(Lukas 17: 11-19)
Di ayat 11 dikatakan di dalam perjalananNya ke Yerusalem, Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. Ini adalah hal yang penting, Lukas memberikan penjelasan bahwa kesepuluh orang yang sakit kusta ini bertemu dengan Tuhan Yesus, terjadi di perbatasan Galilea dan Samaria. Pada zaman Yesus, Israel terbagi menjadi 3, daerah Galilea yang sangat terpengaruh oleh budaya Helenistik, dan ditengah adalah Samaria yang sangat dipengaruhi (menurut orang Yahudi) oleh penyembahan berhala, lalu di daerah selatan itu daerah Yudea, inilah tempat para imam, tempat penyembahan kepada Tuhan yang dengan ketat dilakukan, inilah tempat yang ada bait suci, dan inilah tempat yang sangat Yahudi. Jadi Galilea dianggap sekuler, Samaria dianggap sangat kafir, dan Yudea adalah tempat yang paling suci. Dan di dalam pertemuan ini, Yesus bertemu dengan orang-orang sakit kusta ini di perbatasan Samaria dan Galilea, berarti agak ke utara. Orang kusta adalah orang-orang yang dikeluarkan dari komunitas, dan di dalam perikop kita, mereka bertemu dengan Tuhan Yesus di perbatasan Samaria dan Galilea. Nanti Saudara akan mengerti pentingnya ini ketika Tuhan Yesus mengatakan “perlihatkanlah dirimu kepada imam”. Imam-imam ada di Yudea, berarti mereka harus menyeberangi Samaria untuk bertemu dengan para imam, ini bukan perjalanan dekat, ini perjalanan jauh. Dan satu dari mereka kembali melalui perjalanan yang jauh untuk bertemu dengan Yesus. Ini adalah mujizat yang Yesus kerjakan, menyembuhkan orang kusta ketika mereka sedang dalam perjalanan.
Di dalam ayat ke-13, mereka berteriak “Yesus, Master, kasihanilah kami”. Kita kekurangan kata yang tepat untuk menggambarkan istilah yang dipakai orang kusta ini, tetapi di dalam kebiasaan Lukas memakai kata Master itu mengaitkan Yesus dengan pemimpin zaman dulu yang dianggap mempunyai kekuatan sihir. Jadi bukan hanya pemimpin politik tapi juga pemimpin yang mempunyai kekuatan magic. Sehingga ketika mereka mengatakan “Yesus, Master”, yang mereka harap adalah Yesus melakukan suatu tindakan yang supranatural untuk menyembuhkan mereka. Jadi mereka tidak sekedar mengatakan “Guru”, tapi mereka memberikan title yang tinggi kepada Yesus sebagai divine healer, sehingga mereka berharap Tuhan yang punya kuasa kesembuhan ilahi mau sembuhkan penyakit kusta mereka. Orang kusta menderita bukan karena penyakit, meskipun penyakit itu memberikan penderitaan kepada mereka, tapi mereka sangat menderita karena mereka dikeluarkan dari masyarakat. Mereka adalah kelompok yang disingkirkan. Di dalam Imamat 13 diadakan peraturan kalau kamu punya tanda aneh di kulit dan makin membesar, bawa dirimu ke imam, tunjukan lukamu supaya imam dapat menentukan apakah ini kusta atau bukan. Pada zaman dulu yang dimaksud kusta bukan hanya satu jenis penyakit tapi berbagai macam penyakit kulit yang dianggap bahaya, itu akan disebut kusta. Orang-orang ini menunjukan diri kepada imam dan imam akan putuskan apakah ini kusta atau bukan. Kalau ini kusta, imam akan menyatakan mereka sebagai orang yang terusir. Mereka tidak boleh tinggal di perkemahan atau di desa atau di kota. Mereka