(Matius 25: 31-46)
Waktu Matius menekankan tentang akhir zaman, Matius merasa perlu memasukan kalimat Tuhan Yesus yang sangat keras ini supaya orang tahu iman tidak bisa disebut iman kalau tidak ada belas kasihan menyusulnya. Iman bukan iman kalau perasaan egois menjadi mendominasi. Iman bukan iman kalau kita tidak pernah peduli orang lain. Ada orang yang sepanjang hidup hanya peduli diri, diri disakiti bisa marah sampai tujuh turunan, diri diberi yang baik dia bisa baik sekali dengan orang itu. Tapi dia tidak terlalu peduli kebenaran, tidak terlalu peduli keadaan orang sekeliling dia. Untuk orang-orang seperti itu, Tuhan akan menegaskan “Aku tidak melihat iman di dalam hatimu”. Tapi ketika Saudara mengatakan “saya mengakui Yesus itu Juruselamat, bukankah di dalam Roma dikatakan jika engkau mengaku dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan dan percaya di dalam hatimu bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari kematian, maka kamu akan diselamatkan. Bukankah pengakuan ini menyelamatkan”. Tapi dalam surat dari orang yang sama, di Efesus 1, Paulus mengatakan bahwa iman itu diberikan supaya kita mampu melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Dia mau supaya kita hidup di dalamnya. Maka mari kita ingat baik-baik ada antinomian, orang yang sembarangan hidup dengan mengatakan “saya sudah selamat, Tuhan sudah selamatkan saya. Tuhan tidak akan lakukan apa pun yang jahat kepada saya. Kalau saya berbuat jahat, Tuhan tidak akan membalaskannya. Saya tidak terima pengertian bahwa Tuhan akan membalaskan yang jahat kepada saya. Saya tidak terima pengertian bahwa apa yang saya tabur itu yang akan saya tuai juga. Itu tidak ada dalam Alkitab”. Orang yang ngaco seperti itu tidak mengerti kalimat-kalimat yang jelas dari Alkitab, apa yang kamu tabur akan kamu tuai, apa yang kamu hasilkan di dalam hidup akan kamu telan. Siapa yang menabur dalam kebencian akan menuai konflik yang menghancurkan. Siapa yang menabur apa, dia akan menuai apa dari Tuhan, kalimat ini jelas sekali. Maka orang yang mengatakan “saya sudah selamat, Tuhan sudah memiliki saya. Tidak ada hal apa pun yang jelek akan terjadi pada saya”, itu dia sedang membohongi diri. Dia sedang menikmati Tuhan dengan dusta yang dia kenakan kepada diri terus. Jangan jadi teolog palsu untuk diri, kasihan dirimu. Dirimu dapat orang bidat yaitu dirimu sendiri yang menjadi teolog untuk mengingatkan dirimu tentang teologia yang luar biasa kacau.”Hai diriku, Tuhan tidak peduli dirimu jahat atau tidak. Hai diriku, Tuhan itu pemurah dan penyayang”. “Tuhan menyatakan berkatNya kepada saya, Tuhan memperbaiki saya, tapi Tuhan tidak peduli apakah perbaikan itu saya jalankan atau tidak”, itu bukan firman Tuhan. Maka kelompok antinomian perlu diberikan pengarahan bahkan teguran keras sekali lagi. Mengapa antinomian bisa muncul? Salah satunya adalah efek dari pengajaran Paulus. Apakah Paulus memaksudkan ini? Tidak sama sekali, tapi manusia hanya mau dengar apa yang dia mau dengar, dia tidak peduli yang lain, pokoknya apa yang disenangi itu yang didengar, yang tidak disenangi akan disaring. Paulus mengajar dengan sangat baik, tapi orang salah mengerti ajaran Paulus. Dari mana kita melihat ada orang bisa salah mengerti ajaran Paulus? Pertama dari surat Yakobus, Yakobus sangat menekankan Abraham diselamatkan bukan karena iman saja. Abraham diselamatkan karena mengorbankan anaknya, taat sama Tuhan. Mengapa ini seperti konflik dengan Paulus? Yakobus tidak konflik dengan Paulus, Yakobus konflik dengan orang yang mengikut Paulus tapi yang menangkap ajarannya dengan salah. “Yang penting iman. Hidup saya rusak, itu tidak masalah. Saya tidak pernah menolong orang, itu tidak masalah”. Ini penting, Alkitab menegaskan yang tidak pernah menolong orang seumur hidup, dia belum selamat. Kalimat ini keras sekali dari Matius. Di dalam kalimat dari Paulus sering disalah-mengerti orang. Paulus mengatakan “kalau kamu sudah beriman, kalau mati pasti selamat”, itu benar. Tapi Paulus juga menegaskan tinggalkan hidupmu yang lama. Bukankah Paulus mengatakan orang-orang yang melacur, orang-orang yang membenci terus-menerus, orang-orang yang berzinah, orang-orang seperti ini tidak mendapat bagian dari Kerajaan Allah? Itu kalimat Paulus. Tapi banyak orang tidak peduli kalimat itu, karena lebih suka menekankan “iman itu membuat saya selamat, pokoknya kalau saya mengaku beriman, saya pasti selamat”. Maka Kekristenan mendapatkan kekacauan karena salah dengar. Dan salah dengar bukan karena yang bicara, tapi salah menangkap. Kalau salah dengar itu adalah salah pengkhotbah, maka Yesus bersalah, karena murid-murid tidak mengerti-mengerti atau salah