(Yohanes 20:24-28)
Jika kita kembali memikirkan jabatab Kristus sebagai Raja. Yang biasanya salah tafsir akan mengatakan “iya, karena Dia Raja, maka saya anak Raja, saya mendapat privilege”, sepertinya itu salah, di Alkitab tidak ada semacam nepotisme seperti itu. Saudara kenal orang suci kemudian Saudara lebih mudah akses kepada Allah, tidak ada seperti itu, jadi itu pasti penafsiran yang salah. Kemudian apa poinnya kalau kita mau mengenal Yesus secara seutuhnya, Dia adalah Imam, Nabi dan Raja. Raja adalah satu pengertian yang perlu kita pikir sebelum kita menerimanya, karena tidak ada raja yang tidak ada demand sesuatu. Saudara tidak bisa merajakan seseorang, atau punya raja, Saudara tidak punya kewajiban terhadap raja itu. Terhadap imam kita mendapat manfaat, terhadap nabi kita mendapat manfaat. Begitu Saudara menganggap Yesus adalah Raja, itu tidak bisa Saudara merasa dapat manfaat saja. Mungkin yang perlu kita pikirkan adalah “apa yang perlu saya berikan untuk raja, kewajiban apa yang saya perlu dapat untuk saya pikul ketika saya merajakan Yesus?”. Dan kalau orang tidak mau pikul tanggung jawab ini, dia akan ambil tafsiran yang tadi “Yesus Anak Raja, kita semua anak Raja”, privelege. Dan itu pasti hal yang salah. Salah pengertian atau tidak mengerti Yesus sebagai Raja secara tepat, ini membuat Kekristenan hancur lebur.
Kunci pertama dalam pengertian ini yang seringkali kita tidak tepat mengertinya. Kalau kita melihat dari kelahiran Yesus, tidak ada satu fase di dalam hidup Kristus yang tidak menyatakan Dia Raja. Masalahnya adalah diterimakah atau ditolak? Cuma 2 fakta ini. Jadi responnya benar-benar ekstrim, satu sisi menuhankan Yesus, tahu Dia adalah Raja dan benar-benar berespon dengan tepat, dan satu sisi lagi tidak. Saya rasa kalau kita mau memikirkan dengan detail, dengan adil, Raja yang paling berkuasa, Raja di atas segala raja, bahkan yang kita nyanyikan, dan kita mungkin bisa akui, itu adalah Kristus. Tetapi Raja ini adalah raja yang paling mudah kita abaikan, paling mudah kita gulingkan kekuasaannya dan paling mudah dikudeta oleh kuasa lain tanpa kita sadari, atau kita sendiri tergiur untuk mengkudetanya. Kalau Saudara mau melakukan percobaan makar di Indonesia, Saudara akan ditangkap. Berapa banyak kita melakukan pembangkangan, ujaran kebencian kepada Allah, tidak patuh? Itu sering kali, kita lakukan itu dengan beraninya kepada Raja di atas segala raja. Maka tidak heran mengapa Kekristenan bisa sampai sekarang meskipun kita lihat secara KTP mungkin begitu banyak orang Kristen di daerah Kristen, atau kalau kita lihat di Eropa banyak sekali negara yang katanya Kristen, tapi sekarang sudah merosot. Kuncinya adalah bukan karena mereka tidak tahu Yesus bersyafaat, bukan mereka tidak tahu Yesus menyatakan kebenaran, kuncinya adalah mereka menggulingkan Kristus dari tahtaNya. Ini hal serius karena tahta raja mempunyai demand. Demand adalah whole hearted, seluruh hati, whole life, seluruh hidup, whole aspect, seluruh aspek hidup kita. Dan seperti yang dikatakan oleh Abraham Kuyper, tidak ada di dunia ini satu inci di mana Yesus tidak berhak mengatakan that’s Mine. Dan kita melokalisir kerajaanNya, kita menggeser Dia, pindah patok areanya, dan kemudian kita sebagai umat, sebagai rakyat tidak mengakui Dia sebagai Raja. Bahkan kita dengan mudah mengkudeta Dia, inilah problem terbesar. Saudara menjadi Kristen atau tidak Kristen secara keseluruhan, bukan urusan “saya terima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat”, menangis, punya catatan memori yang begitu indah tentang pengalaman pertobatan. Tapi kalau Saudara tidak hidup whole hearted, whole life, whole aspect untuk