaramu di dalam hatimu”. Saudara tidak boleh simpan dendam, Saudara tidak boleh mengatakan orang lain lebih baik tidak ada. Kalau Saudara marah kepada orang lain, maka biarlah kemarahan Saudara adalah kemarahan yang kudus, tapi kebanyakan kita marah sama orang lain karena orang lain sakiti kita. “Orang sakiti saya, saya benci kamu, kamu bersalah sama saya, saya dendam sama kamu dan saya tidak bisa lupakan dendam ini sampai selama-lamanya”. Kita kebanyakan benci orang karena orang sudah melakukan yang jahat kepada kita. Tapi bisa tidak kita memperluas scope kita, kemudian kita membenci orang karena apa yang sudah dia lakukan merusak pekerjaan Tuhan. Siapa yang baik sama saya, saya cinta selama-lamanya”. Padahal kita ini siapa sehingga kita menjadi standard? Saudara kalau mau benci orang yang menyakiti Saudara dan mau baik sama orang yang mencintai Saudara, saya beri tahu Saudara pasti akan mencintai setan. Karena setan tidak pernah menyakiti hati manusia, setan itu sangat halus. Ketika dia bicara dengan Hawa, Hawa sakit hati tidak? tidak. Kita sebagai orang Kristen kadang ngomong terlalu kasar lalu orang sakit hati kepada kita. Kita kalau jadi setan bicara sama Hawa, mungkin Hawa sudah tersinggung, “hei Hawa, kamu kurang pintar, masakan kamu tidak makan buah itu?”, Hawa marah karena dibilang kurang pintar, akhirnya relasi rusak. Tapi setan waktu datang, mulus sekali “Tuhan berfirman seperti ini kan, itu salah, makanlah” akhirnya dimakan. Jadi setan ini humas yang hebat, dia bicara dengan siapa pun, orang langsung akrab dengan dia. Maka waktu setan baik sama Saudara, Saudara menganggap “ini temanku”, Saudara terbiasa membenci yang seharusnya Saudara tidak benci dan mencintai yang Saudara seharusnya tidak cintai. Banyak orang Saudara benci karena apa? karena tipu Saudara? karena pernah melakukan apa pada Saudara? Tapi Alkitab sendiri mengatakan kalau benar orang itu berdosa maka tugasmu adalah koreksi kalau kamu bisa, tapi bukan untuk benci dia. Makin saya benci orang, makin kehidupan rohani saya digerogoti, makin saya benci orang makin niat untuk orang itu menghilang makin terpelihara. Pelihara benci sama dengan pelihara bunuh, lama-lama muncul keinginan membunuh. Tidak ada pembunuh yang membunuh karena suatu dorongan yang simple, itu adalah sesuatu yang dipendam begitu lama.
Tuhan mengatakan kepada kita hal yang benar supaya kita tetap di jalur yang benar. Dan Tuhan mau kita tetap mempelajari hal yang paling esensial yaitu Tuhan memberikan kepada manusia penghargaan yang sama yang Tuhan mau kita berikan kepada manusia. Penghargaan yang sama yang Tuhan mau kita nyatakan bahwa manusia adalah gambar dan rupa Allah. Dan untuk melakukan itu tahap pertama, saya tidak boleh benci, saya harus belajar kebenciansaya boleh ditekan kemudian saya boleh dengan cara yang benar memandang dia dengan seimbang. Saya pernah nonton film The God’s Father, saya lupa yang keberapa, di film itu ada nasehat dari seorang pemimpin mafia, dia panggil anak muda yang mau jadi pemimpin mafia berikutnya dan mengatakan “jangan benci musuhmu karena itu akan mempengaruhi penilaianmu”. Jadi setan pun tidak benci musuh, dia rasional dalam berpikir. Kalau kebencian sudah menguasai Saudara, Saudara sudah tidak bisa pikir baik lagi tentang orang itu. Maka Tuhan menyatakan “kalau engkau tidak ingin membenci orang, engkau harus melihat dirimu dan dirinya berada dalam satu level yang sama, sebagai gambar Allah yang mulia, tapi juga yang sudah jatuh dalam dosa”. Saudara mesti melihat keunggulan dari orang yang Saudara tidak suka. Saudara boleh tidak suka, tapi Saudara harus sadari dia orang yang berharga di mata Tuhan. Itu sebabnya kitab ini mengatakan jangan membenci Saudaramu di dalam hatimu, lalu diteruskan dengan kalimat “tetapi engkau harus berterus terang menegur orang sesamamu dan jangan mendatangkan dosa pada dirimu karena dia”. Kalau Saudara benci orang lain karena dia pantas dibenci, Alkitab sudah mengingatkan jangan tetap benci tapi beri masukan, kalau dia tidak mau dengar nasehatmu ya sudah, tapi jangan benci dia. Kebencian adalah penyakit yang makin ditanam makin dipertahankan, makin merusak. Makin merusak cara pandang Saudara memandang orang lain dan makin merusak cara Saudara memandang anugerah Tuhan. Penelitian dari badan konseling dan pusat konseling di Westminster Theological Seminary, saya membaca artikel dari mereka yang mengatakan bahwa dia pernah survei banyak orang mengalami gangguan jiwa salah satu penyebab utama adalah kebencian yang tidak bisa dilepas.