mengerti. “Guru, kapan aku boleh duduk di sebelah kanan?”, “kamu mau duduk di sebelah kanan?”, “iya”, “saya juga mau duduk di sebelah kiri”. Siapa sebelah kanan siapa sebelah kiri? “saya” kata Yakobus, Yohanes di sebelah kiri. “Jadi kami boleh duduk di sebelahMu?”, Yesus mengatakan “bisakah kamu meminum cawanKu?”, “bisa”, mereka tidak mengerti cawannya apa. Cawannya adalah pengorbanan Yesus di kayu salib. Mereka berani sekali mengatakan “bisa”. Tapi coba lihat siapa di sebelah kanan kiri Yesus, apakah Yakobus dan Yohanes? Kalau mau konsisten seharusnya mereka menawarkan diri. Ketika Yesus disalib apakah mereka mengatakan “Guru, itu di sebelah kanan biarkan saya saja”, tidak. Yohanes tetap dekat di situ tapi tidak menawarkan diri “saya mau disalib di sebelah kiri”, semuanya diam, semuanya salah mengerti perkataan Yesus. Demikian juga ketika orang salah mengerti perkataan Paulus, gereja berada di dalam kekacauan. Orang menjadi kejam satu dengan yang lain, gereja tidak ada persekutuan, orang tidak peduli siapa di sekelilingnya, orang tidak lagi punya belas kasihan, orang tidak lagi tergerak kalau saudaranya kesulitan. Semuanya cuma pentingkan diri, semua pentingkan kenyamanan, karier, kenikmatan keluarga. Menjadi marah kepada Tuhan karena ada yang kurang pada diri, tapi tidak pernah pedulikan lingkungan, ini gereja yang kacau. Maka Paulus tidak boleh disalahkan, sebab Paulus menyatakan dengan seimbang apa yang perlu tentang keselamatan. Tetapi orang yang mengerti akhirnya membentuk komunitas Kristen yang sangat aneh yaitu komunitas Kristen yang egois, kejam, hanya peduli diri tidak pedulikan yang lain. Untuk itu Yakobus merasa perlu untuk meluruskan pengajaran yang disalah-mengerti.
Demikian juga yang kedua adalah di surat Petrus. Petrus mengatakan “tentang akhir zaman yaitu tentang penghakiman, saudara kita Paulus sudah berbicara banyak tentang hal ini”. Banyak diantaranya yang sulit, bukan karena Paulus ribet ngomongnya. Paulus adalah orang yang pilih bahasa paling sederhana. Saudara kalau bandingkan Surat Korintus, Roma dan Galatia bandingkan dengan Yakobus, Petrus, Yudas dan Ibrani, bahasanya jauh lebih sulit surat-surat umum tadi. Ibrani, Yakobus, Petrus, Yudas lebih tinggi bahasa Yunaninya dari pada surat-surat Paulus. Paulus tidak rumit, Paulus membahasakan tema-tema sulit dengan bahasa yang sederhana. Tapi tema dia memang sulit, tema yang dia bahas memang sangat sulit. Maka Petrus mengatakan “orang-orang yang salah mengerti membalikan apa yang diajarkan oleh Paulus tentang akhir zaman untuk kebinasaan mereka sendiri”, ini kalimat yang keras. Kamu salah mengerti Paulus, maka kamu bisa binasa. Lalu Matius juga ingat perkataan Yesus yang sangat penting untuk menyeimbangkan orang-orang yang salah mengerti Paulus. Sekali lagi, ini bukan konflik antara Yakobus dengan Paulus, atau Petrus dengan Paulus, atau Matius dengan Paulus. Ini adalah antinomian versus legalis yang sedang dihantam oleh Alkitab. Mengapa orang bisa menjadi antinomian? Karena salah mengerti Paulus, “saya merasa kalau saya sudah beriman kepada Yesus, saya pasti selamat”. Tapi iman itu bukan cuma pengakuan, iman adalah perubahan hidup. Yohanes mengatakan “kamu harus lahir kembali dari atas. Lahir kembali dari roh”. Dan Paulus mengatakan “siapa ada di dalam Kristus, dia adalah ciptaan baru. Yang lama sudah berlalu yang abru lihat sudah datang”. Jadi Paulus sangat menekankan kehidupan baru. Paulus sangat menegaskan bagaimana orang berubah setelah percaya. Tanpa perubahan, percayanya dia adalah percaya yang kosong. Beberapa tahun yang lalu ketika Pak Agus masih rutin berkhotbah sekali sebulan di tempat ini, saya mengingat kalimatnya “saya tidak tahu berapa banyak orang yang hadir kebaktian di tempat ini yang benar-benar sudah menjadi milik Kristus”, kalimat itu menakutkan tapi perlu diucapkan. Biar kita mengerti panggilan menjadi Kristen tidak sesederhana ucapan kalimat di mulut tanpa ada kerinduan untuk memperjuangkan perubahan. Saya tidak mengatakan orang harus sempurna, tidak ada orang yang sempurna, tapi kerinduan untuk berubah dan perjuangan mati-matian untuk berubah akan menghasilkan sesuatu. Kita tidak mungkin berhasil hidup suci sampai sempurna, tetapi perjuangan kita akan menghasilkan sesuatu. Itu sebabnya di dalam Injil Matius sangat ditekankan tentang bagaimana menjadi orang Kristen yang tidak antinomian. Kamu mungkin tidak legalis karena kamu tidak melihat menjalankan Taurat sebagai syarat keselamatan, tapi kamu harus melihat bahwa belas kasihan adalah bagian dari iman. Iman menghasilkan belas kasihan. Jika hati tidak pernah tergerak oleh belas kasihan, kamu berada dalam keadaan belum milik Tuhan.
