(Galatia 4: 1-7)
Galatia 4: 4 yang menuliskan, “tetapi setelah genap waktunya” menunjukkan bahwa waktu ini adalah waktu yang sangat tepat, waktu yang sangat sempurna menurut Tuhan, bahwa kelahiran Kristus di tengah dunia ini bukan suatu waktu yang kebetulan saja, bukan sesuatu yang datang tiba-tiba tapi telah direncanakan oleh Allah Tritunggal. Untuk mengerti kalimat Paulus ini, kita harus melihat Perjanjian Lama karena konteks yang dikatakan “setelah genap waktunya” adalah ada kaitannya dengan apa yang dijanjikan Tuhan di dalam Kejadian 3: 15. Di situ kita bisa melihat gambaran Allah yang begitu berkuasa, ketika narasi Alkitab menjelaskan kepada kita bagaimana Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Dan ada satu prinsip yang bisa kita lihat yaitu Allah sangat berkuasa. Satu gambaran Allah yang begitu agung. Di pasal 1 kita melihat narasi penciptaan yang dilakukan oleh Tuhan mulai hari pertama sampai kelima, kita bisa melihat komentar yang dikatakan oleh Tuhan bahwa ciptaan ini baik. Pasal 1 kita bisa melihat bagaimana kebesaran Tuhan dan Tuhan mengatakan “ini baik” karena apa yang dikatakan oleh firman menjadi kenyataan. Dan di dalam pasal 2 kita mendapati bagaimana ketika Tuhan mengatakan “mari Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita”, Tuhan menciptakan manusia dengan tanganNya. Tuhan menciptakan manusia dan menghembuskan nafas ke dalam hidungnya dan manusia menjadi hidup. Sekali lagi Tuhan berkomentar di dalam pasal 2 “sungguh amat baik”, karena Tuhan menciptakan manusia melalui tanganNya dan menurut gambarNya. Manusia diperwakilkan di tengah-tengah dunia ini dan Tuhan mengatakan “sungguh amat baik”, mewakili Tuhan di bumi. Tapi narasi yang indah ini tidak bisa kita dapatkan di dalam pasal 3. Pasal 3 menuliskan pememberontakan manusia kepada Allah ketika Tuhan melarang Adam dan Hawa memakan buah dari pohon yang ada di tengah-tengah taman itu. Mereka sebagai wakil Tuhan, yang diciptakan serupa gambarNya seharusnya taat kepada Tuhan, seharusnya mereka taat kepada firman yang dikatakan. Tuhan berotoritas untuk mengatakan bahwa “ini yang salah, ini yang benar”. Maka seharusnya mereka berada di otoritasnya Tuhan. Tapi kita bisa melihat ular menggoda mereka dan godaan itu terlalu besar untuk dilihat oleh Hawa, Alkitab menuliskan buah itu beigtu menarik hati dan tawaran yang dikatakan oleh ular itu membuat hati Adam dan Hawa ingin memakan buah itu. Sebelumnya mereka berada di bawah otoritas Tuhan, tetapi ketika melawan otoritas Tuhan, maka secara otomatis mereka berada di bawah otoritas ular. Tuhan mengusir mereka dari Taman Eden dan kita bisa membaca di dalam Kejadian bagaimana Tuhan memastikan bahwa mereka tidak bisa masuk dalam taman itu dengan menempatkan malaikat Tuhan ada di situ di depan gerbang dan memegang pedang api, dan memastikan manusia tidak akan berani masuk lagi. Kalau kita membaca dari Kejadian 1-2, manusia itu diciptakan Tuhan begitu mulia begitu baik, apakah kemudian Tuhan membiarkan manusia jauh dari pada Dia? Ternyata di dalam pasal 3 ketika Tuhan memberikan hukuman kepada Adam, Hawa dan ular, Tuhan mengatakan bahwa suatu saat nanti keturunan dari perempuan ini akan meremukan kepala keturunan si ular ini. Lalu siapa keturunan Perempuan dan keturunan Ular?