harus tinggal di tempat yang tidak ditinggali manusia. Mereka harus ada di luar kota atau desa. Mereka tidak boleh bergabung dengan masyarakat. Dan kalau pun mereka berpapasan dengan orang yang sedang berjalan, mereka harus tutup wajah mereka dengan tudung dan harus mengangkat tongkat mereka, dan mereka teriak “najis, najis”, maksudnya adalah “saya orang kusta, jangan dekat-dekat. Karena kusta adalah penyakit yang mudah mengular dan mereka harus mengindarkan diri dari bertemu orang. jadi Saudara bisa membayangkan betapa menderitanya orang yang kena kusta, mereka harus tinggal di luar perkemahan, harus tinggal di luar komunitas, mereka menjadi orang yang tersendiri. Mungkin Saudara mengatakan “kok ada peraturan seperti itu di Imamat?”, saya harus mengingatkan Saudara untuk membaca Kitab Suci berdasarkan konteks dan di dalam zamannya Kitab Imamat tidak ada kerajaan atau bangsa atau apa pun yang tidak ada peraturan sejenis. Dan di dalam Imamat banyak hal lain yang dijadikan sebagai simbol. Orang yang sedang datang bulan dianggap najis. Sekali lagi, bukan diamenjadi najis, tapi dia menjadi simbol dari pernyataan Tuhan tentang apa itu dosa dan kenajisan dan lain-lain. Maka orang sakit kusta dikeluarkan dari masyarakat, ini menjadi simbol orang berdosa sebenarnya adalah orang yang disingkirkan dari masyarakat, sehingga dia mengalami keterasingan, alienasi. Kita sedang terasing karena tidak ada relasi, kita sedang terasing karena tidak ada orang di sekeliling kita yang kita anggap sebagai teman untuk kita membentuk komunitas dan inilah yang dilakukan dosa, dosa memisahkan kita dari komunitas. Dan inilah yang dialami oleh 10 orang kusta itu. Maka mereka dengan keputus-asaan, bertahun-tahun tidak bertemu istri, bertahun-tahun tidak bertemu anak, bertahun-tahun tidak bertemu keluarga, bertahun-tahun tidak punya komunitas, bertahun-tahun tidak boleh masuk kampung. Saat ini bertemu Yesus, sumber harapan mereka. Mereka dengan berani tapi juga dengan tahu diri, mereka menjauh. Mereka berteriak kepada Yesus yang sedang masuk ke kota, di dalam ayat 12 dikatakan ketika Ia memasuki suatu desa. Lebih tepat diterjemahkan ketika Ia akan memasuki desa, berarti Dia belum masuk. Dan orang-orang itu tidak boleh masuk desa, lalu mereka teriak “Guru, Master, Divine healer, Pemimpin yang punya mujizat, tolonglah kami, kasihani kami”. Ayat 14, Yesus mengatakan kepada mereka dan berkata “pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam”. Dari tengah harus ke selatan, mereka harus berjalan menyeberangi Tanah Samaria untuk ke Yudea, bertemu para imam. Karena sejarah abad pertama mengatakan bahwa tidak ada imam pada zaman Tuhan Yesus, abad ke-1, yang ada di Galilea. Tidak ada imam yang diakui di Samaria, semua imam ada di Yudea. Apakah imam tidak boleh berjalan ke Galilea? Tentu boleh, tapi dia hanya melakukan upacara ke-Yahudi-an di Yerusalem dan di Yudea. Berarti waktu Yesus mengatakan “tunjukanlah dirimu kepada imam” Tuhan menuntut mereka berjalan melalui Samaria untuk pergi ke Yudea. Ini bukan perintah yang mudah. Jadi Tuhan tidak memerintahkan mereka ke daerah yang