Maka Matius memasukan kalimat Yesus yang sangat penting mengenai penghakiman terakhir. Dan di dalam bagian ini Yesus menyatakan sesuatu yang sangat mirip dengan Yehezkiel 34. Yehezkiel 34 berbicara tentang Tuhan yang akan menjadi Gembala. Tuhan mengatakan “Aku marah kepada gembala-gembala di Israel”. Dan yang dimaksudkan dengan gembala di sini bukanlah gembala sidang gereja, yang dimaksudkan gembala adalah pemimpin sebuah bangsa. Tuhan marah kepada pemimpin Israel karena mereka adalah gembala yang buruk. Di Yehezkiel dikatakan “Aku sendiri akan menjadi Gembala”, ini membingungkan, jadi siapa yang menjadi gembala? Yehezkiel mengatakan Allah, tapi yang kedua Daud. Jadi Daud atau Allah yang jadi gembala? Allah tapi juga Daud. Bagaimana bisa mengerti ini? Di dalam Injil Matius dikatakan semua dimengerti dalam diri Yesus. Yesus adalah Allah dan Dia juga Anak Daud. Dialah yang melanjutkan tahta Daud, Dia juga yang adalah Allah sendiri menjadi Gembala di tengah-tengah Israel. Maka Sang Gembala yang baik ini akan ditempatkan Tuhan di tengah Israel, dan dia akan mulai menghakimi domba-domba dengan cara yang sangat baik. Dikatakan Dia akan menghakimi domba-domba, Dia tidak ingin mendapat keuntungan dari mereka. Dia akan berikan diriNya menjadi korban. Bahkan dikatakan Sang Gembala ini akan mengawasi antara domba dan kambing. Jangan salah mengerti domba dan kambing, sehingga kita mengumpakan kambing itu jelek dan domba itu bagus. Siapa domba? Umat pilihan. Siapa kambing? Orang reprobat. Reprobat itu identik dengan kambing, sedangkan orang pilihan identik dengan domba. Kalau kita pikir kambing jelek dan domba bagus, kita akan kaget karena dalam Taurat yang boleh diberikan sebagai persembahan selain domba, kambing juga boleh. Tuhan mengatakan “pilih domba atau kambing yang berumur setahun, yang tidak cacat”, domba dan kambing sama. Mengapa disamakan di dalam Taurat? Maksud Yehezkiel adalah ada domba yang besar yang adalah pemimpin kelompok, domba alpha male, itu yang diterjemahkan kambing dalam Alkitab kita. Jadi ini tidak bicara domba dan kambing dalam jenis berbeda, ini berbicara tentang kelompok yang berbeda. Ada domba atau kambing, sama saja, yang merupakan pemimpin kelompok yang kejam. Ada domba atau kambing yang merupakan bawahannya. Jadi siapa yang alpha male, ini yang Tuhan pisahkan. Ketika Yesus mengatakan “Aku akan pisahkan kambing dengan domba”, ini bukan pisahkan berdasarkan spesies, ini pemisahan berdasarkan pemimpin kejam dengan yang bawahan biasa. Ini pemisahan di dalam Kitab Yehezkiel, harap kita mengerti ini. Kambing dan domba sama-sama dipakai untuk korban, kambing dan domba sama-sama dipakai oleh orang Israel sebelum mereka keluar dari Mesir. Kambing dan domba tidak Tuhan bedakan dengan jenis, tapi mengapa Yehezkiel mengatakan “aku akan pisahkan antara kambing dan domba”. Dalam bahasa asli adalah “aku akan pisahkan antara dia yang memimpin dengan dia yang dipimpin”. Tentu yang dimaksud adalah yang memimpin dengan kejam. Domba atau kambing yang punya badan lebih besar atau tanduk yang lebih panjang. Yang dibedakan adalah dia yang menjadi pemimpin dengan dia yang di bawah, ini pembedaannya di dalam Yehezkiel. Lalu dikatakan “Sang Gembala (yaitu Allah sendiri) Dia akan berbelas-kasihan kepada Israel. Yang pergi jauh akan Dia panggil”, ada domba-domba yang terserak jauh akan dipanggil kembali. Dia akan cari domba-domba ini sampai usaha yang paling akhir, satu yang hilang akan kembali. Tidak ada satu pun yang sudah lenyap yang tidak dipanggil kembali. Ini kalimat yang mengharukan sekali. Pemimpin Israel tidak mempedulikan ketika Israel dibuang ke Babel. Tapi Sang Gembala sejati akan mengumpulkan umat pilihanNya sampai tidak ada satu pun yang luput. Ini sebabnya ketika Yesus mengatakan ke orang Farisi, ini adalah ilustrasi tentang 100 domba ada 1 yang hilang. Lalu Yesus mengatakan “siapa di antara kamu yang kalau punya 100 domba, hilang 