Ayat 18 “jangan menuntut balas, jangan menaruh dendam melainkan kasihialh sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, Akulah Tuhan”. Saudara dituntut oleh Tuhan untuk melihat orang lain sama seperti melihat diri di dalam pandanganNya Tuhan. Saya melihat diri saya sebagai gambar dan rupa Tuhan, orang lain pun sama. Maka waktu saya punya keseimbangan dalam melihat orang lain, saya secara natural tahu saya tidak punya hak apa pun terhadap orang lain. Orang lain kalau rusak Tuhan akan hakimi, tapi kita bukan hakim orang itu. Kita sering kali tidak bisa tahan melihat orang yang salah-salah terus. Tapi kita kadang lupa bukan bagian kita untuk menghakimi. Paulus mengatakan satu kali bahwa ketika seseorang bersalah tapi kesalahannya itu bukan suatu yang jelas, kamu tidak perlu cari tahu, tidak perlu gali-gali, tidak perlu tuduh dan lain-lain, serahkan kepada Tuhan, Tuhan akan menopang hambaNya, Tuhan akan menghakimi hambaNya, biar Tuhan yang urus. Kita senang sekali kalau dengar berita yang serong tentang orang lain dengan dalih mau mendoakan. Sebab itu Alkitab mengatakan biar kita belajar menghargai manusia, bukan menjadikan mereka objek kalau terjadi sesuatu kita bisa senang, bukan menjadikan mereka suatu sorotan untuk membuat kita sendiri merasakan suatu sensasi karena saya lebih baik dari dia yang sekarang sudah jatuh. Maka Alkitab mengatakan “jangan menuntut balas, jangan menaruh dendam, melainkan kasihi seperti diri sendiri”. Standarnya bukan diri, standarnya Tuhan. Waktu Tuhan mengatakan “engkau adalah gambar Allah”, kita mengatakan “amin, aku adalah gambar Allah” tapi Tuhan mau kita tahu orang lain pun sama. Orang lain pun adalah orang yang Tuhan hargai. Ada seorang pemikir yang mengatakan waktu engkau melihar orang lain jangan lupa orang lain itu sedang melihat engkau, sama seperti engkau menilai orang lain, orang lain pun sedang menilai engkau. Kita kadang-kadang lupa bahwa kita bukan di posisi yang lebih baik dari orang lain. Kalau kita mengalami kesulitan, orang lain pun ada kesulitan. Kalau kita mengalami bahagia, orang lain pun bisa mengalami kebahagiaan yang sama-sama kita bisa berbagi. Kalau kita bisa sakit hati, maka orang lain pun bisa sakit hati. Maka pengertian seperti ini membuat kita peka dalam berelasi dengan manusia lain. Kepekaan seperti ini adalah kepekaan yang secara umum ada pada manusia, tapi yang secara unik Tuhan berikan melalui Firman. Dan Firman ini lebih unik dari semua pemikiran manusia biasa karena dikatakan “jangan membenci, kasihi manusia seperti dirimu sendiri, Akulah Tuhan”. Ini menjadi peraturan utama dari Taurat. Dan ketika murid-murid tanya kepada Tuhan Yesus “apa peraturan utama dari Taurat?” Tuhan Yesus tanya kembali kepada muris itu “apa menurutmu yang paling penting?”, murid itu mengatakan “kasihi Tuhan Allahmu, kasihi sesamamu manusia”, Tuhan mengatakan “jawabanmu benar”. Tapi orang ini tanya lagi “siapakah sesamaku manusia?”, orang ini ingin tahu “saya ini manusia, saya ingin mengasihi orang lain, tolong beri orang untuk saya kasihi, saya rindu mengasihi orang lain, siapa yang layang dianggap sesama manusia untuk saya kasihi?”