(Lukas 1 : 26 – 38)
Kejadian 1:1-3 “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi”. Sejak awal Allah sudah menyatakan bahwa Dia adalah Allah yang berdaulat. Bagian awal Kejadian ini Allah menciptakan langit dan bumi dan kemudian dari situlah muncul segala macam makhluk, segala macam tumbuhan, tanaman, hewan dan apa pun yang ada di bumi, termasuk kita. Allah adalah Allah yang berdaulat yang mencakup semua hal, kepemilikanNya, cara Dia mengaturnya adalah suatu cara yang secara prerogatif dimiliki oleh Allah. Maka sebenarnya kita tidak bisa mendefinisikan Allah dalam satu kategori tertentu. Dan itu hal yang sering kita kerjakan secara sadar atau pun tidak sadar. Kita seringkali berpikir ini, “kalau Allah mestinya begini. Kalau Allah mestinya baik dan memberi yang baik, karena Allah baik maka memberi yang baik. Allah itu hanya bisa memproduksi yang baik”, maka kalau terjadi sesuatu yang buruk, kadang-kadang orang Kristen berpikir “hal buruk terjadi pada saya, ini pasti guna-guna orang, ini pasti kuasa jahat, setan”. Jarang kita memikirkan “apa salah saya? Saya dosa apa”, karena kita pikir Allah itu memproduksi yang baik, maka Allah tidak boleh menghardik kita, Allah tidak boleh mendisiplin kita. Maka kalau hal buruk menimpa kita, kita langsung berpikir adalah kita di posisi yang baik dan ini kerjaan si setan. Dan kita langsung mengundang orang yang bisa melihat arwah atau hal-hal gaib. Kita sering berpikir Allah pabriknya baik, maka Dia akan memberikan yang baik. Ketika sesuatu terjadi pada kita, kita langsung berpikir “ini pasti bukan dari Allah”, kalau begitu pasti dari lawannya Allah yaitu setan, dan pasti betul dalam sense tertentu setan memang hanya bisa memproduksi kejahatan. Tapi kita jangan lupa, John Calvin pernah mengatakan bahwa hati kita adalah pabrik berhala yang sangat produktif. Maka kita jangan buru-buru menyalahkan setan dulu, tapi mungkin kita perlu berpikir bahwa kalau bisa begini maka jangan-jangan pabrik kita memproduksi kebanyakan, sehingga setiap hari ada berhala baru, dan pastilah kalau terus diproduksi akan terjadi kekacauan besar, itu pasti. Allah tidak perlu diadu, kalau ada Allah dan si jahat, maka Allah akan menengking si jahat, Allah bagaimanapun juga akan mematahkan si jahat. Bahkan Allah bisa memunculkan atau berdaulat penuh atas kejahatan yang bukan Dia produksi dan memunculkan yang baik dari dalamnya. Maka Allah tidak perlu diadu, “coba tunjukan kebaikanMu Tuhan”, maka Tuhan akan seolah-olah tertantang untuk membuktikan kebaikanNya karena kita berdoa seperti itu. Tidak, karena Allah itu bisa memakai apa pun, sejelek apa pun karena Dia mempunyai kuasa penebusan yang begitu besar, sehingga di dalam keburukan yang paling dalam, Dia tetap bisa mengubahnya menjadi kebaikan untuk kemuliaan namaNya. Kita sering mendefinisikan Allah seperti itu.