1 tidak dicari?”, ini kalimat yang aneh. Karena pada waktu itu gembala tidak akan cari 1 domba yang hilang kalau punya 100. Orang yang punya 100 domba dianggap orang yang cukup kaya. Dan kalau ada 1 domba yang hilang, mereka tidak mau cari. Mereka tidak mau cari karena resiko dimakan serigala atau bertemu singa itu cukup besar. Alkitab mesti dipahami di dalam konteks Alkitab yang lain. Kalau Saudara sembarangan tafsirkan Alkitab berdasarkan konteks sendiri, akan banyak kesulitan. Jadi konteks Yehezkiel 34 inilah yang dikenakan Tuhan Yesus kepada orang Farisi, “hei kamu pemimpin agama, kalau kamu punya 100 domba kemudian 1 hilang, siapa yang tidak cari?”, kalau pun tidak ada yang mencari, tidak akan ada yang mengaku.
Jadi Yesus sedang refer ke Yehezkiel 34. Di dalam Yehezkiel 34, gembala Israel, pemimpin Israel sudah sembarangan memimpin, hanya cari keuntungan. Akhirnya dombanya terserak, tercerai-berai kemana-mana. Tapi ketika Tuhan datang menjadi Gembala, Tuhan cari mereka satu per satu, Tuhan panggil mereka dan satu pun tidak akan dibiarkan hilang. Lalu di Yehezkiel bagian terakhir dikatakan “Aku akan mengadili mereka dengan adil. Aku akan adili mereka satu per satu antara domba dan pemimpinnya”, di dalam terjemahan kita disebut domba dan kambing. Jadi kambing atau domba yang perkasa dengan kambing atau domba yang kurang perkasa, yang mungkin ditindas. Ini yang menjadi pengadilan dari Tuhan. Dan ini yang Yesus bagikan, Yesus memulai dengan mengatakan “apabila anak manusia datang dengan kemuliaannya”, anak manusia yang dimaksud dalam Kitab Yehezkiel adalah Yehezkiel. Tuhan berkata kepada Yehezkiel, “hei anak manusia dengar, hei anak manusia katakanlah, hei anak manusia lakukanlah ini”. Jadi Yesus mengarahkan pendengarnya kepada Kitab Yehezkiel. Tapi anak manusia bukan hanya khas dari Yehezkiel, anak manusia juga ada dalam Kitab Daniel yaitu sang raja yang akan mendapatkan tahta dari Tuhan. Maka Yesus mengatakan “apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaanNya”, datang itu dari sorga ke bumi, “dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas tahta kemuliaanNya”. Dimana tahta kemuliaanNya? Di sorga atau di bumi? Sorga, tapi di sini dikatakan “apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaanNya, Dia akan bersemayam di atas tahtaNya”, tahtaNya di mana? Di bumi. Jadi tahta Tuhan di sorga atau di bumi? Dua-duanya. Di dalam bagian ini dikatakan Anak Manusia akan datang ke bumi dan bertahta di bumi. Seluruh raja, seluruh presiden, seluruh negara akan mengakui “ini pemimpin kami”. Sekarang banyak orang menghina Kekristenan, Saudara harus doakan dan ingat suatu saat Yesus akan bertahta, semua yang menolak akan dihakimi. Semua yang menolak Dia sebagai Raja, akan dihakimi. Tapi dalam bagian ini penghakiman tidak diberikan kepada orang yang menolak, tapi terlebih dahulu kepada orang yang mengaku menerima Tuhan Yesus. Yesus datang di dalam kemuliaanNya, Dia bertahta di tahta kemuliaanNya di bumi ini, lalu semua bangsa dikumpulkan di depanNya, kemudian Dia mulai memisahkan domba dari kambing. Yang kuat dan lemah dipisahkan, kemudian Dia mulai menghakimi, siapa yang lebih dulu dihakimi? Alkitab mengatakan Dia lebih dulu menghakimi sebelah kananNya dengan kalimat-kalimat yang begitu indah. Dia mengatakan “hai kamu, mari, engkau sudah diberkati BapaKu, terimalah kerajaan”. Jadi waktu Tuhan datang nanti, Dia bertahta, Dia akan bagi-bagi kerajaan. Ini kalimat yang penting yang harus kita pahami dari konsep eskatologi Yahudi, waktu Tuhan datang, Dia akan menentukan bagian-bagian mirip dengan ketika Israel ditentukan tanah oleh Musa. Banyak sekali pola yang digambarkan mirip dengan kehadiran Yosua, Yosua menerobos ke Kanaan lalu bertahta di situ. Demikian Sang Yosua, Perjanjian Baru yaitu Yesus, Dia akan menerobos ke bumi dan bertahta di situ. Bumi akan menjadi Kanaan baru dari Sang Yesus atau Yosua yang baru ini. Yosua