Kita bisa membaca di dalam Alkitab bagaimana Tuhan memilih anak dari pada Sem yaitu Abraham, Tuhan mengatakan “nanti keturunanmu akan menjadi suatu bangsa yang memberkati seluruh bangsa”. Dan kita bisa melihat bagaimana pengharapan itu terus ada dari keturunan Adam, Ishak, Yakub, Yehuda, dan dari Yehuda ada Daud. Di dalam Matius dikatakan Yusuf dari keturunan Daud, dan Yusuf itu adalah papanya Yesus. Di sini kita bisa melihat pengharapan seluruh orang Israel dari Kejadian, mereka terus menantikan datangnya Sang Anak yang dijanjikan itu. Di dalam narasi Daud, Tuhan berkata kepada Daud, nanti akan ada anak dan kerajaannya untuk selama-lamanya. Dan ini menjadi pengharapan di dalam seluruh orang Israel. Ketika kita membaca Galatia, ketika Paulus mengatakan “ketika genap waktunya Allah mengirimkan AnakNya”, ini menceritakan pengharapan orang Israel. Dari pengharapan Kitab Kejadian 3: 15 sampai pengharapan Israel, sampai mereka kembali dari pembuangan. Pengharapan itu selalu ada yaitu kapan Sang Anak yang dijanjikan Tuhan itu akan datang. Paulus mengatakan di sini bahwa ketika genap waktunya. Paulus memakai analogi yang terjadi di masa itu, di dalam ayat 1-2, dia memakai istilah seorang ayah dan seorang anak. Seorang anak yang meskipun memiliki hak warisan dari ayahnya, tapi dia tidak akan bisa mendapatkan itu, dia belum mendapatkan haknya sampai waktu yang ditentukan oleh bapanya.

Hari ini mungkin kita tidak bisa melihat bagaimana perubahan dari seorang anak menjadi dewasa, kita tidak ada ritual seperti itu. Kita bisa melihat seorang remaja kemudian menjadi dewasa, tapi dalam tradisi Yahudi kita bisa melihat bagaimana mereka sangat mementingkan perubahan ini. Biasanya mereka melakukan suatu ritual, kita mengenal istilah anak dari pada Taurat. Dari kecil mereka mempelajari Taurat, menaati Taurat. Dan pada umur 12, mereka dibawa dalam satu ritual di rumah ibadah untuk mereka berjanji kepada Tuhan. Satu waktu dimana anak itu benar-benar mengenal dirinya sudah dewasa, sudah bertanggung jawab. Hari ini kita sulit mengenal tradisi seperti itu karena kita tidak hidup di dalam tradisi sedemikian. Tapi Paulus memakai suatu tradisi yang sangat dekat dengan mereka bahwa anak itu baru menjadi ahli waris ketika waktu yang ditentukan oleh bapanya. Dan Paulus mengatakan pada ayat 4, waktu yang ditentukan oleh bapa adalah waktu ketika Yesus lahir, waktu yang tepat. Kalau kita merenungkan waktu yang tepat itu seperti apa? Saya tidak bisa menjelaskan kepada Saudara waktu yang tepat menurut Tuhan itu seperti apa. Tetapi setidaknya kita bisa melihat secara konteks sejarah apa yang terjadi hari itu, dan kita bisa mengatakan itu waktu yang tepat. Waktu itu adalah waktu Israel baru saja keluar dari perbudakan Babilon, 400 tahun mereka tidak mempunyai nabi, tidak mendapatkan firman secara langsung. Dan selama 400 tahun ada yang kembali ke Palestina, ada yang tetap tinggal di daerah pembuangan. Dan di tengah-tengah masa itu mereka mendirikan sinagoge-sinagoge karena mereka tidak mempunyai Bait Allah. Dan di tengah-tengah itu mereka belajar tentang Taurat Tuhan. Kita bisa membaca di dalam Kitab Ezra bagaimana Ezra mengajarkan Taurat kepada para anak Israel yang kembali dan juga orang-orang yang masih ada dalam pembuangan yang tidak memilih kembali. Selama 400 tahun mereka benar-benar mengharapkan Sang Mesias itu datang. Mereka benar-benar mengharapkan kapan anak yang dijanjikan itu datang. Dan kita bisa melihat mereka belajar