Definisi kedua, kita mungkin sering berpikir bahwa Allah itu tidak mungkin gagal, Allah itu selalu menang, rencana Allah selalu berhasil. Maka kalau kita berdoa kepada Dia, tidak ada yang mustahil, karena Dia akan selalu bisa. Apa pun tidak ada yang bisa menggagalkan Dia, apa pun tidak bisa menghambat Dia. Kalau kita berdoa kepada Allah maka chance keberhasilan kita akan lebih besar di bandingkan kalau kita tidak berdoa kepada Allah, dibandingkan kalau kita mengandalkan diri sendiri. Kekurangan dari pemikiran itu adalah, salah satu kutipan dari Corrie ten Boom, seorang Jerman yang mengatakan is prayer your steering wheel or your spare tire? Kalau kita ganti kosakatanya is God your steering wheel or your spare tire? Tuhan itu kemudi atau ban cadangan? Meskipun kita berdalih di dalam teologi tiada mustahil bagi Tuhan, kita memperlakukan Tuhan sebagai ban cadangan, bukan kemudi utama. Karena kalau kita menyetir, ban kita kempes, sudah tidak tahu lagi mau kemana, kita hanya bisa berharap kepada Tuhan, karena Dia tidak mungkin gagal, Dia tidak mungkin tidak berhasil, tidak ada yang mustahil. Maka kita keluarkan ban cadangan yang namanya Tuhan, kita ganti dan kita berdoa. Dan kadang-kadang itu bekerja, Tuhan memberikan jalan keluar. Maka itu membuat kita hari demi hari semakin memperlakukan Tuhan sebagai ban cadangan. Kalau mobilnya sudah jalan, ban cadangannya kita ganti dengan ban yang lain, kita jalankan lagi dengan roda filosofi kita, roda falsafah hidup kita, roda policy kita. Nanti sampai macet lagi atau kempes lagi, kita langsung punya ban cadangan yang tidak pernah gagal yaitu Tuhan. Maka kita salah mendefinisi Tuhan di dalam hal ini.

Pikiran ketiga, Tuhan akan memberikan yang positif, Tuhan tidak akan memberikan yang negatif. Hampir mirip dengan yang pertama. Mengapa bisa berpikiran seperti itu? Sebenarnya kita mendefinisikan Tuhan seperti itu karena kita lebih suka positif dari pada suka Tuhan. Kita suka hal positif, maka tidak heran pagi-pagi kita sudah mengirim kata-kata motivasi, boleh menyemangati dengan hal itu. Tapi kalau kita ingin positif dan membuang Tuhan, itu menjadi problem, karena sebenarnya kita tidak butuh Tuhan, kita lebih suka yang positif. Atau kita sebenarnya tidak bisa menerima sesuatu yang negatif, yang menjadi hasil dari rontgen hidup kita. Kalau ada sesuatu negatif terjadi dalam hidup kita, kita tidak bisa terima. Karena kita tidak bisa terima hasil rontgen puluhan tahun hidup kita yang tidak pernah mengikuti Tuhan. Sesuatu bisa terjadi karena sebab akibat, bisa juga tidak, tapi kebanyakan sebab akibat itu berpengaruh cukup besar yaitu mungkin selama ini kita merasa hidup kita baik-baik saja, tapi suatu waktu mengapa kita merasa hancur, kita berpikir “wah, saya tidak bisa terima sesuatu yang negatif, Tuhan tidak mungkin memberikan yang negatif”. Tapi kita lupa, kita menanamnya, kita menabur benihnya, kita menyiraminya, dan begitu tumbuh dan berbuah, kita bingung “pohon dari mana ini?”. Di dalam banyak hal, di dalam relasi atau segala macam, kita tidak sadar sudah menanam semuanya dan ketika waktunya berbuah, kita kaget ini buah dari mana. Dan kita lupa bahwa itu adalah hasil rontgen yang perlu kita aware, bukan kita mengatakan “Tuhan mesti begini”. Di dalam SPIK kemarin Pdt. Ivan mengatakan satu hal yang saya sangat hafal, dia mengatakan “Kristus adalah alfa dan omega, Dia adalah yang awal dan akhir. Maka meskipun hidup kita sekarang kacau balau, itu belum selesai. Kalau kita di dalam Kristus, Dia akan menyelesaikannya dengan kemenangan yang besar”. Ini adalah satu perubahan pikiran, Tuhan itu alfa dan omega, seandainya sampai mati hidup kita tetap dalam kesulitan, itu belum selesai, karena selesainya bukan di matinya hidup kita. Selesainya adalah di dalam selesainya rencana Allah, Sang Omega itu ketika Dia datang. Apakah kita didapati berpaut kepada Allah yang seperti ini atau tidak, itu problemnya. Kita kalau melihat hidup kita sampai sekarang terjadi kekacauan, karena beberapa aspek, pertama kekacauan terjadi karena kita tabur sendiri dan kita tuai sendiri atau karena faktor external, atau faktor apa yang kita belum tahu, kita melihat hidup kita tidak bagus maka jangan berpikir itu adalah kiamat dan akhir dari segala-galanya, bukan itu. Karena ending-nya Saudara tidak bisa mengambil kesimpulan terlalu dini, ini belum selesai. Selesainya adalah kalau Kristus datang kedua kalinya, itu baru selesai. Bahkan kematian kita bukan berarti selesai dari segalanya. Asalkan kita betul-betul berpegang kepada Tuhan, maka kita akan mendapatkan ending yang sesuai dengan yang Tuhan rencanakan.