yang lama menerobos Kanaan, sampai mati belum taklukan Kanaan. Yosua yang baru, Dia akan akan terobos Kanaan ini, yaitu seluruh bumi, dan memenangkan bumi dengan efektif. Jadi ini Yosua yang tidak gagal. Setelah Yosua masuk, dia membagi-bagi tanah. Yesus mengutus murid-murid ke seluruh dunia untuk memenangkan kerajaanNya dengan penginjilan dan cinta kasih, dan pengembangan dalam budaya, bukan dengan perang. Setelah final, Tuhan datang, Tuhan kumpulkan, kepada yang domba Dia mengatakan “hai kamu, mari terima kerajaan yang disediakan bagimu sejak dunia dijadikan”. Jadi ini adalah kerajaan yang akan diberikan, kemudian orang-orang itu bingung “mengapa kami bisa dapat?”. Lalu Yesus mengatakan alasannya “sebab ketika Aku, Sang Raja ini, lapar, kamu memberi Aku makan. Ketika Aku, Sang Raja ini haus, kamu memberi aku minum. Ketika Aku orang asing, kamu memberikan aku tumpangan. Ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian. Ketika Aku sakit, kamu melawat Aku. Ketika Aku dalam penjara, kamu mengunjungi Aku”, ini kalimat-kalimat yang mengherankan. “Kami menantikan Engkau datang, sekarang Engkau datang dan mengatakan Engkau berhasil mendapatkan kerajaan ini karena perbuatan baikmu, karena belas kasihanmu”, ini sangat jelas dinyatakan oleh Kitab Suci, kita tidak mungkin salah tafsir di sini. “Kamu dapat kerajaan ini karena belas kasihanmu”. Lalu mereka bingung “Tuhan, kapan aku mendapatkan kesempatan untuk berbuat baik kepadaMu?”. Ayat 37 dikatakan orang-orang benar itu akan menjawab dia. orang-orang benar? Jadi benar itu karena iman atau belas kasihan? Kita harus mengatakan karena iman dan iman tidak bisa lepas dari belas kasihan. Sama seperti kalau Saudara ditanya “kamu dapat kafein dari kopi atau dari air?”, lewat kopi, tapi kopi tidak mungkin dikunyah, Saudara akan meninumnya dengan air, sehingga saudara akan menerima air dan kopi. Maka kalau dikatakan iman dan belas kasihan itu satu atau terpisah? Satu, tidak bisa pisah. Tidak ada orang yang beriman yang tidak punya belas kasihan. Dan tidak ada orang boleh mengaku beriman kalau dia tidak punya belas kasihan. Bagian ini sangat jelas, orang-orang benar itu, mengapa benar? “mengapa kami boleh mendapatkan hal-hal ini?”. Orang-orang benar itu bertanya “Tuhan, bilamana kami melihat Engkau lapar dan memberi Engkau makan, atau haus dan memberi Engkau minum. Bilamana kami melihat Engkau orang asing dan memberi tumpangan, atau telanjang dan memberi pakaian. Bilamana kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan mengunjungi Engkau? Kami tidak sadar sudah melakukan itu untuk Engkau”, karena mereka lakukan berdasarkan belas kasihan. Mereka tidak kerjakan untuk selamat. Orang legalis mengerjakan Taurat untuk selamat, orang benar mengerjakan karena ini memang benar. Jadi mereka tidak mengerjakan karena nanti akan mendapatkan kerajaan, lalu berbelas-kasihan kepada orang lain. Itu bukan berbuat baik, tapi investasi. Mana ada manusia boleh menjadi manusia tanpa belas kasihan”, itu yang mereka pikir. Dan mereka tidak melihat ada yang spesial dari menolong orang. Mereka sudah berbuat baik kepada orang lain dan tidak melihat ini spesial. Mengapa orang bisa mempunyai belas kasihan? Karena terus-menerus melihat keluar, bukan terus lihat ke dalam. Saudara kalau terus melihat ke dalam, akan susah punya belas kasihan. Kita tidak sadar dunia sekeliling kita sedang menderita karena kita cuma ingat derita sendiri. Saudara harus bangun, kalau cuma melihat diri akan sulit berbelas-kasihan, dan itu mungkin tanda kita belum beriman. Coba jangan cuma lihat diri “saya hidupnya sulit, hidupnya berat, penuh kesulitan”, tapi kita sadar orang lain punya kesulitan seperti apa. Kita nyaman di dalam tempurung yang baik ini, tempurung kelapa yang nikmat ini, dan melupakan kesulitan yang lebih parah di luarnya. Mari kita menjadi orang-orang yang keluar dari belas kasihan terhadap diri. Jangan terus mengatakan “saya orang yang sangat malang”, akhirnya susah berbelas-kasihan. Bagaimana berbelas-kasihan kalau kita merasa diri kita perlu dikasihani terus? Yesus memisahkan yang domba dengan yang perkasa, yang lemah dan yang perkasa. Yang lemah tidak merasa diri lemah, yang lemah merasa diri diberkati, “saya ada kelimpahan, saya bisa berbagi kepada orang lain”. Karena iman itu berarti saya menyadari Tuhan sudah menyelamatkan saya. Kalau Tuhan adalah bagian saya, saya tidak akan kurang. Itu dikatakan di dalam Mazmur 23, “Tuhan, kalau Engkau gembalaku, saya tidak akan kurang”. Kalau begitu siapa yang mengaku diri sudah benar karena iman, dia harus mengakui Tuhan sudah memelihara dengan limpah.
Di dalam bagian ini dikatakan orang benar itu tidak sadar mereka sudah berbuat baik. Mereka cuma pikir “kalau ada orang lapar, harus kami tolong”. Ada orang sedang dipenjara, maksudnya penjara bukan Saudara harus kunjungi untuk PI, maksudnya adalah ada orang difitnah atau ditindas atau yang masuk penjara karena kesalahan atau kelicikan dari orang yang penting, ini adalah orang yang menjadi korban. Dan mengunjungi mereka akan membuat Saudar beresiko dianggap sama. Misalnya Saudara mengunjungi Pak Ahok, “berarti kamu mirip dia ya, kamu sama dengan dia”, itu kemungkinan bisa terjadi. Jadi mengunjungi orang yang diperlakukan yang tidak adil dan kemungkinan dianggap sama dengan dia, itu bahaya. Tapi orang-orang ini merasa “orang ini tidak salah tapi dipenjara, saya mesti kuatkan dia”. Mengunjungi orang sakit, mengapa harus dikunjungi? Karena orang sakit perlu untuk dikuatkan. Kita berdoa untuk orang yang sakit, orang itu merasa sudah sangat diberkati. Orang dengan kemanusiaan seperti ini adalah orang yang ditebus oleh Tuhan. Tuhan menebus kita untuk menjadikan kita manusia, kata Hans Rookmaaker. Tuhan menebus kita supaya kita menjadi manusia sebenar-benarnya, bukan manusia yang jatuh dalam dosa sebelum keadaan kita ditebus. Maka orang-orang ini mengatakan “kami tidak pernah tahu kapan Engkau lapar, dipenjara, sakit, sedang jadi orang asing”. Orang asing di dalam tradisi Yahudi itu perlu ditolong dan Tuhan membiasakan orang Israel untuk menolong orang asing. Kalau ada orang tidak tahu bagaimana harus hidup, orang Israel akan tampung “sebelum kamu mampu, tinggal dulu bersama saya”. Orang asing maksudnya adalah orang yang terpaksa tinggal di negara orang lain karena mungkin diculik, karena kalau dulu antar kerajaan berperang, orang akan bawa orang lain untuk dijadikan budak. Mungkin dia jadi budak, setelah itu lepas dan tidak tahu harus kemana. Atau mungkin ada kelaparan di negaranya dan dia tidak tahu harus kemana. Ini mirip dengan para refugee. Saya tidak mengatakan kita dengan cara polos dan sembarangan melakukannya, tapi kita mesti digerakan oleh belas kasihan dan juga bijaksana untuk menampung orang-orang seperti ini. Ini yang ditekankan oleh Tuhan, mari latih diri untuk punya belas kasihan. Waktu diri punya belas kasihan, karena diri boleh melihat orang lain sebagai objek dari cinta kasih Tuhan maka kita akan mengerjakan apa yang dikerjakan oleh orang-orang ini. Ini bukan hal yang berat, Saudara tidak disuruh untuk mengubah Indonesia di dalam satu malam, Saudara juga tidak disuruh untuk mengubah Kerajaan Israel menjadi baik, tapi Saudara disuruh untuk mulai melakukan sesuatu di dalam lingkup hidup yang kita temui. Kita tidak disuruh untuk menolong semua orang miskin di dunia, tapi kita diminta untuk berbagian di dalam konteks yang kita sendiri miliki. Kita berkait atau bersentuhan dengan siapa, orang itu yang akan mendapat berkat. Tuhan Yesus tidak menyembuhkan semua orang kusta, tapi siapa yang bersentuhan dengan Tuhan Yesus, itu yang disembuhkan. Tuhan Yesus bisa menyembuhkan semua orang kusta, tapi Dia tidak mau melakukan itu. Dia ingin berinteraksi dalam konteks yang BapaNya percayakan kepada Dia. Dia sembuhkan orang sakit kusta yang BapaNya percayakan