Tuhan dan Kristus adalah Rajanya, kita akan segera menggulingkan Dia cepat atau lambat. Sadar tidak sadar, Saudara sedang mengkudeta Tuhan. Atau Saudara membiarkan Raja Saudara dikudeta orang lain. Fakta ini harus kita deteksi, karena kalau tidak kita akan merasa diri kita nyaman karena merasa sudah Kristen, tapi ternyata kita tidak menghidupinya secara keseluruhan. Kita hanya mengakui Yesus adalah Nabi, Imam dan Raja kalau itu menguntungkan bagi hidup saya, tapi kalau itu menuntut suatu kewajiban, saya akan segera kecewa, membentuk tembok sendiri, dan segera melokalisir dimana Dia bisa bertahta. Sebagian besar orang mentahtakan Yesus sebagai Raja di dalam spiritual. Ini suatu analisa yang sangat baik, kalau kita terlanjur atau sudah melokalisir Kerajaan Yesus di dalam spiritualitas saja, Abraham Kuyper mengatakan di dalam generasi pertama, orang-orang tua akan merasa agamaku agamaku, agamamu agamamu, kita dipublik berdamai saja, ke gereja tidak perlu memaksa orang jadi Kristen, semua orang punya juruselamatnya masing-masing, maka mari merajakan Kristus di dalam kerohanian. Kuyper menubuatkan bahwa generasi kedua tidak akan merajakan Yesus sama sekali, karena orang tuanya bisu, orang tuanya hanya berdoa “beriman di dalam Kristus, Engkau adalah Juruselamatku, Rajaku”, tapi dalam hidup sehari-hari tidak pernah kalimat Kristus diucapkan, tidak pernah merajakan Yesus dibicarakan kepada anaknya. Maka generasi kedua akan tidak tahu, they will passed over in silent. Orang tua mengatakan “anak-anak sebagai orang Kristen kita harus hidup beretika, hidup menjadi berkat, hidup yang memanusiakan orang”, tapi semua sumber atasnya, Rajanya didongkel. Ketika Rajanya didongkel maka prinsip Kristennya naik. Prinsip Kristen naik, hukumnya menjadi abstrak, tak berpribadi. Maka hukum abstrak ini lama-lama akan menjadi bias, apa yang baik pada 500 tahun lalu entah akan menjadi apa 500 tahun kemudian. Ini mudah sekali diisi oleh muatan yang lain karena prinsip Kristen sudah naik. Prinsip kebaikan Kristen, lama-lama prinsip kemanusiaan, semua merosot karena Rajanya sudah hilang. Dan kemudian generasi kedua hanya mengatakan “mari hidup baik-baik, kita bayar pajak, ada asuransi kesehatan, kita tidak boleh serobot antrian orang”, semuanya oke. Lalu generasi ketiga akan melupakan. Dan ini terjadi di negara-negara yang sangat baik pengaturannya. Mengapa mereka bisa begitu empty walaupun hidupnya baik? Karena Rajanya sudah dibuang. Kita sudah menggulingkan Raja itu dengan semena-mena dan itulah yang terjadi, humanity mulai naik. Waktu humanity naik yang terjadi ada beberapa option, bisa ekstrim kiri yaitu dictatorship, humanity, Rajanya hilang. Posisi ini tidak bisa kosong, kita diciptakan dengan urutan dari atas ke bawah yaitu Allah, manusia – Raja, wakil raja, yang pertama tidak bisa kosong. Cuma kalau kita tendang Raja yan asli maka yang naik adalah macam-macam, mungkin kita sendiri. Maka ketika manusia naik menjadi raja akan terjadi dictatorship, komunitas menjadi raja, komunis, atas kepentingan orang banyak. Atau ketika manusia pikir “itu zaman dulu, kita kan berkembang, kita penuh dengan kemungkinan-kemungkinan besar, kita bisa maju” dan segala macam, maka naiklah sains. Sains, ilmu pengetahuan dijunjung tinggi menjadi rajanya manusia. Maka dulu yang tidak bisa terjelaskan, sekarang bisa dijelaskan, dulu kalau gempa orang tidak siap menghadapi gempa, sekarang ada detektor gempa, ada detektor tsunami, apa pun ada detektornya. Jadi kita tidak merasa bagaimaan kepada Tuhan karena yang mengontrol itu bukan Tuhan, semua bisa dideteksi, bisa diantisipasi, bisa diatur. Maka akshirnya sains naik. Atau kalau sains