Di bagian selanjutnya diingatkan kembali mengenai pengharapan dari seluruh ciptaan. Seluruh ciptaan menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan. Ini kata yang lebih tepat, kata makhluk di dalam Bahasa Indonesia adalah tisis, tisis sebenarnya lebih baik diterjemahkan ciptaan, seluruh realm ciptaan menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan. Berarti ketika Tuhan menciptakan ciptaan, Tuhan membawa seluruh ciptaan menuju kepada kesempurnaan lewat anak-anak Allah. Anak-anak Allah yang akan menyatakan kesempurnaan ciptaan Tuhan lewat pengangkatan mereka. Ini bagian yang penting, kapan ciptaan sempurna? Ketika anak-anak Allah dinyatakan. Kapan anak-anak Allah dinyatakan? Ketika Tuhan Yesus datang kedua kali. Kedatangan Dia yang kedua memulihkan kemuliaan anak-anak Tuhan dan kemuliaan anak-anak Tuhan memulihkan seluruh ciptaan Tuhan. Di sini Paulus mengatakan seluruh ciptaan bergumul mengharapkan pemulihan, mengharapkan kesempurnaan dari janji Tuhan. Ini seperti mereka berdoa, “Tuhan, kapan waktunya? Tibakanlah segera waktunya”. Berarti apa yang sudah Tuhan ciptakan belum berada dalam keadaan sempurna sampai saat anak-anak Allah dinyatakan. Berarti sebelum waktu itu tiba, seluruh ciptaan berada dalam penantian. Penantian bukan hal yang sangat mudah, tapi juga bukan hal yang tidak penting. Penantian sangat diperlukan untuk iman kita bertumbuh. Bagaimana iman seseorang bertumbuh? Dengan menanti, menunggu. Bagaimana menunggu? Menunggu dengan menjalani janji yang sudah digenapi. Kita sudah tidak ada kekuatan menantikan pengharapan yang belum ada tanda penggenapannya. Kita perlu tanda, kita perlu rest, perlu sabat kecil sebagai percikan dari sabat sejati yang menyempurnakan kehidupan di dalam rencana Tuhan. Itu sebabnya kita ibadah, ibadah sangat penting, inilah kekuatan kita. Jika Saudara tidak mendapatkan kelegaan melalui beribadah kepada Tuhan, Saudara tidak mempunyai kekuatan untuk menjalani hidup. Tetapi bagaimana kita punya kekuatan menjalani hidup jika kita tidak tahu ujungnya ada apa, sempurnanya apa, titik finalnya apa. Andaikan Tuhan tidak bukakan maka kita akan menjadi orang yang hidup dengan tidak ada arah. Dunia ini tidak tahu jalur dari sejarah mau menuju kemana, karena dunia cuma bisa menebak, ketika sejarah sepertinya optimis maka ada harapan umat Tuhan atau bangsa tertentu menjadi sempurna hidupnya. Tapi begitu keadaan pesimis, kita langsung pertanyakan kembali dimanakah pengharapan itu. Di dalam abad yang ke-19, orang-orang Reformed yang liberal memberikan sumbangan ide menyelidiki Perjanjian Baru bersama dengan tradisi Lutheran yang liberal. Reformed dan Lutheran yang liberal, bukan Lutheran yang kita wariskan dari tradisi gereja yang baik. Mereka yang liberal mengatakan sejarah punya optimisme tertentu, sejarah menuju titik pasti, lihat sejarah berjalan seperti tangga, naik satu langkah demi satu langkah sampai puncak dimana kesempurnaan hidup akhirnya dibawa. “Kalau begitu sejarah berada dalam keadaan terus naik, semakin lama semakin baik”, ini ide dari zaman pencerahan. Pencerahan selalu melihat sejarah itu seperti anak kecil yang tumbuh dewasa, pasti akan tumbuh. Maka sejarah dianggap sama seperti peristiwa hidup kita. Sama seperti Saudara menuju kedewasaan, demikian sejarah menuju kedewasaan. Man has come to age, telah tiba kepada zaman yang sempurna. Manusia sudah sampai kepada kesempurnaan yang dia capai lewat perjuangan dia. Maka orang berpikir kalau ilmu pengetahuan dikembangkan, kalau teknologi semakin maju, maka kemajuan manusia sudah pasti akan tercapai. Tapi di abad ke-20 semua teori ini runtuh, orang kembali merenungkan apa itu pengharapan. Di abad ke-20 terjadi Perang Dunia 1, Perang Dunia 2. Dan setelah Perang Dunia 2 berakhir, terjadi kegalauan di dalam keinginan perang nuklir. Manusia terus mengembangkan teknologi, bukan untuk menghidupkan orang, tapi untuk mematikan banyak orang. “Senjata saya bisa mematikan seluruh kota”, kembangkan lagi senjata “senjataku bisa mematikan 2 kota”, kembangkan lagi “senjata saya bisa memusnahkan seluruh negara”. Akhirnya kekuatan nuklir begitu mengerikan sehingga diklaim ada senjata yang bisa memusnahkan bukan hanya seluruh dunia, tapi seluruh dunia dikali belasan kali. Senjata yang luar biasa mengerikan dikembangkan dengan dahsyat. Lalu orang ditengah-tengah mulai bertanya “apa itu pengharapan, mengapa tangga menuju atas, waktu sampai atas