Maka di dalam Perjanjian Lama, Allah sering digambarkan Allah langit dan bumi, Allah itu tidak ada di dalam area tertentu, Allah itu tidak hanya berada di dalam lokal tertentu. Bahkan Allah mempunyai kedaulatan terhadap yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Di dalam Heidelberg, pertanyaan pertama, apa satu-satunya penghiburanmu di dalam kehidupan dan kematian? Bahkan cakupan areaNya Allah adalah kehidupan dan kematian. Maka ini adalah penghiburan yang besar kalau kita milik Kristus di dalam tubuh dan jiwa, dalam hidup dan mati itu adalah penghiburan saya yang terbesar. Masalahnya kita selama ini mengenal Allah dengan cara definisi apa, itu yang menjadi problem utama. Apakah kita mengenalNya dengan 3 item di atas, Allah itu baik, tidak mungkin gagal, selalu positif, atau kita mau mengenal Dia sebagai Allah yang punya cakupan area yang luar biasa besar? Cakupan area-Nya Tuhan itu luar biasa besar. Karena itu maka pertanyaan ini harus kita renungkan, how big is your God? Saudara dan saya punya Tuhan itu cakupan areanya seberapa, hanya di dalam segi positif, baik, sehat, lalu yang lainnya bukan cakupannya Tuhan? Saudara akan menghidupi kehidupan yang mengerikan karena begitu keadaan menjadi goncang, tidak bagus, kita langsung berada di luar Tuhan, dan itu mengerikan sekali. Tapi cakupan area Tuhan kita, membuat kita mengerti bahkan di dalam kematian, Tuhan punya cakupan area yang tidak bisa dihalangi oleh apa pun. Tidak ada satu rentang waktu yang tidak ada di dalam cakupan areaNya Tuhan. Maka mengenal Allah yang seperti ini bisa membuat Saudara dan saya bertahan di dalam kesulitan, bisa mentantang kembali kesulitan, seperti kata Pdt. Stephen Tong, kalau ada kesulitan tidak hanya ditahan tapi bisa ditantang kembali. Bahkan ketika kita bergantung kepada Kristus, kita punya satu share di dalam kuasa restorasi, dan itu sebenarnya kita patut mengenal Tuhan. How big is your God? Apakah Allah yang kita kenal itu terlalu kecil sehingga kita tidak bisa bersandar kepadaNya dan kita menjadi gamang hidupnya? Atau Allah yang kita kenal itu terlalu sempit sehingga Saudara khawatir banyak hal karena cakupan areaNya terlalu terbatas. Dan itulah problem kita karena kita tidak mengenal Tuhan. Saya mau membawa angle ini di dalam kisah Natal, jadi ini adalah satu cakupan area yang perlu kita mengerti, siapakah Tuhan, how big is your God? Ini bukan kata-kata motivasi seperti “seberapa besar masalahmu datanglah kepada Tuhan yang serba ada”, Tuhan bukan toserba. Tuhan itu Tuhan yang punya cakupan lebih besar dari apa pun juga, bahkan di dalam hal yang kita pikir tidak masuk akal sama sekali.