tidak naik, yang naik adalah uang. Uang naik, uang jadi raja. Perhatikan, dulu pusat kota adalah alun-alun, ada gereja, tempat pengadilan dan macam-macam, tapi sekarang pusat kota adalah mall. Saudara tidak akan mengatakan “mari kita kumpul di gereja”, itu tidak mungkin, bahkan hal religius pun ditendang secara konsep umum. Manusia menendang Tuhan, maka ganti yang difokuskan adalah mall. Sekarang semua juction isinya mall, dulu semua juction isinya gereja. Perhatikan kota-kota lama, pusatnya adalah tempat ibadah, Jakarta misalnya ada katedral. Itulah yang terjadi, ketika uang naik menjadi raja, maka kadang-kadang kita pikir ada benarnya juga, terkadang uang ada benarnya juga, menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada, mirip Tuhan. Orang tidak ada menjadi ada, misalnya dia tidak hormat kepada saya tiba-tiba bisa jadi hormat ketika saya punya uang, dia tidak taat sama saya bisa jadi taat karena uang, tidak suka bisa menjadi suka karena uang, apa pun bisa dilakukan kalau ada uang.
Akibat karena menggulingkan raja yang sejati, uang menjadi suatu yang kelihatan yang bisa menyatukan prinsip atau kekuatan di atas manusia. Dan semua manusia mau menyembha uang, kemudian waktu uang ini ke atas terus-menerus, somehow manusia akan sampai ke satu titik. Tidak bisa. Uang itu suatu visible, yang kelihatan, manusia tidak bisa hidup yang visible saja. Kita akan tetap merasa kosong, banyak uang tapi tidak bisa beli persahabatan, punya banyak uang tidak bisa beli kesehatan, punya banyak uang tidak bisa beli iman, semua kepuasan hidup tidak bisa dibeli. Ternyata setelah Raja yang asli ditunggangbalikan, muncul raja-raja gadungan, ternyata raja-raja gadungan juga tidak memberi kepuasaan. Maka manusia berpikir mesti ada yang lain, ada yang memberi higher value terhadap hidup kita, memberi kita makna. Maka ketika Raja yang sudah ditendang dan ini dilupakan orang menaikan yang namanya art. Art bisa menjadi pengganti Tuhan yang paling mirip, karena di dalam art atau seni kita bisa dibawa mengenal makna yang lebih tinggi, lebih mendalam, memberikan penjelasan hidup yang lebih kompleks, lebih luas, kita bisa memiliki makna hidup yang memuaskan kita di satu titik, dan ini adalah seni. Saudara bisa membagi dua orang yang tercengkeram seni karena kekosongan raja, rajanya sudah digulingkan, digantikan seni, ada 2 macam. Orang pertama adalah orang yang mengisinya dengan seni yang agung. Maka tidak heran seniman atau orang yang kecanduan seni yang bagus, lukisan yang indah, lukisan yang penuh dengan filosofi, pokoknya luar biasa, mereka senang dengan itu, dan mereka merasa hidup fulfill. Tapi kalau Saudara meninggalkan Tuhan demi itu, itulah menendang Raja dan mengganti dengan hal-hal yang mirip dengan Raja. Tapi ada juga orang yang mengisi dengan seni yang remeh, pornografi, art-art yang remeh, art yang remeh, yang membuat kecanduan. Kecanduannya karena dosa, poinnya dia tidak punya Raja, tahtanya kosong. Maka muncul pesaing dan bakal calon yang masuk, dan itulah yang tidak disadari manusia. Manusia menempatkan oknum-oknum seperti ini, Saudara bisa tempatkan uang, tempatkan seni, tempatkan tradisi, Saudara bisa menempatkan apa pun sebagai raja yang mengontrol hidup kita. Inilah yang terjadi, kita menjadi orang Kristen seringkali tidak menyadari hal ini, kita sibuk melokalisir Yesus di dalam spiritualitas, kita sibuk melokalisir Yesus dalam suatu bidang pelayanan. Kalau pelayanan, Yesuslah Rajanya, tapi kalau kerja, bergaul, bukan Yesus. Maka sebenarnya hidup kita tidak solus Kristus, kita Yesus plus plus, cuma mungkin kita tidak mengakui, karena di dalam hal lain kita menjunjung tinggi raja itu.