kepada Dia. Dia bangkitkan orang mati yang BapaNya percayakan kepada Dia untuk bertemu dengan Dia dalam kehidupan di bumi ini. Banyak orang mengatakan “ini terlalu ideal, saya tidak sanggup mengubah wajah Indonesia”, Saudara tidak perlu mengubah wajah Indonesia, cuma bereskan satu jerawat saja di wajah Indonesia ini, dan jeramat itu adalah relasi yang Saudara temui atau konteks hidup yang Saudara sendiri jalani. Ada orang yang perlu bantuan, tumpangan, pertolongan, mari kita belajar untuk buka mata kita, termasuk dengan jemaat kita di sini. Biar kita melihat siapa yang perlu mendapatkan bantuan dan kita dengan bersegera mau berbaik hati dan tergerak untuk berbagian. Mereka mengatakan “kami tidak pernah melakukan itu”, Raja itu menjawab “waktu engkau lakukan untuk orang paling kecil, engkau lakukan untuk Aku”. Yesus mengidentikan diri dengan orang terkecil di dunia, di dalam jemaatNya. Heran, kita selalu ingin mengidentikan diri dengan orang besar. Saudara kalau dibilang “suaramu mirip Stephen Tong”, langsung bangga. Kita selalu ingin diidentikan dengan yang lebih besar. Tapi tidak ada yang lebih besar dari Tuhan, Tuhan tidak mau mengidentikan diri dengan yang lain. Tapi heran, Tuhan rela mengidentikan diri bahkan ingin diidentikan dengan yang paling kecil. Jadi Tuhan ingin diidentikan dengan orang ini, itu sebabnya Dia tidak keberatan disalib. Apakah kita pernah berpikir mengapa Raja ini mau disalib? Karena Dia mau mengidentikan diriNya dengan yang paling rendah di dunia ini. Maka Dia mengatakan “jika engkau beriman kepadaKu, mengapa gaya hidupKu tidak ada padamu? Jika engkau menyebut Aku Tuhan, mengapa belas kasihanKu tidak ada padamu? Jika engkau menyebut Aku raja, mengapa concern-Ku tidak ada pada concern-mu?”. Tuhan Yesus mengatakan “Aku yang agung dan mulia ini rela disamakan dengan mereka yang paling rendah. Kalau kamu tolong yang paling rendah, kamu sudah melakukan untuk Aku”. Mari kita ubah culture gereja kita yang terlalu kagum dengan apa yang dikagumi oleh dunia. Mari belajar untuk mengagumi Tuhan yang meminta kita untuk memperhatikan mereka yang rendah di dalam dunia ini. Dan ini yang ditekankan di bagian ini.
Bagian berikutnya, Raja itu menjawab “engkau melakukan untuk saudaraKu yang paling hina, engkau melakukannya untuk Aku”. Dan sekarang Dia berpaling ke sebelah kiri, ini mungkin penghakiman yang membanggakan bagi mereka. Tuhan sudah mengatakan yang bagus-bagus ke bagian kanan, lalu berpaling ke yang kiri. Yang kiri mengatakan “kalau mereka saja mendapatkan kerajaan, kita dapat apa? mereka itu kan orang-orang rendah”, karena ini domba-domba pemimpin, itu domba-domba biasa. “Orang biasa mendapat kerajaan, kami dapat apa?”. Kalau diumpamakan, yang sebelah kanan adalah jemaat, sebelah kiri adalah gembala sidang dan majelis. Sang gembala mengatakan “jemaatku dapat kerajaan, saya dapat apa ya?”, langsung kipas-kipas. Begitu Tuhan berpaling, langsung merasa “saya sudah tahu, pasti saya akan mendapatkan 3 kali lipat atau tujuh kali lipat. Mereka saja dapat seperti itu, apalagi saya”. Tapi ketika Tuhan berpaling, Tuhan mengatakan “enyahlah dari hadapanKu”. Kalimat pertama langsung mengejutkan, “Tuhan, apakah Engkau tidak salah ngomong?”. Dia juga mengatakan “enyahlah dari hadapanKu, hai sekalian orang-orang terkutuk”, langsung dibilang terkutuk. “Enyahlah ke dalam api kekal yang telah disediakan untuk iblis dan malaikat-malaikatnya”. Banyak orang mengatakan ini tidak bicara tentang keselamatan, ini bicara soal pahala. Nanti kalau kamu sudah selamat, kamu tidak berbuat baik, tidak punya belas kasihan, nanti tetap selamat. Kalau kamu sudah selamat dan berbelas kasihan, kamu akan dapat pahala. Ini masalah upah. Tapi upahnya dimana? Di sini tidak dikatakan “hai kamu orang-orang terkutuk, kamu akan kurang mendapat pahala karena kamu kurang berbelas-kasihan. Yang penting kamu sudah beriman, kamu sudah selamat. Iman menyelamatkan, tidak berbelas-kasihan pun tidak apa-apa”. Di sini dikatakan “enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah disediakan untuk iblis”. Benar-benar ketat, untuk kita tidak salah mengerti, “upahmu adalah tempatnya iblis, kamu sama dengan setan”, keras sekali. “Masa saya sama dengan setan?”, “iya, kamu mirip setan. Karena ketika Aku lapar, kamu tidak memberi makan. Ketika Aku haus, kamu tidak memberi minum. Ketika Aku orang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan. Ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian. Ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak mengunjungi Aku. Sekarang tempatmu di neraka”, “kalau kami tahu tolong Engkau bisa membuat kami mendapat kerajaan, dan kalau kami tahu tidak tolong itu akan membuat kami masuk neraka, kami pasti sudah tolong. Tapi Engkau tidak pernah muncul untuk kami tolong”, ini yang mereka katakan, “Engkau kan orang hebat. Tuhan, Engkau Raja dan kami adalah bupati-bupatiMu. Kami orang hebat. Engkau orang hebat, mengapa Engkau tidak menyatakan diri kepada kami?”. Tapi Tuhan mengatakan “Aku sudah menyatakan diri sebagai orang yang paling kecil di antara kamu”. Adakah pemimpin politik yang memerhatikan orang paling kecil? Tidak, semua pemimpin politik tempatnya di neraka kalau mereka tidak peduli rakyat. Kalimat ini untuk pemimpin politik dan orang Kristen, “hei orang Kristen, kamu yang merasa diri hebat, kamu yang merasa sudah dimiliki oleh Tuhan, dimana belas kasihanmu? Kalau kamu tidak punya belas kasihan, kamu bukan milikKu, enyahlah ke neraka”, demikian dikatakan oleh Sang Raja ini. Raja ini tidak mengatakan “Aku tidak kasi kamu pahala”, Dia mengatakan “kamu ke neraka”. “Saya sudah mengenal Engkau”, “tapi kamu tidak punya belas kasihan”. Maka serangan untuk antinomian sangat keras dalam Alkitab. Jangan rasa engkau aman kalau engkau tidak ada perubahan dari hati keras menjadi belas kasihan, dari egois menjadi perhatikan orang lain. Kalau perubahan ini tidak ada, kita bukan milik Yesus. Kalau perubahan ini mulai muncul, baru kita tahu “Yesus adalah Tuhan saya dan saya mau teladani Dia”.
Bagian ini memperingatkan kita supaya tidak menjadi sama dengan para kambing ini. Lalu mereka masih membela diri “kalau kami melihat Engkau, pasti kami tolong”. Tapi Yesus tidak suka dengan gaya mereka yang menekankan pentingnya mereka sehingga Yesus tidak pernah dianggap akan mengidentikan diri dengan orang-orang paling rendah. Yesus mengatakan dengan tegas “waktu Aku kesulitan, kamu tidak menolong”, “kapan Tuhan?”, “yaitu waktu kamu tidak melakukan untuk orang paling kecil di tengah-tengah kamu”. Marilah kita jadi orang Kristen yang menyadari bahaya dari legalis, tapi juga menyadari bahaya dari antinomian. Jangan masuk dalam keadaan aman yang mengatakan “kalau saya milik Tuhan, penghakiman Tuhan tidak akan menyentuh saya”. Penghakiman kaan terlebih dahulu kena kepada yang mengaku percaya tapi palsu. Mari tumbuhkan belas kasihan di dalam hati, mari belajar seperti Kristus, mari belajar untuk melihat bagaimana tindakan saya adalah tindakan untuk bahagia orang lain yang memerlukannya dan nama Tuhan dipermuliakan karenanya. Jangan kejar perbuatan untuk dapat upah, tapi biarlah kita minta kepada Tuhan hati yang penuh belas kasihan yang tulus, yang asli, yang benar-benar mudah tergerak oleh kesulitan sesama. Dan biarlah kita menjadi orang yang tidak tenggelam di dalam kesulitan diri, yang terus-menerus melihat diri sebagai orang yang harus dikasihani, tapi mulai melihat diri sebagai orang yang harus memberi berkat kepada orang lain. Kiranya Tuhan menolong dan memampukan kita. Pada hari ini kita belajar bahwa akhir zaman adalah mengenai belas kasihan dimunculkan. Orang kejam dihancurkan dan orang berbelas-kasihan akan Tuhan munculkan. Kiranya Tuhan memimpin dan memberkati kita menjadi orang-orang yang penuh belas kasihan.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)