dekat, Tuhan menyuruh mereka berjalan melintasi Samaria untuk pergi ke Yudea, karena di dalam Imamat 14 dikatakan kalau orang kusta sudah sembuh, tunjukan diri ke imam, berikan persembahan yang dituntut oleh Taurat, setelah itu dia boleh kembali ke kampungnya, ini yang Yesus janjikan. Mereka boleh punya komunitas lagi, mereka bisa nyaman di dalam komunitas mereka. Lalu mereka dalam perjalanan, sedang dalam perjalanan, mereka sembuh. Meskipun tidak dikatakan kapan mereka sembuh, tapi saya percaya mereka sudah ada di jalan yang agak jauh, di tengah perjalanan. Orang Yahudi tidak punya kebiasaan mengatakan di tengah perjalanan, kecuali Saudara sudah sampai lebih dari separuh perjalanan. Kalau di awal akan dikatakan “dia akan memulai perjalanannya”, mereka sangat suka berjalan. Dan Saudara juga tahu dalam peraturan Taurat kalau ada orang tanya jalan, orang yang ditanya jalan mesti menemani sepanjang 1 mil. Sambil jalan, sambil ngobrol, ini satu persekutuan yang baik antara orang nyasar dan orang lokal. Ini persekutuan baik yang Tuhan mau bina, orang asing dan penduduk lokal itu langsung klop. Lalu bagaimana seharusnya orang asing dan lokal bersekutu, ada peraturan di Taurat, jalanlah bersama orang asing itu sejauh 1 mil. Mengapa harus jalan? Karena jalan berarti bersekutu dengan dia, tidak mungkin jalan diam-diaman. Mereka langsung akrab. Jadi ada fellowship antara orang asing dan orang lokal. Bayangkan Tuhan sudak memikirkan sampai sejauh ini sehingga tidak ada kaum yang dianggap pendatang yang disingkirkan oleh Israel. Semua boleh berbagian di dalam Kerajaan Israel yang menyatakan berkat Tuhan. Maka ini yang Tuhan mau lakukan.
Berarti orang Israel punya kebiasaan untuk melihat perjalanan yang jauh, baru kita mengatakan sedang dalam perjalanan. Jadi orang ini tidak jalan baru beberapa langkah langsung sembuh. Perjalanan ini sudah mereka tempuh lumayan jauh. Setelah mereka sudah tempuh jalan lumayan jauh, baru sadar mereka sembuh. Maka ketika mereka dalam perjalanan, lalu mereka saling melihat, ternyata mereka sudah sembuh. Langsung ada perasaan sukacita yang besar, “sekarang keterasingan kita berhenti, sekarang kita utuh kembali, sekarang kita sudah sembuh”. Memang wajar kalau orang-orang itu segera menaati Yesus, cepat-cepat cari imam supaya bereskan upacara penerimaan mereka kembali dan mereka bisa pulang ke daerah mereka. Dan ketika mereka sampai ke daerah mereka, akhirnya mereka bisa peluk anak mereka lagi, bisa bertemu suami atau istri, “lihat, aku sudah sembuh, maka dia sudah bisa memeluk anaknya, bisa kembali bertemu istrinya, bisa kembali diterima kampungnya. Ini sukacita besar sekali. Maka semua tidak ada yang ingat Tuhan, tapi ada satu orang Samaria yang ingat Tuhan. Satu orang ini setelah dia sadar kalau sembuh, dia kembali ke jalan tempat tadinya dia pergi, untuk cari Tuhan Yesus. Dia berjalan sangat jauh untuk dia mencari Yesus ada dimana, harus bertemu Yesus lagi. Yesus yang utama bagi dia, karena ini adalah Sang Master yang sudah sembuhkan dia, dia mesti bertemu Tuhan lagi. Alkitab bagian ini mengingatkan kita bahwa keterasingan orang kusta adalah