Lalu mengapa mereka tidak sadar kalau mereka seperti itu? Karena Taurat seolah-olah membela mereka yang gigih. Coba pikirkan, misalnya ada orang yang rajin mendidik dan mengirim misionaris. Kemudian dia menggelapkan uang yang harusnya dipakai untuk misi. Lalu dia mengatakan “bukankah saya sudah banyak tolong orang dengar Injil lewat apa yang saya kerjakan. Apa yang sudah saya lakukan ini bukan menggelapkan uang, saya hanya mengambil apa yang pantas saya dapatkan”, hal ini juga bisa terjadi. Jadi diri kita menggunakan agama untuk menipu diri, sehingga kita tidak sadar dimana kita rusak, bobrok, dan dimana kita jelek. Kalau kita tarik dalam keadaan sehari-hari juga sangat jelas. Kita juga punya kecenderungan seperti itu, dimana kita menggunakan pengertian dari firman untuk mengkonfirmasi dimana kita baik, tapi menolak untuk mengambil bagian dari firman yang sedang menghantam kebobrokan kita, itu bahaya. Karena itu yang akan membuat kita mengajar tapi tidak mengajar kepada diri, memberi tahu kepada orang tapi tidak memberi tahu kepada diri sendiri. Kita adalah orang Kristen yang sangat perlu untuk dikoreksi karena kalau kita sudah tidak perlu dikoreksi lagi, kita tidak akan ada di sini, kita sudah bersama Tuhan di sorga. Selagi kita di sini, masih banyak hal di dalam hidup dimana kita perlu dikoreksi. Dan itu sebabnya Tuhan menyatakan firmanNya, firmanNya diberikan untuk mengoreksi anak-anak Tuhan, memperbaiki umatNya, menjadi umat yang mencintai Tuhan lebih dan lebih lagi. Taurat hanya bisa dipakai membentuk umat kalau umat itu senantiasa sadar di dalam bidang apa mereka perlu diperbaiki, di dalam bidang apa mereka perlu dikoreksi lagi. Maka ini yang Paulus tekankan “kamu mengajar, kamu sendiri tidak lakukan apa yang kamu ajarkan”. Itu sama sekali tidak berarti, “saya mengajar A, saya tidak melakukan A”, tapi “saya mengajar A, tapi saya izinkan diri saya tidak melakukan B”. Mengapa tidak perlu lakukan B? “kan saya sudah kerjakan A”. Dan ini menjadi problem di dalam Agama Yahudi maupun agama manapun dan juga menjadi problem dalam kerohanian kita masing-masing. Seumpama Saudara sudah kerjakan A, Saudara tidak sadar gereja perlu kerjakan A,B,C,D,E sampai Z. Kita yang sempit hanya tahu 1 hal dan berpikir sudah mati-matian kerjakan satu dua hal, kita tidak tahu ada banyak hal lain yang sudah di-cover orang dan orang itu terus setangah mati mengerjakan untuk meng-cover bagian mereka. Maka kita akan tahu “saya adalah orang yang kerjakan sesuatu, tapi apa yang saya kerjakan tidak boleh mengkonfirmasi bahwa saya sudah menjadi bagian utama dari sebuah gereja”. Biarlah kita melihat hukum Tuhan sebagai hukum yang terus mengoreksi kita, baru nanti kebenaran bisa terwujud.

Apa itu kebenaran? Di dalam Roma, kebenaran, righteousness memunyai pengertian yang sangat indah yaitu apa yang Tuhan miliki sebagai karakter atau sebagai sifat atau sebagai apa pun yang ada dalam diri Tuhan untuk membuat Dia menjadi Allah atas bumi ini itu akan diberikan juga kepada umatNya, sehingga umatNya akan mewarisi juga apa yang Allah miliki dan menjalankannya. Orang biasanya mengatakan “bagus, Allah Maha Kuasa, maka saya harus maha kuasa. Allah begitu kuat maka saya harus kuat”. Tapi di dalam kisah penciptaan Kitab Kejadian, yang dipakai Tuhan untuk mencipta bukan kuasa yang menghancurkan, namun kuasa yang membangun. Bukan kuasa yang mencerai-beraikan, melainkan kuasa yang menyatukan. Dan apa yang diperlukan untuk memunyai kuasa demikian adalah kebenaran. Dengan kebenaran Saudara akan mampu menjalankan hidup yang menyatukan satu dengan yang lain. Dengan kebenaran yaitu righteousness, Saudara akan mampu mendeteksi dimana kita masih lemah, masih kurang. Dan Saudara akan menjadi orang yang terus-menerus menjadi benar. Bukan hanya benar dalam satu keadaan saja, tapi benar dalam proses yang terus-menerus berjalan. Kebenaran bukan proses berhenti sekali, lalu selesai. Tapi kebenaran adalah pembentukan yang terus-menerus harus dilakukan.

Maka bagaimana keluar dari kemunafikan ini, keluar dari keadaan yang Paulus tegur dengan keras? Cara keluarmya adalah Saudara senantiasa menjadi murid Taurat. Atau lebih saya generalkan, Saudara senantiasa menjadi murid firman. Firman berbicara kepada Saudara dengan jelas, dengan akurat dan tepat. Bagaimana akurasi dan ketepatan firman bisa sampai pada hati Saudara? Itu bagian Saudara, bukan bagian saya. Saya berkhotbah, tugas Saudara sebagai pendengar khotbah adalah ambil apa yang dikhotbahkan lalu hantam diri Saudara. Sama seperti saya kalau mendengar khotbah atau mempersiapkan khotbah. Ambil bagian yang ada dalam Kitab Suci lalu hantam diri saya. Siapa yang kita hantam waktu dengar khotbah? Apakah diri kita atau orang lain? Kalau kita terus hantam orang lain, saya khawatir kita semua menjadi orang munafik yang cuma tahu menunjukan dimana kita sudah kuat dan tidak pernah peduli dimana kita sedang dibentuk atau dibangun. Dan prestasi rohani menjadi bahaya paling besar untuk itu. Sehingga setiap kali firman Tuhan diberikan tidak ada bagian yang menegur kita, adanya bagian untuk mengkonfirmasi kita. Tiap kali pengkhotbah mengatakan “jadilah orang Reformed yang melayani”, Saudara langsung “itulah saya yang rajin melayani”. “Jadilah orang Reformed yang rela berkorban”, “itulah saya, saya sudah berikan janji iman”. “Jadilah orang Reformed yang mau menguatkan orang lain”, “saya sudah menjadi orang Reformed yang menguatkan orang lain”. “Jadilah orang Reformed yang rendah hati”, “ini apa sih? Tidak penting”. Kita perlu melihat bagaimana firman membentuk, baru kita bisa punya kebenaran. Kebenaran yang dipamerkan itu bukan kebenaran. Tidak ada orang yang memamerkan kebenarannya, “lihat, saya orang benar”.

« 4 of 6 »