yang ada ternyata kekacauan”. Semua orang waras jadi gila atau jadi pesimis. Ternyata ini zaman”, inilah yang dibukakan kepada kita. Maka abad 20, abad yang gelap sekali, orang mencari dan menemukan teori-teori optimis di abad sebelumnya berbuah kekosongan belaka. Mayat demi mayat dari hasil pencapaian teknologi yang dipakai untuk bunuh manusia, akhirnya menjadi harapan finalkah? Ini sebabnya teologi pengharapan muncul di abad 20. Seorang bernama Moltmann mengajarkan teologi yang berpusat ke salib, bukan berharap ke optimisme. Kita masih pakai optimisme untuk berharap ada kebaikan. Tapi Alkitab mengajarkan salib, salib adalah cara mencapai progres untuk mengerti rencana Tuhan. Maka Moltmann membagikan tema penting di dalam sejarah teologi yaitu teologi pengharapan yang berpusat ke salib. Dia kembali menggali pemikiran para Reformator yang oleh orang Kristen sudah banyak dilupakan, “para Reformator itu ketinggalan zaman, tidak mengerti progres, tidak tahu keindahan manusia yang berteknologi dan ber-science”. Tapi setelah masuk abad 20, orang kembali menyelidiki Luther, Calvin, dan mereka mendapatkan pengertian “ternyata mereka jauh lebih bijaksana dari pada orang di abad 19”. Kembali diselidiki apa itu teologi salib, dan Moltmann mengatakan pengharapan itu bukan penantian kondisi zaman, tapi pengharapan itu menantikan kedatangan pribadi Allah. Bukan apa yang engkau harapkan tapi siapa yang engkau harapkan. Bukan apa yang engkau minta segera datang, tapi siapa. Maka dengar ini baik-baik, engkau tidak punya pengharapan. Banyak orang kalau dengar khotbah merasa sudah tahu. Saya sangat kecewa kepad orang yang terus mendengar khotbah tapi tidak berubah, Sampai kapan Saudara pikir Saudara pintar? Engkau tidak pintar, engkau perlu belajar lagi dari Kitab Suci. Engkau belum tahu, belajar lagi untuk tahu apa yang disampaikan dari atas mimbar ini. Saya tidak pernah sembarangan membagikan dari apa yang harus jadi tugas saya. Saya bagikan hal yang saya tahu kalau Saudara pelajari baik-baik, hidupmu akan berlimpah. Berlimpah bukan karena engkau tahu informasi, tapi karena cara berpikir diubah. Selama ini orang sulit mendapatkan pengertian khotbah karena terus mau mempertahankan yang lama sambil dapat yang baru. Ini yang Tuhan Yesus katakan menjadi kesalahan Ahli Taurat. Banyak orang tidak dapat Kristus karena mereka tidak mau bongkar yang lama, mereka mau pertahankan yang lama untuk mendapatkan yang baru. Paulus mengatakan hal yang sama, kesulitan kita hidup di dalam dunia adalah kita mempertahankan baju yang lama lalu tambah baju yang baru. Tuhan Yesus mengatakan “buka bajumu. Buka baju yang lama lalu kenakan baju yang baru”, pakai kerangka pikir yang baru bukan yang lama. Saya mengalami kesulitan dalam memahami Kitab Suci karena kerangka yang lama masih bercokol. Tapi ada saat dimana kerangka lama mulai runtuh lalu saya menyadari Kitab Suci menjadi lebih indah dari sebelumnya, saya harap momen ini Saudara miliki. Tapi ketika Saudara tidak memilikinya, Saudara terus mengulangi kehidupan yang lama dan tidak berbuah, lalu mau menjadi apa? Kita tidak bisa bertumbuh menikmati Tuhan, akhirnya dosa yang lam kembali datang, keadaan lama kembali menguasai kita, lalu kita hanya mendapat percikan-percikan rohani dari khotbah Kristen, untuk apa? Saudara perlu revolusi dalam pikiranmu, ini revolusi mental yang sejati. Saudara perombakan pikiran dan yang dikatakan oleh Kitab Suci sangat merombak cara berpikir Saudara. Maka Moltmann mengatakan “kamu berharap apa?”, berharap keadaan baik, optimisme menjadi harapan. Dan ini menjadi blunder terbesar manusia, berharap kepada optimisme. Maka banyak orang yang tidak mengerti akhirnya menjalani kehidupan Kristen penuh kekecewaan ditengah keaaan dimana mereka harusnya penuh kelimpahan. Waktu Yesus disalib seharusnya murid-murid tidak kecewa, seharusnya mereka mengatakan “inilah kegenapan rencana Tuhan”, tapi mereka tidak lihat, pikiran mereka belum dirombak. Maka ketika Yesus ada di kayu salib, yang paling kecewa itu murid-murid, yang paling bahagia itu musuh-musuhNya Yesus. Yang paling kecewa adalah murid-murid, “kami kecewa, yang kami harapkan sekarang mati di atas kayu salib, berapa lama lagi kami harus menanti Mesias yang baru? Yang lama sudah terpaku”. Tapi Tuhan membukakan di dalam Kitab Suci semua hal yang Tuhan nyatakan dari Perjanjian Lama digenapi dalam kematian Kristus, tapi orang tidak mengerti.

1 of 5 »