Taurat mati-matian dan banyak golongan yang muncul selama 400 tahun itu. Satu hal yang tidak mereka lakukan selama 400 tahun itu adalah mereka tidak menyembah berhala. Mereka tidak berani menyembah berhala, karena mereka tahu ketika Tuhan membuang mereka, satu-satunya alasan adalah karena mereka tidak menyembah kepada Allah. Dan mereka tahu sekarang “kami mau ikut Taurat”, mereka sudah punya pandangan ketika kita mengerjakan Taurat dengan sungguh-sungguh maka Anak Allah yang dijanjikan itu akan datang, Penebus itu akan datang. Dan itu yang bisa kita lihat dalam 400 tahun, mereka berjuang, mereka benar-benar berharap kapan Sang Mesias itu datang. Secara budaya, waktu yang tepat itu bisa kita katakan juga bahwa kejadian ini baru saja ketika Alexander Agung memerintah dan salah satu hal yang dilakukan adalah masalah bahasa. Dia punya pandangan bagaimana Bahasa Yunani itu bisa tersebar di seluruh daerah yang dia jajah. Bahasa sangat penting untuk membuat komunikasi lebih baik, lebih lancar. Hampir seluruh sudut bangsa itu mengerti Bahasa Yunani. Dan nanti kita bisa lihat di dalam pekabaran Injil pada masa awal itu sangat penting ketika para rasul pergi dan mereka bisa mengkhotbahkan firman dalam Bahasa Yunani yang dimengerti oleh orang-orang pada zaman itu. Dan mereka bisa datang ke sinagoge-sinagoge yang telah dipersiapkan oleh orang-orang Yahudi sebelumnya. Kalau kita lihat secara politik, disitu juga terjadi dimana pemerintahan Romawi di dalam masa kemakmuran mereka, masa Pax Romana, ketika mereka membangun jalan-jalan yang begitu baik, yang membuat Kota Roma menjadi pusat, dari seluruh penjuru kota mereka membuat jalan supaya Roma mendapatkan hasil bumi yang baik, ikan-ikan dari Galilea bisa sampai di Roma dengan keadaan masih segar. Dan jalan-jalan yang telah dibangun oleh Roma ini menjadi sangat penting ketika perjalanan para rasul nantinya di dalam pelayanan pengabaran Injil, waktu yang tepat.

Di dalam ayat 4, Paulus mengatakan waktu yang tepat, Tuhan mengutus AnakNya. Di sini ada satu prinsip yang kita bisa lihat bahwa Tuhan mengutus AnakNya dan Yesus dengan rela hati datang mengikuti apa yang diperintahkan oleh Tuhan di dalam waktu yang tepat. Waktu yang tepat Anak Allah itu diutus oleh Bapa. Dia bukan berada di bawa Bapa, tapi Dia merelakan diriNya di dalam kekekalan rencanaNya dinyatakan dalam sejarah. Paulus melanjutkan bahwa Dia “yang lahir dari seorang perempuan”. Ini berarti Paulus mau mengatakan bahwa Yesus itu benar-benar manusia. Banyak tafsiran yang kita bisa baca tentang Yesus lahir dari perempuan. Tapi ketika kita membaca “yang lahir dari perempuan” itu mengingatkan kita pada Kejadian 3:15 tadi, dan mengingatkan juga dalam Yesaya 7:14 ketika Yesaya mengatakan “seorang anak dara itu akan melahirkan seorang anak laki-laki”. Dia yang dijanjikan lahir dari pada seorang perempuan, Dia benar-benar manusia, Dia benar-benar memiliki tubuh, memiliki darah, karena Dia lahir dari Maria. Ini kaitannya nanti dalam teologi Paulus ketika Paulus berbicara tentang keselamatan, dia mengatakan bahwa Yesus sebagai manusia yang sejati dan Allah yang sejati yang mampu memberikan penebusan kepada Saudara dan saya. Ketika Paulus mengatakan Dia lahir dari perempuan, maka satu hal yang kita pelajari yaitu Dia benar-benar manusia, Dia benar-benar lahir dari seorang manusia dan Dia adalah manusia yang memiliki darah dan tubuh. Dilanjutkan di bagian selanjutnya, dan takluk kepada Hukum Taurat. Saya sudah