Terus dari mana peraturan? Plato memberikan jawaban di dalam 2 buku, Politeia dan Nomos yang sangat penting. Di dalam buku Nomos, Plato mengatakan aturan yang kita jalankan tidak semudah itu dipahami datang dari mana. Saudara tidak bisa dengan gampang mengatakan mana baik karena kita semua adalah subjek yang sedang dihakimi dan juga potensi melanggar mana baik mana jahat, mana benar mana salah. Sehingga kita tidak boleh menentukan, tidak seorang pun boleh. Bahkan pemimpin, pembuat keputusan yang paling tinggi tidak pernah berhak mengatakan mana boleh mana tidak karena mereka sendiri adalah yang diatur oleh hukum itu, dan mereka sendiri berpotensi melanggar hukum itu. Kalimat-kalimat seperti ini masuk di dalam tata negara Kekaisaran Roma. Maka Paulus mengatakan “hai kamu manusia, siapa pun engkau, engkau yang menghakimi orang lain, engkau sendiri berbuat salah. Apa fakta engkau boleh menghakimi orang lain, dari mana kamu punya hak untuk mengatakan ini orang salah, ini orang benar”. Paulus katakan di pasal 2 siapakah law’s maker, siapa pembuat hukum, siapa hakim, siapa boleh bilang ini orang benar ini orang salah, siapa otoritas final? Coba beri tahu satu saja. Kalau Saudara mengatakan “si itu” atau “si ini”, siapa pun itu, maka Paulus mengatakan “kenapa bisa dia yang punya otoritas itu”, “karena dia yang paling kita hargai”. Paulus mengatakan kalau kamu jadi hakim, kamu tidak bisa secara konsisten pegang kedudukan itu karena kamu sendiri bisa bersalah. Plato mengatakan aturan ini yang membuat hakim bisa mengatakan mana benar mana salah, aturan ini lebih tinggi dari hakim. Jadi hakim tidak boleh menentukan sendiri. Ini yang Plato juga katakan, aturan harus lebih tinggi dari orang. Tapi kalau aturan lebih tinggi dari orang, siapa yang bikin? Di atasnya orang. Kalau di atasnya orang berarti dewa? Jadi dewa membuat aturan supaya orang jalankan, ini memperbaiki Protagoras yang mengatakan “kalau dewa jalankan, maka dewa itu adalah manipulasi dari pemimpin. Maka pemimpin membuat dewa berdasarkan image mereka sendiri”, ini kata-kata dari Protagoras. Tapi Plato mengatakan “tidak, dewa pun diatur oleh peraturan ini”. Plato mengatakan bukankah tradisi dari dewa-dewa kita sendiri mengatakan demikian? Dewa-dewa diatur masa berkuasanya oleh aturan yang tidak jelas dari mana. Jadi dewa-dewa diikat oleh aturan, karena itu aturan lebih tinggi dari pada para dewa. Plato mengatakan yang lebih tinggi dari dewa adalah dunia ide yang mutlak, yang paling tinggi, paling agung dan itu satu, inilah yang mengatur segala sesuatu. Itu yang Plato katakan the good, ini yang para filsuf etika katakan sebagai aturan yang mengikat kita. Tidak tahu apa pokoknya ada yang atur, yang paling tinggi ini sedikit memberikan pencerahannya ke dalam hati kita, ini ajaran stoik. Yang paling tinggi dan mutlak inilah yang disebut macam-macam. Kahn menyebutnya sebagai prinsip moral yang membuat kita tunduk. Hegel menyebutnya sang ide atau sang roh, kalau kita datang ke situ pasti akan dapat bijaksana. Tapi aturan itu seperti apa, tidak ada yang tahu. Nanti sampai abad 20 ada seorang bernama Heidegger yang mengatakan jangan pikir terlalu rumit, yang paling besar dan paling tinggi ini sebenarnya namanya ada, dan ada itu ada di sekitar kita. Ini tema yang rumit sekali. Lalu siapa yang bisa menentukan aturan ini? Sang ada itu yang orang Kristen bilang Tuhan. Pokoknya Tuhan yang atur semua. Paulus rasa ada masalah mengenai ini karena yang atur ini tidak peduli kehidupan manusia karena dia tidak berinteraksi dengan kehidupan manusia. Dia tidak berinteraksi dengan kehidupan manusia karena dia tidak bisa dipahami oleh manusia. Siapa dia kita tidak tahu, pokoknya ada aturan besar di langit sana yang harus kita taati. Dan kalau aturan itu tidak ada, maka kita mesti berantem satu dengan yang lain untuk memutuskan mana yang baik dan jahat, membuat konsensus. Akhirnya konsensus mana baik dan jahat menjadi sangat gampang berubah sehingga tidak bisa pegang apa pun lagi. Semakin lama akan semakin kacau. “Tapi itu kacau menurut kamu, tidak tentu menurut saya”. Parsialitas seperti ini bahaya sekali, karena akhirnya mulai curiga dengan apa pun yang mengatakan ini mutlak sebagai otoritas yang menindas. Kalau saya mengatakan “ini dosa”, Saudara bilang “hak apa kamu bilang begitu?” Ketika orang menjalankan pernyataan “kamu benar, kamu salah”, apa hakmu mengatakan ini benar? dari Tuhan.

“Bagaimana kamu tahu bahwa Tuhan mengatakan ini dan Dia harus dipegang pengertiannya? Paulus pakai konsep Yahudi dari Perjanjian Lama, penghakiman adalah untuk perbaikan. Tuhan tidak pernah melakukan tindakan apa pun kecuali untuk kebaikan pada akhirnya karena dari awal Tuhan adalah Tuhan yang terlibat aktif di dalam ciptaan. Ini yang tidak ada dalam konsep orang Yunani, percaya ada kuasa yang mengikat para dewa dan manusia, tapi kuasa itu kuasa yang sangat gelap, kita tidak mengerti siapa dia. Dia tidak pernah berinteraksi dengan kita karena dia bukan person, dia bukan pribadi. Kuasa paling tinggi bukan bersifat personal, ini yang dari awal Kekristenan kritik. Kalau Saudara mengatakan “yang paling tinggi adalah kasih”, kasih itu abstrak, harus ada pribadi yang mengasihi. Tapi dimana ada kasih yang juga pribadi? Hanya di dalam Allahnya Alkitab yang mengatakan Allah saling mengasihi karena itu disebut Allah adalah kasih. Dan ini diajarkan tradisi Kuyperian, dalam tradisi Kekristenan mereka banyak menggali ini, bahwa apa pun yang abstrak dikecualikan dari rencana Tuhan itu berhala. Berhala adalah yang ditarik keluar dari Tuhan. Tapi kalau kita tidak punya berhala maka kita tahu segala konsep yang kita pahami semuanya satu di dalam rancangan Tuhan dan berkait dengan sifat-sifat Tuhan. Maka kalau Saudara mengatakan, “Mengapa kita harus mengasihi?” Karena Allah adalah kasih. Dan kalau Allah ini tidak pernah terlibat dengan ciptaan, maka segala pengertianNya adalah pengertian abstrak yang tidak realistis. Namun Alkitab mengatakan di dalam Perjanjian Lama, apa pun yang Tuhan nyatakan karena Dia mempedulikan ciptaan ini. Dia yang menangani ciptaan ini, Dia juga yang menyertai Adam meskipun sudah jatuh dalam dosa, Dia yang memberikan pakaian. Ini indah sekali, Tuhan adalah Tuhan yang penuh dengan cinta kasih dan pengampunan. Kalau Saudara jadi tuhan, mungkin Saudara akan lemparkan bajunya “tuh, ambil sendiri”. Tuhan pakaikan dengan penuh cinta kasih, Tuhan terlibat dalam penciptaan, Tuhan terlibat di dalam penebusan. Tuhan terlibat begitu intim di dalam semua periode sejarah. Itu sebabnya di dalam pengertian dari Paulus, Roma dan seluruh kemampuan berpolitiknya tidak bisa menghindar dari kesulitan ini. Maka kita harus tahu kita menghakimi bukan sebagai keputusan final tapi berdasarkan aturan dari Sang Hakim sejati dimana saya sendiri pun terikat olehnya. Itu sebabnya aturan yang digumulkan dan didetailkan dari firman itu aturan yang akan sangat memberkati masyarakat. Dooyeweerd mengatakan sistem Reformed itu yang paling baik karena berusaha untuk memadukan secara utuh dari Augustinus sampai Calvin, bahwa Tuhan yang mengatur seluruh ciptaan. Maka kalau semua ditarik akan berakhir pada Tuhan sebagai pemberi keputusan final. Itu sebabnya ketika Tuhan menyatakan kedaulatanNya sedemikian, kita tahu satu hal bahwa aturan akan berjalan baik karena Tuhan yang memberikan penghakiman yang bertujuan membuat hal menjadi baik. Paulus mengatakan kalau kamu menjalankan aturan yang baik ini, tidak mungkin tidak ada faedah, Saudara akan bahagia.

« 3 of 5 »