Maka mari kita bawa ini di dalam view Natal, kita buka Lukas 1: 26-38. Peristiwa Natal adalah titik kontak yang penting, titik kontak antara kekekalan dan kesementaraan, titik kontak satu-satunya antara sorga dan dunia. Tapi hari ini saya ingin kita memikirkan satu titik kontak yang lain yaitu antara sesuatu yang regular dan irregular. Saudara kalau ditanya “bagaimana kabarnya?”, “biasa”, regular. Tapi kita berharapnya “bagaimana kabarnya?”, “luar biasa”, tapi saya tidak mau pakai itu. Saya mau pakai istilah yang lebih tepat, regular dan irregular. Kalau irregular itu konotasinya sedikit negatif, irregular tidak beraturan, tidak sesuai dengan yang kita pikir. Hari ini tema yang mau kita pikirkan di bagian ini adalah kalau Allah berkuasa atas apa pun juga, langit dan bumi, hidup dan mati, maka Allah berdaulat juga atas regular dan irregular. Kalau kita pikirkan bagian malaikat mengunjungi Maria maka ada gambaran yang jelas di bacaan kita tentang regular dan irregularity. Hal pertama yang dipakai Lukas dalam hal ini bisa berdampingan adalah kontras. Kalau Saudara memperhatikan di dalam Lukas sebelumnya, dikatakan malaikat bertemu dengan Zakharia dan di dalam Lukas bagian pertama ini dikatakan Zakharia dan Elisabet adalah dua orang yang saleh. Lukas 1: 6 “Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat. Tetapi mereka tidak mempunyai anak, sebab Elisabet mandul dan keduanya telah lanjut umurnya”. Sesuatu yang kontras sekali, Zakharia dan Elisabet digambarkan benar di hadapan Allah, hidup menurut segala perintah, tidak bercacat, tapi mandul dan tidak punya anak. Ini suatu kontras yang besar. Kalau sekarang mungkin kita tidak terlalu masalah dengan mandul dan tidak punya anak, karena banyak orang tidak punya anak. Tapi zaman itu tidak mungkin, apalagi dia adalah imam yang kemudian bisa bertugas di Bait Allah, itu gambaran orang yang sangat diberkati oleh Allah. Gambaran orang saleh yang seharusnya mendapatkan balasan yang setimpal, tapi ternyata suatu kontras yang besar, suatu hal yang irregular, Elisabet mandul dan tidak punya anak. Ini adalah suatu hal yang mau dinyatakan di bagian ini. Kemudian kalau Saudara maju lagi, Zakharia dan Maria, kita bisa perbandingkan. Zakharia adalah laki-laki, punya jabatan terhormat, bisa melayani di Bait Allah, termasuk orang yang betul-betul dihormati, imam keturunan Harun dan segala macam. Tapi ketika malaikat datang dan memberikan satu pesan yang besar, responnya adalah kurang bagus. Dan kemudian Zakharia menjadi bisu. Tapi kalau sisi lain, Maria, Maria adalah orang biasa dari Nazaret, perempuan, banyak penafsir mengatakan umurnya masih remaja karena zaman dulu perempuan boleh menikah pada usia belasan tahun. Belasan tahun itu bukan 17, mungkin di antara usia 13-15. Dari kota kecil, tapi dia punya respon yang luar biasa bagus. Suatu yang regular dan irregularity ada di dalam bagian ini. Maka kontras-kontras ini menggambarkan suatu realita, hidup kita akan ada dua aspek ini. Sesuatu yang regular tapi Saudara dan saya juga harus bersiap terhadap sesuatu yang irregular yang terkadang dipakai Tuhan di dalam hidup kita. Maka ini menggambarkan realita, supaya kita bisa menghadapi realita ini kita mesti tahu ada komponen apa saja di dalam hidup ini, kalau tidak Saudara akan terus mendefinisikan Tuhan di dalam satu aspek saja dan kemudian kita selalu menarik Tuhan, membuat hidup kita di dalam aspek ini saja. Kita merasa kalau kita di luar aspek tadi yang baik dan positif, kita merasa Tuhan sedang tidak baik, kita sial, mengapa kita susah sekali di dalam hidup, kita ini kena kutuk apa sehingga ada di dalam bagian yang lain, kita lupa bahwa Tuhan itu punya cakupan yang sangat besar. Oleh karena itu mari kita pikirkan bagian ini di dalam salam yang diberikan oleh malaikat kepada Maria yaitu ayat 28 “salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.”, rejoice the favor