mengatakan bahwa Yusuf adalah keturunan Daud dan dia orang Yahudi. Tentu saja dia mengikuti Taurat Tuhan dari kecil. Dia mempelajari Taurat itu, dia belajar mengerjakan Taurat itu. Dan kita bisa melihat kehidupan Yesus, dari umur 8 Dia disunat mengikuti tradisi Yahudi. Ia dibawa ke bait Allah dan orangtuanya mempersembahkan korban, mengikuti tradisi dari pada Yahudi. Umur 12, kita bisa melihat kisahNya ia ditahbiskan menjadi anak Taurat, Dia mengikuti tradisi-tradisi dan Taurat yang dituliskan. Dia menundukan diriNya. Paulus memakai satu kalimat yang sangat baik, Dia takluk kepada Hukum Taurat, Dia berada di bawah Hukum Taurat, Dia mengerjakan Hukum Taurat sejak Dia kecil karena Dia lahir dari keluarga Yahudi. Tujuannya apa?

Tujuannya adalah supaya Dia menebus mereka yang ada di bawah Hukum Taurat. Di sini bukan hanya berbicara kepada orang Yahudi saja yang mempunyai Hukum Taurat, tapi Paulus juga berbicara kepada semua orang yang berada di bawah perwalian, di bawah perhambaan dosa. Orang-orang Yahudi memiliki Taurat tapi tidak mampu mengerjakan Taurat itu. Mereka berada di bawah Taurat dan mereka berada di bawah kungkungan dosa. Mereka tidak mampu mengerjakan Taurat dengan utuh. Tapi Yesus mampu mengerjakan itu, Dia kerjakan itu dengan sangat sempurna dan itu yang menyebabkan Dia bisa menebus kita. Bagi orang-orang yang bukan orang Yahudi, Paulus mengatakan di Surat Roma bahwa Tuhan memberikan hukum di dalam hati mereka. Di dalam hati mereka ada hukum yang dituliskan oleh Tuhan dan mereka juga tidak bisa mengerjakan hukum yang diberikan oleh Tuhan itu. Mereka juga berada di bawah perhambaan Hukum Taurat. Baik orang Yahudi maupun bukan orang Yahudi sama-sama berada di bawah hukum yang mereka tidak bisa kerjakan. Tapi Yesus tidak, Yesus bisa mengerjakan dengan sangat sempurna, dengan sangat baik, dan dikatakan Dia menebus. Kita sering mengatakan “terima kasih untuk penebusan”, penebusan dalam pengertian ini dikaitkan dengan adopsi, diadopsi menjadi anak. Seorang yang pergi ke pasar untuk membeli seorang budak yang entah dari mana asalnya, kemudian diadopsi menjadi anak, dan menjadi satu keluarga. Kita harus benar-benar merenungkan ini, ketika kita merenungkan Natal, memperingati Natal setiap tahun, banyak sekali pesan Natal yang kita renungkan. Dan salah satunya saya mengajak kita untuk merenungkan ini, ketika kita mengatakan Yesus Kristus turun ke dalam dunia, tujuaannya apa? Supaya kita menjadi anak-anak Tuhan, kita dibeli oleh Tuhan dan diberi legalitas untuk menjadi seorang anak. Dibeli dengan darah Kristus. C.S Lewis satu kali mengatakan Anak Allah turun ke dalam dunia untuk membuat manusia yang berdosa boleh menjadi anak-anak Allah. Anak Allah turun ke dalam dunia untuk memungkin Saudara dan saya untuk menjadi anak-anak Allah. Kita menjadi bagian dari pada keluarga Tuhan. Dan Paulus mengatakan Tuhan memberikan jaminan bahwa kita disebut sebagai anak-anak melalui Roh AnakNya yang dikirimkan kepada kita. Melalui Roh Kudus yang diberikan kepada kita, sehingga kita tidak mempunyai ketakutan ketika berhadapan dengan Tuhan karena Roh dari pada Kristus yang ada pada kita. Kalau kita renungkan setiap hari kita pasti berdoa. Apa yang membuat kita berani datang berdoa kepada Tuhan, apa yang memungkinkan Saudara dan saya berharap Tuhan akan menjawab kita? Apa yang memungkinkan kita berani berharap kepada Tuhan dan mengatakan “Tuhan, dengarlah doa saya”? tidak ada, tapi Roh AnakNya yang diberikan kepada kita. Dan