. Tuhan Yesus memberikan perumpamaan, ada satu orang turun dari Yerusalem ke Yerikho, kemudian dirampok habis-habisa, kemudian ada imam lewat, tidak tolong, orang Lewi lewat, tidak tolong, lalu orang Samaria yang dibenci oleh orang Israel lewat, dia yang rela menolong. Kemudian Tuhan Yesus tanya “siapa sesama manusia dari korban itu?”, di sini ada pembalikan konsep, orang yang bertanya “saya manusia, saya mau kasihi siapa yang layak disebut manusia untuk saya tolong”, Tuhan balikkan “salah, yang benar adalah ada korban, sekarang siapa yang layak tolong. Siapa yang layak disebut sesamaku manusia”. Di sini Tuhan mengangkat derajat si korban menjadi yang utama. Kalau kita melihat korban, kita yang utama lalu kita menolong si korban. Tapi Tuhan Yesus melihat yang lain “ini korban aku kasihi, siapa yang mau mengasihi orang ini, dia Aku anggap sesamaku manusia, dia Aku anggap manusia yang sejati”. Jadi kalau kita mau tolong orang “saya mau tolong kamu, saya kasihan sama kamu”, Tuhan mengatakan “tidak, Aku kasihan sama kamu maka Aku ijinkan kamu tolong orang yang sangat Aku kasihi ini”. Maka waktu kita lihat orang, kita harus ingat Tuhan mengasihi orang itu karena dia gambar Allah. Sebelum Saudara benci orang, Saudara ingat dulu kalau Tuhan mengasihi dia. Dan kalau Tuhan mengasihi dia, apa hak Saudara membenci dia. Kalau Saudara mengatakan “dia berdosa”, ayat 17 sudah mengatakan tegur dia, jangan biarkan benci terus ada dalam hati. Jadi perintah jangan membunuh itu identik dengan jangan simpan benci. Dan bagaimana tidak simpan benci? Alkitab mengatakan nyatakan kasih kepada sesama manusia. Ini bukan hal yang mudah, karena konsep kasih adalah konsep yang sangat sulit untuk diterapkan. Alkitab mengatakan kalau engkau mengasihi sesama manusia, yang pertama dimiliki adalah perasaan yang menganggap saya adalah alat untuk membuat manusia itu menjadi dapat berkat. Ini konsep yang sangat sulit, Yesus turun ke dalam dunia. Tuhan Yesus tidak mengatakan “Aku ini yang harus dilayani, Aku ini yang harus dipentingkan”, tapi Dia memikirkan “bagaimana Aku melayani supaya seluruh jemaat dapat berkat. Kalau caranya jemaat mendapat berkat, Aku berbicara keras, Aku akan bicara keras. Kalau caranya jemaat dapat berkat, Aku dipaku di kayu salib, maka Aku akan dipaku di kayu salib”. Yesus memperhamba diri untuk menjadikan semua orang yang mau Dia tolong itu jadi fokus, jadi pusatnya. Kalau cara pikir dunia “saya fokusnya, saya pusatnya, orang lain ada, bagaimana caranya bisa terima orang lain?”. Tapi kalau Kristus “Aku datang jadi berkat bagi orang, bagaimana caranya kedatanganKu bisa memberikan berkat bagi orang lain” dimana saya berada saya bisa menjadi berkat, dimana saya melayani saya bisa menjadi berkat. Kalau perlu saya semakin lama semakin leleh, orang lain makin bertumbun, itu yang saya mau. Ini konsep kasih, saya hidup untuk menjadi berkat bagi orang lain. Nanti ketika Tuhan memberikan anugerahNya, Dia akan membuat saya boleh menikmati apa yang saya sudah kerjakan. Maka inilah cara untuk melihat orang lain, bukan saya yang penting, lalu saya ingin tahu siapa yang boleh saya kasihi. Tetapi Alkitab membalikkan, engkau harus belajar mementingkan orang lain dan boleh menganggap mereka layak mendapatkan segala berkat yang engkau miliki. Ini bukan hal yang mudah, tapi ini juga hal yang dituntut Tuhan, mari kita belajar hal ini. Kalau kita masih simpan dendam dan tidak bisa lupakan itu, berapa jauhnya kita dari apa yang seharusnya kita kerjakan untuk Tuhan. Maka Firman “jangan membunuh berarti saya tidak boleh membenci dan saya harus belajar kasih menyatakan hidupku akan dipakai Tuhan untuk memberkati banyak orang. Makin banyak berkat meskipun saya makin leleh, biarlah itu terjadi demi kemuliaan Tuhan.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)