one The Lord is with you, kemudian Maria terkejut. Bisa saja Maria terkejut karena malaikat mendatangi dia, tapi hal yang lebih mengejutkan adalah bukan malaikatnya, tapi salam itu. “Salam hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau”, berarti ini adalah salam yang Maria tahu di dalam Perjanjian Lama menurut kitab yang dia baca adalah salam yang diberitakan malaikat kepada orang-orang yang diberikan tugas sangat besar dan punya spesific role di dalam sejarah keselamatan. Maka ini adalah salam yang mengagetkan, salam yang tidak mungkin terjadi pada Maria. Dan kemudian ini dikatakan oleh malaikat dan membuat Maria terkejut. Ini adalah suatu hal yang irregular, seharusnya salam itu untuk Zakharia atau imam besar di Bait Allah, tapi Allah memberikan salam yang besar itu justru kepada Maria melalui malaikatNya. Menyertai salam itu dikatakan “bersukacitalah engkau yang dikaruniai oleh Tuhan”. Karena pada zaman itu orang yang diangkat Tuhan untuk menjadi pemimpin membuat satu peran penting dalam sejarah keselamatan, itu bukanlah posisi yang diidam-idamkan, orang-orang akan kabur. Gideon waktu mendengarnya, dia kabur. Jadi itu sebenarnya adalah salam yang menakutkan, maka harus ditambahi dengan “kamu akan bersukacita hai yang dikaruniai oleh Tuhan”. Bersukacita mendahului pekerjaan yang amat berat. Dan inilah sesuatu yang perlu kita pikirkan. Kalau Saudara dan saya dipercaya oleh Tuhan, maka yang kita kejar di belakang itu adalah bukan keuntungan, bukan sesuatu tambahan yang menyenangkan, tapi akan menjalankan suatu tugas yang sangat berat. Dan ini harus diimbangi dengan pengertian kita tidak layak “saya ini orang biasa-biasa saja yang mendapatkan tugas yang luar biasa”. Setelah itu Maria terkejut karena rasanya tidak mungkin kalau dia. Kemudian dia tahu bahwa dia hanya orang biasa yang diberikan anugerah luar biasa. Kalau sekarang terbalik, kita merasa diri kita adalah orang yang luar biasa, padahal mengerjakn tugas yang biasa-biasa saja. Kita sering mendongkrak kebiasaan kita dengan menambahkan sesuatu yang luar biasa. Dan ini berbanding terbalik dengan Maria. Karena kita harus mengerti ketika kita dipakai Tuhan, itu adalah sesuatu anugerah besar. Ketika kita langsung switch dari merasa biasa menjadi merasa luar biasa, itu adalah kecelakaan terbesar. Tugas seperti ini mengerikan, karena berita selanjutnya. Tugasnya adalah via Maria akan melahirkan seorang anak yang adalah puncak penantian orang Israel, Mesias. Bagaimana Maria menanggapinya? Maria masih berpikir dia orang biasa saja, regular. Jawabannya adalah “bagaimana saya melahirkan?”, jawaban yang regular sekali. “Bagaimana saya melahirkan? Saya belum punya suami”, dia tidak berpikir “nanti skenarionya bagaimana? Sesuatu yang spektakuler”, tidak seperti itu. Dia orang regular dan berespon regular saja. Dan kalau kita lihat di dalam Alkitab maka malaikat menjelaskan bahwa “ada sanakmu Elisabet yang pernah mengalami sesuatu yang irregular seperti ini, yaitu mereka sudah tua dan mereka bisa punya anak. Seperti yang Tuhan pernah lakukan kepada Abraham dan Sara”, dan ini yang akan dilakukan lebih irregular lagi kepada Maria yaitu intervensi langsung bahwa Roh Kudus akan menaungi Maria dan Allah akan membuat dia melahirkan Mesias. Ini menjadi kekuatan yang besar, Tuhan memakai pola, ada pengulangan yang Dia kerjakan, tetapi ada kelimpahan yang akan Dia tambahkan. Yaitu kali ini bukan orang tua yang sudah lanjut usianya akan melahirkan, kali ini seorang perawan yang akan melahirkan. Ini adalah puncak pekerjaan Tuhan yang sangat tidak biasa. Kalau via laki-laki dan perempuan itu masih biasa, itu hal umum. Tapi kalau perawan yang melahirkan, ini hal yang besar sekali. Tapi kemudian di tengah kebingungan itu malaikat langsung mengatakan “sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil”. Bahasa yang lebih tepat adalah no word from God will be