dipanggil kita sebagai anak-anakNya sehingga kita bisa mengatakan kepada Allah itu sebagai Bapa kita. Ada relasi yang begitu dekat ketika Paulus mengatakan kita bisa memanggil Allah sebagai Bapa kita. Dan kita bisa melihat kembali kisah Kejadian, itu ada satu relasi yang intim antara Adam, Hawa dan Tuhan. Tapi dalam Kejadian 3 menjadi tidak ada. Dan ketika Paulus mengatakan kita disebut sebagai anak maka saat itu kita bisa mengingat bahwa relasi yang dulu terputus sekarang tersambung. Ketika kita dianggap sebagai anak, Tuhan menerima kita, Tuhan mengampuni kita. Ini yang perlu kita renungkan, karena setiap minggu kita mungkin sudah belajar di tempat ini bahwa kita sudah ditebus Tuhan. Pertanyaan yang perlu kita renungkan bersama adalah pertanyaan yang pernah dikeluarkan oleh J.I Packer “kamu kalau mau tahu bagaimana seorang Kristen mengerti kehidupan Kristen, tolong tanyakan kepada dia bagaimana dia mengerti posisinya sebagai anak dan Allah sebagai Bapa”. Kita perlu merenungkan itu, saya ini sebagai anak dan Tuhan itu Bapa saya. Begitu dekatnya relasi kita yang memungkin kita bisa dekat, berbicara kepada Dia dan memohon supaya Dia menjawab kita.

Paulus mengatakan bahwa Yesus lahir dan tunduk kepada Hukum Taurat dan menjadikan kita sebagai anak, posisi ini begitu penting sebagai orang Kristen. Status yang penting, dari budak menjadi anak. Perhatikan baik-baik, ketika kita disebut sebagai anak-anak Allah itu melalui Yesus yang lahir ke dunia ini melalui seorang perempuan yang takluk kepada Hukum Taurat. Dia itu Allah, Dia dari sorga turun ke dalam dunia. Tapi Dia dengan rela menundukan diriNya kepada Hukum Taurat. Dia bukan membatalkan Taurat, tapi Dia menggenapkan Taurat itu. Dan kita bisa melihat dari pada seluruh kehidupan Yesus, Dia sangat mementingkan Taurat Tuhan. Di dalam seluruh hidupNya dari Dia lahir sampai bangkit, Dia sangat mementingkan Taurat di dalam kehidupanNya. Pertanyaan bagi kita kalau kita percaya kepada Yesus Kristus yang Anak Allah, yang memungkinkan kita disebut sebagai anak Allah, seberapa kita dekat dengan firman? Seberapa dekat firman itu dengan seluruh kehidupan kita? Mari kita lihat kisah Yesus dari Dia lahir sampai bangkit. Kita bisa membaca di Lukas bagaimana Dia menaati Taurat, Dia disunat di hari ke-8, dari kecil Dia mengikuti Taurat, sampai Dia berumur 12 Dia ditahbiskan menjadi anak Taurat. Dia benar-benar mempelajari Taurat, padahal Dia Tuhan. Dia Tuhan, tapi Dia mempelajari Taurat dan Dia mengikuti Taurat itu dengan sempurna. Itu yang menyebabkan kita bisa ditebus oleh Dia. Kita langsung loncat ke kisah Yesus bangkit, kalau kita membaca dalam Lukas 24:13, disitu kita bisa melihat kisah yang mengharukan. Dua orang murid pergi ke Emaus, mereka sedang berbincang-bincang dengan sangat serius sampai-sampai mereka tidak mengenali ada orang yang masuk diantara mereka. Mereka berbicara dengan sangat serius, mempercakapkan apa yang terjadi di Yerusalem akhir-akhir ini. Kemudian Yesus bertanya kepada mereka, “apa yang kalian perbincangkan?” dan dengan keheranan mereka mengatakan “apakah Engkau satu-satunya orang yang tidak tahu apa yang terjadi?”