Mari kita memikirkan hal ini dalam melihat perjuangan 500 tahun Rformasi, sola-sola ini sangat penting. Solus Kristus, sudahkah kita merajakan Kristus secara seluruhnya? Jangan-jangan kita tidak merajakan Yesus, tapi kita hanya mengambil beberapa aspek. Oleh karena itu bagaimana caranya kita merajakan Kristus? Karena kita kadang tahu konsep idealnya tapi menuju ke sana itu satu pergumulan yang sulit dan kita juga tidak tahu bagaimana caranya kesana. Mari kita lihat Yohanes 20: 24-28, saya akan menyoroti dalam angle yang sedikit berbeda yaitu dengan melihatnya di dalam pengertian Kingship of Christ. Mari kita lihat ini dalam sudut pandang pergumulan orang yang betul-betul mau merajakan Yesus karena dalam konklusi imannya ini adalah konklusi iman yang sangat besar yang diucapkan oleh seorang manusia yang tercatat dalam Injil Yohanes. Langkah pertama adalah kita hanya bisa merajakan Yesus lewat pergumulan. Tidak bisa kita merajakan Yesus hanya dengan sekedar tahu “Yesus adalah Raja, amin”, ini harus lewat satu pergumulan yang tidak asal. Harus mencari satu keakuratan dalam pergumulan ini. Karena kalau kita salah mengerti, salah bergumul, maka kita akan mudah jatuh. Banyak orang Kristen menjadi Kristen karena terburu-buru mengambil konklusi iman. Banyak keturunan orang Kristen menjadi Kristen karena terburu-buru mengambil konklusi iman. Dalam pengakuan iman Tomas, kata yang sangat penting yang ada di sini adalah kata “ku”. “Ku” di sini menunjukan pergumulan yang dikunyah sendiri. Saudara dan saya harus bergumul sendiri dan mengambil satu komitmen “Tuhan, Engkau adalah Rajaku, my whole herat, my whole life, my whole aspect, saya persembahkan untuk Engkau”, itu baru kita benar-benar menjadi Kristen. Eropa kurang apa Pengakuan Iman Rasuli, tapi berapa banyak yang betul-betul merajakan Yesus? Tidak ada. Sumatera Utara kurang apa Pengakuan Iman Rasuli? Ambon, Manado kurang apa Pengakuan Iman Rasuli? Tidak ada, tapi mereka tidak betul-betul bergumul mengambil standing point sebagai orang Kristen, maka itu tidak akan jadi apa-apa. Kita pasti merajakan Yesus dalam spiritualitas, mungkin. Tapi kita pasti tidak merajakan Yesus dalam seluruh aspek, karena kita tidak pernah bergumul dengan akurat dan memikirkan secara serius. Ini adalah hal serius yang mesti kita ambil secara komitmen iman.