powerless, tidak ada kata-kata dari Tuhan yang tidak berkuasa. Kalau kita seringkali comot bagian ini dan menjadi ayat hafalan. Kalau kita sudah buntu, kita langsung mengatakan “bagi Allah tidak ada yang mustahil, amin”. Tapi kalau Saudara berada di dalam konteks yang Maria alami, Saudara akan mengatakan bagaimana? “lebih baik buat saya bagi Tuhan mustahil. Kalau saya punya anak, bagaimana menikah dengan Yusuf, orang lain akan mengatakan apa, ini pasti tugas yang besar sekali. Lebih baik bagi Tuhan mustahil, tidak perlu terjadi seperti ini”. Tapi Maria tidak seperti itu, dia tahu ini kemudian akan menjadi tugas yang sangat berat, hidupnya akan berubah total, hidupnya akan menjadi kacau balau. Bisa dibayangkan sekarang saja kalau ada orang yang sudah punya anak tapi belum menikah, akan heboh sekali. Apalagi zaman dulu, orang Yahudi yang begitu ketat dengan kesucian dan perjanjian, ada perawan punya anak, itu akan menjadi rumor yang sangat mengerikan. Tapi coba Saudara bayangkan responnya pertama adalah respon regular “bagaimana saya akan melahirkan?”, “Roh Kudus akan beserta dengan kamu, kamu akan melahirkan aank”. Lalu setelah itu “bagi Allah tidak ada yang mustahil”, respon Maria regular juga, “aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu”, respon yang sangat regular ketika dia berhadapan dengan Allah maka dia tahu dia orang regular yang harus punya posisi regular. Doulos, budak, maka budak itu tahu bahwa perkataan siapa yang terjadi itu adalah perkataan tuannya. Maka malaikat memberikan bagian ini, di dalam Bahasa Indonesia mungkin seperti kalimat motivasi “sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil”. Tapi bagian ini kalau kalimat benarnya adalah “tidak ada kalimatNya Allah yang tidak berkuasa”. Maka dia tahu kalau Allah sudah berkata-kata dan Dia Tuan, maka siapakah dia di hadapan Tuhan. Dia langsung mengambil posisi yang sangat regular terhadap tugas yang irregular. “Saya biasa saja, saya hanya seorang hamba. Hamba yang paling bawah derajatnya. Dan di situ lah saya menerima tugas dari Tuhan”. Coba bayangkan di dalam hidup Maria, seumpama dia punya pertunangan ini umur 14-15, 14 tahun pertama hidupnya adalah hidup yang regular, perempuan dari desa kecil, sudah usia menikah maka dinikahkan oleh orang tuanya, dapat laki-laki satu suku. Kemudian bertunangan selama 1 tahun, setelahnya akan menikah, sangat regular. Tapi kemudian Saudara bayangkan ketika Maria bertemu dengan malaikat, paling tidak selama 33 tahun setengah hidupnya kemudian sangat irregular dan itu tidak pernah berhenti. Karena sejak dia mengandung anak dari Roh Kudus, yang dinaungi oleh Roh Kudus yaitu Kristus, hidupnya sangat tidak regular. Alkitab berkali-kali mencatat ada pedang yang menusuk hatinya dari saat dia mengandung. Saudara bisa baca berkali-kali waktu Maria bertemu dengan Simeon dan Hana, waktu Tuhan Yesus berusia 12 tahun di Bait Allah, waktu Yesus disalib. Pasti banyak pedang menusuk hati Maria, dan Maria menyimpannya di dalam hatinya. Berarti ada satu respon yang tepat yang bisa menahan irregularity dari pekerjaan Tuhan. Kalau kita tidak pernah mengerti Allah yang besar, yang berkuasa, yang berdaulat atas hal yang regular dan irregular, kita akan tidak tahan kalau hidup kita menanggung sesuatu yang irregular. Kita ingin cepat-cepat beres, kita ingin masalah selesai, kita ingin segala problem itu cepat-cepat hilang. Dan kita tidak pernah bertanya “Tuhan, saya ini posisinya apa? saya harus tanggung seberapa besar, saya harus tanggung bagaimana?”, itu tidak pernah ada di dalam kamus kita. Karena Allah kita adalah Allah yang kita definisikan baik, produksi baik, Allah yang tidak pernah gagal, selalu memberikan kepada kita hal yang bagus, Allah yang selalu positif yang tidak pernah memberikan negatif, saja. Kita kurung cakupannya Tuhan hanya dalam bagian-bagian itu. Sehingga ketika sesuatu yang irregular