pertama-tama keterasingan dari Tuhan, bukan hanya dari komunitas. Orang berdosa sedang terasing dari Tuhan, orang berdosa sedang tidak punya Tuhan. Dan kebutuhan paling penting yang mereka perlu adalah diterima kembali oleh Tuhan. Martin Luther menyadari ini ketika dia menggumulkan teologinya, dia mengatakan apa maksudnya upacara penebusan dosa, apa pentingnya saya mengaku dosa dan menjalankan hal yang dituntut gereja untuk dosa saya diampuni. Mengapa harus lakukan itu? karena dia ingin diterima Tuhan. Diterima Tuhan itu sangat penting bagi Luther, maka dia bergumul. Dan ada saat dimana dia mengatakan teologi tidak menjawab apa pun karena “teologi yang saya pelajari membuat Tuhan menjadi pribadi yang sangat tidak ingin saya temui. Kalau Dia hanya tahu murka dan kalau saya sudah penuhi keinginan Dia, baru Dia berhenti murka, maka saya tidak suka dengan Tuhan yang seperti ini, saya tidak mau diterima Tuhan seperti ini”, ini jadi pergumulan dia. “Tapi kalau Tuhan tidak ada, atau Tuhan hanya seperti ini maka jiwa saya habis, karena saya perlu diterima Tuhan. Tapi tuhan yang saya kenal dari teori yang saya dapat, itu bukan tuhan yang ingin saya temui”. Luther menyadari perlunya rekonsiliasi dengan Tuhan, semua orang perlu Tuhan. Tapi setan menawarkan alternatif supaya Saudara tidak merasa kosong. Salah satunya adalah relasi palsu. Berteman dengan teman yang tidak kenal Tuhan, yang hanya tahu hura-hura, Saudara akan merasa nyaman. Atau kedua, Saudara didorong atau dipikat dengan relasi yang tidak boleh tapi menyenangkan. Ini yang sering terjadi, berapa banyak keluarga yang akhirnya hancur karena relasi seperti ini. Laki-laki tidak lagi mengagumi istrinya, mulai mengagumi perempuan lagi. Perempuan tidak lagi cinta suaminya dan komit pada suaminya, dan mulai kagum kepada laki-laki lain. Pikatan adanya kenyamanan yang tidak boleh, ini pikatan palsu. Berapa banyak anak-anak harus hancur hidupnya karena papa mamanya tidak mengerti apa itu perjanjian, ini menyedihkan sekali. Maka waktu orang kusta, orang Samaria ini, sadar dia sudah sembuh, meskipun dia sangat ingin bertemu keluarganya, sangat ingin bertemu komunitas lamanya, pertama-tama dia harus cari Tuhan. Cari Tuhan itu pertama, cari Yesus dulu baru cari yang lain, cari Yesus dulu baru cari tempat yang Saudara nyaman sebagai rumah, cari Yesus lebih dari yang lain. Karena kalau kita tidak cari Yesus, kita tidak akan mendapatkan damai sejahtera itu. Bayangkan yang dilakukan oleh orang Samaria yang sudah sembuh ini, dia cari Yesus, dia jalan balik, dimana Yesus? “saya tidak tahu, saya harus cari Dia”. Bukankah Yesus dan rombongannya sudah pindah? Dia pergi kemana, kamu tidak tahu, “saya tidak peduli, saya harus temukan Dia lebih dulu”. Tapi bagaimana cara menemukanNya? Jalan. Bagaimaan kalau tidak dapat? Cari terus sampai dapat. Bagaimana kalau sulit ditempuh? Pokoknya saya harus bertemu Yesus. Bertemu Yesus dulu baru menikmati keluarga, bertemu Yesus dulu baru bertemu komunitas dimana di dalamnya saya merasa nyaman. Yesus dulu baru yang lain. Ini yang ditunjukan orang itu. Lalu dia mencari dan akhirnya bertemu Yesus.