. Kematian dan kebangkitan Yesus begitu heboh, dua murid ini sedang bergumul berat melihat apa yang terjadi, mereka belum mengerti. Ketika narasi Alkitab mengatakan ada sesuatu di dalam mata mereka yang memungkinkan mereka tidak melihat Yesus. Kalau kita berada di posisi Yesus, apa yang kita lakukan? Murid yang sedang bergumul ini, murid yang sedang pergi ke Emaus dan sedang membicarakan tentang kebangkitan Kristus, apa yang kita lakukan? Mungkin sekali kita yang biasanya sangat narsis, kita mungkin akan melakukan mujizat untuk membuat murid ini percaya. Kita bisa melakukan hal yang besar, mujizat yang besar, dan sekali lagi Yesus baru saja bangkit. Dia bisa melakukan mujizat ketika hidup apalagi setelah Dia bangkit. Dia Allah, Dia melakukan mujizat-mujizat besar untuk membuat mata murid-muridNya bisa melihat Dia bahwa Dia adalah Yesus yang bangkit. Tapi menarik sekali, kalau kita membaca narasi itu, Yesus menceritakan diriNya yang dituliskan oleh Taurat dari Kitab Musa sampai kepada kitab Nabi-nabi. Itu artinya dari seluruh Perjanjian Lama menceritakan tentang Yesus dan sekarang Yesus memberikan waktuNya untuk menceritakan diriNya kepada mereka. Yesus tidak tergoda untuk melakukan mujizat pada saat itu. Kalau kita mungkin menginginkan hal yang besar terjadi. Tapi Yesus menjelaskan tentang diriNya kepada mereka melalui firman dari Taurat sampai Nabi-nabi. Mengapa Yesus tidak tergoda melakuan mujizat untuk membuka mata dari pada murid-muridNya? Mengapa Yesus tidak melakukan hal yang besar? Tapi Yesus mau menjelaskan kepada mereka tentang Taurat. Taurat itu bisa membukakan mata dari pada muridNya, Dia bisa melakukan hal yang besar tapi Dia memilih Taurat.

Dan firman itu menjelaskan kepada murid-muridNya, dari Dia kecil sampai bahkan bangkit, Dia benar-benar mendekatkan diri kepada Taurat dan menjelaskan kepada yang lain tentang diriNya melalui Taurat. Dia tidak melakukan hal yang besar, tapi Taurat. Kalau kita percaya Yesus adalah Tuhan kita yang kemudian turun dalam dunia ini, menebus kita dan menjadikan kita sebagai anak-anakNya, seberapa besar kita mendekatkan diri kepada Taurat? Kalau kita melihat diri, kadang-kadang kita menempatkan diri kita lebih tinggi dari pada Kristus. Kadang-kadang kita menempatkan diri kita lebih tinggi dari pada Juruselamat yang kita rayakan setiap tahun. Kadang-kadang kita melihat diri kita lebih tinggi dari pada Tuhan yang rela turun ke dunia. Yesus, Dia Anak Allah, Dia memberikan kehidupan kepada kita, Dia menyebabkan kita menjadi anak, Dia rela tunduk kepada firman. Kita kadang-kadang bahkan tidak berjuang melakukan firman. Kita bahkan mempelajari firman, kita membaca Alkitab, tapi terkadang kita tidak berjuang mengerjakannnya. Kita sekali lagi mengambil posisi lebih tinggi dari pada Tuhan kita. Hari ini kalau kita mengingat kisah Kristus turun ke dalam dunia, biarlah kita boleh mengingat Dia turun ke dalam dunia dan menyebabkan Saudara dan saya menjadi anak dengan tunduk kepada Taurat, mari kita berjuang. Mari kita berjuang untuk mendekatkan diri kepada firman dan mengikuti Tuhan kita. Dikatakan disitu kita bukan lagi menjadi budak, kita menjadi ahli waris. Kita menjadi ahli waris yang seharusnya mengerjakan Taurat Tuhan, mengerjakan firman Tuhan dengan sukacita. Di dalam beberapa bulan yang lalu ketika saya diuji oleh Pdt. Billy, Pdt. Billy mengatakan seharusnya kita sebagai orang Kristen harus mengerjakan Taurat itu dengan satu kegembiraan yang meluap-luap. Kita anak Tuhan, kita ditebus menjadi anak, seharusnya kita bersukacita, bergembira, kita terdorong untuk mengerjakan Taurat itu. Bukan karena untuk menjadi anak, kita sudah menjadi anak. Seringkali kita mendengarkan hal ini, kita sudah menjadi anak. Tapi pertanyaannya berapa besar kita bergumul memperjuangkan hidup dalam diri kita?