Bagian kedua, setelah bergumul kita mesti sampai kepada konklusi yang benar yang kita gumulkan. Tomas menggumulkan dia mesti lihat, kalau katanya Yesus bangkit, sudah disalib dan bangkit, dia mau lihat bekas salibnya dan tanda kebangkitan. Karena hanya disitulah fondasi iman Kristen berdiri. Tomas tidak bergumul di dalam hal yang tidak essensial, dia tidak mengatakan “saya mau lihat Tuhan meredakan angin ribut, saya mau melihat Tuhan melakukan mujizat”, Tomas mengatakan “kalau Dia benar-benar bangkit, saya mau lihat bekas tangannya, karena itu adalah tanda Dia yang disalib itu Dia yang bangkit”. Dan itu yang mau kita kejar di dalam merajakan Yesus, mengapa mesti di situ? Karena di situ titik poin Dia adalah Raja yang betul. Mengapa titik poin bahwa Dia raja yang betul adalah ketika Dia mati dan bangkit? Karena kematian dan kebangkitan Kristus mengalahkan penguasa dunia ini. Ada 2 beda yang jelas, satu sisi Tuhan Yesus sendiri mengatakan setan adalah penguasa dunia ini, ruler of this world, dan kemudian Yesus adalah Raja dunia ini. beda Raja dan penguasa adalah penguasa selalu mengeruk keuntungan, Raja selalu memikirkan bagaimana rakyatnya. Maka yang mau dikejar oleh Tomas bahwa Dia adalah Raja, Dia mesti bisa mengalahkan kuasa yang paling besar, yang sementara ini menguasai dunia, bagaimana caranya? Waktu Dia mengusir setan? Bukan, tapi waktu Dia mati dan bangkit. Maka itulah yang dikejar oleh Tomas “saya mau mempunyai standing point ini, maka saya baru mengenal Tuhan”. Saudara hanya bergumul terus-menerus tentang Yesus yang menjawab doa saya, Yesus yang begini begini. Saudara belum secara esensi mengenal Yesus sebagai Tuhan dan Raja. Mengenal sampai esensi terdalamnya apa, kalau Dia adalah Raja maka Dia adalah Raja yang mengalahkan kematian. Kalau Dia adalah Raja yang bisa memerintah saya, maka Alkitab sudah memberikan pengertian kepada kita, Dia adalah Raja yang mengasihimu terlebih dahulu. 1 Yohanes 4: 19, kita mengasihi karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Dia menjadi Raja bukan dengan mengikat kita dengan janji palsu, Dia menjadi Raja dengan memberikan kita kasih terlebih dahulu. Raja itu memikirkan umatNya, Dia bukan ruler yang memanfaatkan umatNya. Dia adalah Raja yang mau memberikan apa yang Dia punya untuk kesejahteraan rakyatNya. Inilah Raja yang kita sembah.
Setelah 2 step ini, Tomas masuk dalam pengakuan iman yang sangat klimaks yaitu dikatakan “ya Tuhanku dan Allahku”, my Lord and my God. Saya beberapa kali dalam doa selalu bilang “dalam nama Tuhan Yesus, Raja dan Tuan kami, kami berdoa”, karena saya mau mengingatkan diri saya akan teks ini, Pengkotbah mengatakan “if you receive Christ as your Savior but He is not your Lord at all, He is not your Savior at all”. Kita sering dengan mudah mengatakan “terima kasih Tuhan Yesus, Tuhan dan Juruselamatku. Amin”, kita tidak tahu ternyata Juruselamat itu punya power yang begitu besar, yang harusnya mendominasi hidup kita. Yohanes mencatat ini sebagai pengakuan iman yang klimaks. Sederhana, “ya Tuhanku dan Allahku” my Lord and my God, “saya percaya Engkau menciptakan saya, dan saya percaya Engkau memerintah saya. Dan saya akan berikan the whole heart, the whole life, the whole aspect untuk diperintah oleh Tuhan”. Ini namanya pengakuan iman sejati dan ini namanya Solus Christus.