terjadi, kita merasa sangat sengsara karena kita tidak ada pengertian bahwa Allah itu juga yang menopang sesuatu yang irregular dalam hidup kita. Dan ini yang saya mau kita pikirkan karena secara fakta hidup kita terdiri dari komponen ini. Saudara bisa membangun kelaurga yang baik, di tengah jalan bisa terjadi sesuatu yang irregular. Saudara punya anak, lahir baik-baik, bisa terjadi sesuatu yang irregular. Semuanya baik-baik, bisa terjadi gempa, irregular. Saudara bisa mendirikan perusahaan yang Saudara rintis, tiba-tiba krisis ekonomi, irregular. Bagaimana kita bisa menghadapi irregular ini kalau kita tidak pernah tahu Tuhan punya cakupan sebesar itu. Karena itu belajar dari pengalaman, dari Lukas 1 mari kita sama-sama datang kepada Tuhan, berespon di dalam respon yang tepat. “Tuhan, saya ini orang regular. Kalau ada irregular dalam hidup saya, itu adalah suatu anugerah, suatu kesempatan saya mengenal Tuhan di dalam sisi yang lain yang tidak pernah saya pikirkan”. Kalau setiap hari di depan kita ada makanan, kita akan doa makan dengan biasa saja. Bahkan kita bisa komplain kalau menu makanannya itu terus. Tapi kalau di depan kita suatu saat tidak ada makanan, Saudara akan diajar berpikir bahwa selalu ada makanan adalah sesuatu yang saya tidak layak dapat, saya cuma regular person. Lalu jika kita tidak pernah berpikir bahwa itu adalah sesuatu yang Tuhan berikan untuk membentuk kita. Saudara komplain “hari ini tugasnya banyak, kuliah berat”, kita lupa menempatkan diri di hadapan Tuhan, kita lupa kita ini orang regular yang tidak bisa komplain apa-apa. Sebenarnya itu yang Maria sebagai seorang muda yang betul-betul mengenal siapa Tuhannya, “Tuhan saya ini besar, maka Dia bisa bekerja di dalam hal tidak terduga yang dan bahkan yang orang pikir jelek. Dan Tuhan memakai saya”. Mari kita memikirkan hal ini di dalam menghadapi hidup ke depan, karena ke depan ini kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi, tapi kita tahu satu hal Tuhan kita tidak dibatasi cakupan areaNya. Dalam hal apa pun Saudara bisa datang kepadaNya dan berkata “You are God of regularity and irregularity, saya percaya Tuhan akan menolong saya menembus dan melewati irregularity. Tapi kalau irregularity ini seumur hidup, sampai saya mati, saya tahu Tuhan menyertai saya seumur hidup sampai saya mati. Karena Dia adalah Tuhan yang menopang”.
Kalau seperti itu maka Saudara akan menikmati keindahan di dalam Tuhan karena Saudara tidak ingin cepat-cepat masalah ini berlalu begitu saja tanpa mengenal Tuhan. Kecelakaan orang Kristen adalah ingin masalah berlalu dan tidak peduli kenal Tuhan seberapa dekat. Sudah sakit, sudah sengsara, tidak kenal Tuhan, komplain terus, Saudara bisa bayangkan hidup seperti itu hidup yang useless. Tapi kalau kita tahu Tuhan adalah Tuhan yang berdaulat atas hal yang biasa, hal yang luar biasa, hal yang tidak biasa, hal yang positif, hal yang negatif, Tuhan berdaulat di dalamnya, maka Tuhan tidak akan meninggalkan. Dan ini adalah hidup yang dijalani oleh Maria. Saudara bisa bayangkan selama 14-15 tahun hidupnya nyaman, puluhan tahun berikutnya paling tidak seumur Tuhan Yesus, 33 tahun setengah, hidupnya tidak nyaman sama sekali. Kita tidak tahu dia mati umur berapa, tapi hidupnya mengalami hal yang tidak nyaman. Setelah Tuhan Yesus mati, bangkit, Maria masuk dalam gereja yang mula-mula, dikejar-kejar. Saudara bisa bayangkan hidup Maria tidak regular lagi sampai dia mati. Dan Alkitab mengatakan di dalam nyanyian Maria “segala keturunan akan menyebut aku berbahagia”, kontras sekali. “Segala keturunan akan menyebut aku berbahagia”, tapi hidupnya menanggung irregularity dari pekerjaan Tuhan. Dan harap kita bisa memikirkan hal ini dan mohon Tuhan menyertai hidup kita dalam keadaan apa pun karena kita tahu Tuhan kita besar. Tolong jawab pertanyaan ini “How big is your God?”.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)