Saya percaya dalam gereja ini, khususnya di dalam Gereja Reformed, kita tidak kekurangan firman. Ada PA, seminar, ibadah setiap minggu, persekutuan ini dan itu, terlalu banyak firman, banyak akses yang bisa kita dapatkan dari buku, majalah, tetapi itu bukan satu jaminan untuk kita mengerjakan Taurat. Pdt. Jimmy mengatakan di dalam Pembinaan Pemuda, kita harus melatih hati kita untuk mencintai firman. Dan lagu yang kita nyanyikan tadi, apa yang bisa kita berikan kepada Tuhan? Aku memberikan hatiku kepada Tuhan. Mari kita belajar mencintai firman, sebab Tuhan terlebih dahulu mencintai kita. Menjadikan kita dari status budak menjadi anak. Status anak yang begitu mulia, yang begitu dekat dengan Bapa, tetapi itu semua menjadi tidak berarti kalau kita tidak belajar mencintai. James Smith dalam bukunya yang berjudul Desiring the Kingdom berargumen bahwa seorang manusia digerakan oleh apa yang dia cintai, bukan hanya dengan yang dimengerti. Memang mengerti, tapi mengerti saja tidak memungkinkan seseorang bisa mengerjakan apa yang dia mengerti. Pengetahuan yang didapatkan seseorang tidak memungkinkan dia mengerjakan semuanya itu, tetapi hatinya, cintanya. Kalau dia benar-benar mencintai firman maka dia akan mengerjakan. Kita juga dalam hidup sehari-hari, kalau kita mencintai sesuatu, kita akan mengejar itu. Kita akan melakukan itu, kita akan berjuang bagaimana mendapatkan itu karena kita benar-benar mencintai. Smith pernah tuliskan bahwa jika kita bertanya kepada seorang ayah “mengapa kamu susah payah, bekerja mati-matian?”, dia mengatakan “karena saya mencintai istri dan anak-anak saya. Saya mencintai mereka dan saya mau bekerja untuk mereka, saya mau menghabiskan diriku untuk mereka. Dan saya berjuang untuk itu”. Pertanyaannya apakah kita benar-benar mencintai Tuhan atau tidak? Kita sudah sangat puas dengan firman dan kita harus merenungkan ketika kita disebut sebagai anak-anak Allah yang ditebus oleh darah Kristus, maka kita harus belajar dari Kristus yang berani dengan rela menundukan diriNya kepada Taurat. Seluruh hidupNya dari awal sampai akhir begitu dekat dengan Taurat dan harusnya kita malu ketika membaca hal ini. Karena kita terlalu banyak mengerti firman, tapi terkadang kita mengabaikan firman itu. Saya mengajak kita semua dengan kerendahan hati di hadapan Tuhan merenungkan kisah Natal dengan melihat bagaimana Kristus telah menundukan diriNya di bawah Taurat untuk membawa kita menjadi anak. Dan biarlah itu mendorong kita untuk mencintai Tuhan, mencintai firman dan mengerjakannya di dalam hidup kita.