Dengan memuji Tuhan dia sujud di hadapan Yesus dan mengucap syukur kepada Tuhan Yesus. Dan Tuhan Yesus mengatakan di dalam ayat 17 “bukankah kesepuluh orang itu tadi semuanya telah menjadi tahir, dimanakah yang kesembilan orang itu?”. Yesus tidak mengatakan kepada orang Samaria ini, “hebat kamu, kamu cari Aku sampai sejauh ini”, lalu Yesus senang sekali ada orang seperti ini, Dia kumpulkan seluruh jemaat, KKR mendadak, “sebelum kotbah akan ada kesaksian, Aku akan panggil orang kusta Samaria yang sudah sembuh”, lalu diwawancara oleh Yesus. Tidak, Yesus mengatakan “yang kamu lakukan ini normal, yang lain yang kurang normal. Kamu datang mencari Aku, itu biasa, memang seharusnya seperti itu. Yang lain mana?”. Orang pikir orang Samaria ini harus dimahkotai, tapi Yesus mengatakan orang ini biasa, yang lain yang tidak biasa. Satu kali Pak Stephen Tong ngobrol, ada majelis, ada Pak Tim dan lain-lain, lalu satu orang majelis di Pusat bertanya “Pak Tong capek ya? Baru datang dari luar negeri, tiap hari harus keliling kotbah dan lain-lain”, Pak Tong menjawab “tidak capek, biasa saja”, “Pak Tong jadwalnya padat sekali, tidak seperti kami”, langsung Pak Tong mengatakan “saya biasa, kamu yang kurang biasa. Saya standar, kamu yang dibawah standar, harusnya semuanya seperti saya”. Jadi dia tidak mengatakan dirinya luar biasa, dia bilang “kamu yang kurang biasa, saya biasa saja”. Maka ketika Saudara melayani Tuhan dengan giat, sudah cari Tuhan sedemikian hebatnya, jangan pikir diri luar biasa, diri biasa saja, yang lain yang kurang biasa. Kalau Saudara giat kerja bagi Tuhan, pontang-panting melayani Tuhan, lalu orang bilang “luar biasa ya orang GRII, kerjanya pontang-panting”, jangan pernah sombong apalagi berbangga. Kerja seperti itu biasa, banting tulang bagi Tuhan itu biasa. Yang tidak banting tulang itu yang something wrong.
Dan disinilah akar dari keterasingan, Saudara tidak akan terasing kalau giat mencari Tuhan. Tapi kalau Saduara diselewengkan oleh Tuhan, lebih suka cari kenyamanan di dalam komunitas yang tidak kenal Tuhan, lebih suka cari kenyamanan di dalam selingkuhan, lebih suka mencari kenyamanan di dalam kelompok yang anti Tuhan, maka Saudara akan mendapat kenyamanan, mendapat perasaan tidak asing, tapi semua itu palsu. Itu hanya akan memperburuk Saudara, keluarga, lingkungan, dan akan menjatuhkan mereka ke dalam kecelakaan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Luther mengatakan pertobatan itu ada 2 inner dan outward. Inner berarti saya rasa saya berdosa, outward-nya adalah tindakan saya berubah. Maka meskipun dia menangis, saya mengatakan saya tidak peduli meskipun dia menangis, sampai dia berubah baru saya rasa ada harapan. Ini yang terjadi, kenyamanan palsu merusak diri dan merusak orang. Maka jangan cari kenyamanan palsu. Orang kusta ini cari yang benar, dia cari Tuhan dulu baru nanti dia dipulihkan komunitasnya. Maka Tuhan mengatakan “berdirilah, pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau. Sekarang engkau menjadi milik komunitas Tuhan”. Biarlah kita seperti orang Samaria yang kusta ini, menjadi outcast, pinggiran yang tidak berguna. Dan pemulihan hanya akan terjadi kalau kita kembali ke Tuhan. Waktu keluarga kembali kepada Tuhan, keluarga ini menjadi tempat yang kita merasa nyaman di dalamnya. Ketika komunitas itu milik Tuhan, maka kita akan menjadi orang yang nyaman di dalamnya dan menjadi bagian komunitas yang indah. Di luar ini semua, Saudara akan masuk ke dalam keterasingan yang semakin membuat Saudara mencari tapi tidak menemukan, bergumul tapi tidak ada jawaban, kehausan tapi tidak ada air dan kerinduan yang tidak terpuaskan menjadikan Saudara makin rendah, makin habis dan makin putus asa. Kiranya Tuhan membawa kita kepada Dia dan menemukan damai sejahtera sejati di dalam Dia.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkotbah)