(Kejadian 8:18-20; 9:1-20)
Kali ini kita akan bicara tentang Adam yang baru, yaitu mengenai Nuh. Mengapa kita bisa mengatakan Nuh adalah Adam yang baru? Karena waktu kita melihat Kejadian 9 dan kita bandingkan Kejadian 1 dan 2, kita melihat ada paralel. Jadi penulis Kitab Kejadian menampilkan sosok Nuh sebagai sosok Adam yang baru, dan perjanjian Allah dan Nuh adalah perjanjian antara Allah dengan ciptaan yang diperbarui. Jadi kita bisa melihat bagaimana Allah berkata kepada Adam agar beranakcucu, bertambah banyak, memenuhi bumi, menaklukan bumi dan janji ini diulangi kepada Nuh. Nuh juga disuruh bertambah banyak dan menaklukan bumi. Lalu sebagaimana kepada Adam diserahkan seluruh isi bumi ini untuk Adam kelola, untuk Adam hidup dari padanya, demikian juga seluruh isi bumi diserahkan kepada Nuh untuk Nuh boleh memakainya demi kehidupan dan boleh mengembangkannya. Tetapi kemudian kisah atau perjanjian Allah dengan Nuh ini kita lihat sudah berbeda dengan perjanjian semula Allah dengan Adam. Karena perjanjian Allah dengan Nuh sudah mengandung satu akomodasi dari apa yang pernah terjadi sebelumnya. Jadi hidup sudah tidak sama lagi, karena kita lihat di sini ada ingatan akan nyawa manusia yang dirampas oleh sesamanya. Ingatan akan kematian, ingatan akan pembunuhan, Tuhan tidak menghapus sejarah, Tuhan meneruskan sejarah. Tuhan tidak membuat seolah-olah “oke kita hapus ini dari 0 kita mulai, dari kertas putih lagi, kita mulai sejarah yang baru”, tidak seperti itu. Dalam Kejadian 6 ada perkawinan campur antara anak-anak manusia yaitu keturunan Kain dengan anak-anak Allah yaitu keturunan Adam melalui Set. Lalu itu menghasilkan kejahatan di bumi, itu puncaknya, lalu Tuhan menghapuskan kehidupan di bumi, Tuhan menyelamatkan sebagian.

Mari kita bandingkan sebelum dan sesudah air bah. Cerita sebelum air bah, dari Adam sampai air bah adalah cerita dari kebaikan sampai kehancuran. Dan kita lihat cerita ini berkisah dari manusia hanya sepasang diakhiri dengan manusia ada banyak. Diawali dengan manusia hidup sederhana dan tidak mengembangkan dunia, dunia ini belum terlalu berkembang, belum ada misalnya orang yang berkemah, belum ada peternakan, belum ada musik, belum ada kota, belum ada teknologi tembaga, besi dan seterusnya, itu semua belum ada. Tetapi kemudian diakhiri dengan sudah berkembang kebudayaan itu, sudah berkembang peradaban itu di dalam zaman Nuh sebelum ada air bah. Tetapi peradaban itu penuh mengisi bumi dengan kekerasan, memanifestasikan kejahatan yang bersumber dari hati manusia. Jadi kebudayaan, peradaban yang kita jumpai dalam cerita Kejadian 6 adalah peradaban yang mewujudkan isi hati manusia yang jahat, mengisi dunia ini penuh-penuh kejahatan. Jadi dari sepasang menjadi banyak, tetapi dari permulaan yang sederhana yang kejahatannya juga sederhana, memakan buah itu, membunuh adik, menyembunyikan kesalahan kepada peperangan, kepada suatu kejahatan yang jauh lebih kompleks, yang jauh lebih global. Lalu kalau kita bangkitkan dengan episode Nuh adalah dimulai dari sekelompok kecil manusia, dari satu keluarga, beberapa orang keluar dari bahtera. Jadi dari sedikit menjadi banyak, lalu yang banyak dihapuskan dan Tuhan mulai dari yang sedikit lagi. Dengan kata lain kita bisa belajar sesuatu di sini, Tuhan tidak hanya menghendaki perkembangan dan suatu kemajuan, the idea of progress, yang berkesinambungan. Tetapi kadang-kadang Tuhan mengizinkan kemunduran juga, kadang-kadang mengijinkan kemandegan juga. Itu biasanya dikaitkan dengan penghakiman. Itu yang terjadi pada zaman Nuh, ada kemunduran. Sejarah peradaban menjadi lebih sederhana lagi, tidak tentu yang sederhana itu baik tapi juga sekaligus tidak tentu yang kompleks itu, yang besar itu baik.

Lalu yang berikutnya kita juga bisa belajar mengenai selalu ada pengharapan juga di dalam kegelapan. Di dalam zaman Nuh kejahatan memenuhi bumi sehingga sepertinya tidak ada tempat untuk kebaikan. Ketika kejahatan menjadi suatu yang normal, kebaikan menjadi suatu yang abnormal. Kebaikan menjadi sesuatu yang tidak mempunyai tempat di bumi ini, tapi dalam hal itu pun Tuhan masih bisa bekerja, ini yang dapat kita pelajari dari cerita Nuh. Tuhan pada akhirnya lewat segala hal yang tidak disukai manusia, mengerjakan pekerjaan penyelamatanNya. Lalu yang ketiga, kita lihat dari pengulangan janji Tuhan ini, Allah yang membalikan arah kemajuan menjadi suatu kemunduran dalam penghakimanNya, ternyata juga Allah pada dasarnya menghendaki manusia berkembang, Allah menghendaki kita untuk bertambah banyak, Allah menghendaki kita untuk mengolah bumi ini, Allah menghendaki peradaban. Tuhan tidak menghendaki manusia hidup dalam peradaban primitif selama-lamanya. Karena Allah yang menghancurkan bumi yang penuh dengan kejahatan itu, kemudian tidak menghendaki bumi itu selama-lamanya dalam kondisi primitif, tidak seperti itu. Sekali lagi Tuhan menghendaki, Tuhan tetap punya kepercayaan terhadap projek yang namanya memajukan bumi ini. Terbukti pada zmaan Adam bumi ini maju secara negatif, maju dalam artian busuk, lebih canggih dalam kejahatan. Tetapi itu tidak membuat Tuhan putus asa, lalu Dia mengabaikan project itu, lalu sekarang mulai zaman Nuh, dimulai lagi, tapi Allah tidak ingin bumi diisi oleh manusia, Allah tidak ingin manusia bertambah banyak, Allah tidak ingin manusia mengembangkan peradaban, Allah tidak seperti itu. Kegagalan pertama tidak membuat Tuhan membuang itu semua. Kita melihat contohnya di dalam perbandingan Kejadian 4: 2 dengan Kejadian 9:20. Dalam Kejadian 4: 2, kita mengetahui profesi Kain adalah petani dan dalam perbandingan yang kita lihat antara Kain yang petani dengan Habel yang peternak, Kain yang mempersembahkan hasil bumi dengan Habel yang mempersembahkan ternak, dibandingkan dengan beberapa orang mengatakan bahwa “lihat, Tuhan lebih menyukai kaum gembala karena persembahan dari gembala lebih disukai Tuhan dari pada hasil bumi”. Saya kira ini satu tafsiran yang keliru karena tidak mempertimbangkan bahwa orang-orang Israel juga Tuhan ajarkan mempersembahkan hasil bumi. Kita lihat dalam Torah Musa misalnya, Saudara melihat ada aturan mengenai mempersembahkan hasil bumi yang sulung. Jadi ada hasil bumi, buah-buahan, gandum dan segala macam tanaman dipersembahkan di hadapan Tuhan, selain dari pada ternak. Tapi yang saya baca dalam narasi ini justru Kain yang adalah petani yang kemudian mengisi bumi dengan kejahatan, mencemari tanah pertanian dengan darah adiknya, saya pakai istilah manusia itu sekarang tidak lagi menjadi sesama, manusia bukan lagi menjadi penolong, manusia bukan lagi menjadi gembala bagi sesamanya, tapi manusia menjadi musuh bagi sesamanya. Orang lain tidak lagi menjadi penghiburan bagi kita, tapi orang lain menjadi ancaman bagi kita. Dan Tuhan justru ingin menebus dunia ini dari posisi itu, Tuhan ingin menebus manusia dari keadaan seperti itu. Tuhan ingin tarik kita dari keadaan seperti itu.

Manusia itu soalnya bukan ancaman bagi kita, manusia adalah penolong, manusia adalah gembala bagi kita, manusia itu seharusnya adalah sesama bagi sesamanya, ini yang mau ditebus. Dan saya kira ini juga yang bisa kita baca dalam cerita Kain, dan kalau kita bandingkan Kain dengan Nuh, di sini menariknya. Dan di dalam cerita itu, apakah Tuhan give up dalam posisi atau panggilan atau pekerjaan petani? Tidak ada pekerjaan petani lagi karena diwakili oleh Kain. Tidak ada lagi mengembangkan kota karena diwakili oleh Henokh, anaknya Kain. Jangan dikembangkan lagi kebudayaan itu, tidak ada lagi itu metalurgi, bapak segala tembaga dan tukang besi, tidak ada lagi peternakan dan sebagainya. Kita hidup primitif saja, mengumpulkan buah-buahan seperti Adam, tidak. Tuhan menebus hal itu. Jadi kita perhatikan Kejadian 9: 20, diceritakan tidak kebetulan Nuh itu adalah petani, dia yang pertama-tama membuat kebun anggur. Itu yang Tuhan inginkan mengembalikan kita kepada kemuliaan semula. Dan dalam hal itu, kehidupan sebagai petani yang sulit, Adam petani, Kain petani, banyak berpeluh, sia-sia, bahakn berdarah-darah, Tuhan tidak give up itu. Nuh menjadi petani juga. Dan indahnya di sini Nuh adalah yang pertama kali membuat kebun anggur. Orang tidak minum anggur, tidak akan mati. Nuh bukan orang yang pertama membuat sawah. Jadi kita bicara bukan lagi necessity, work as necessity, tapi kita bicara sebagai delight, work as delight.

Jadi kerja untuk sesuap nasi? Itulah cerita Adam, itulah cerita Kain. Kerja untuk sesuap nasi supaya bisa hidup, tapi saya percaya orang di ruangan ini kan kebanyakan kerja sebagai orang modern, punya esensi, perkembangan teknologi, kebanyakan dari kerja bukan untuk sesuap nasi kan? Poin saya adalah Kain sebagai petani yang gagal mengikuti Adam sebagai petani yang gagal. Tapi Nuh, digambarkan oleh penulis Kitab Kejadian sebagai petani yang menyimpan pengharapan, seperti Adam sebelum jatuh seolah-olah. Tapi realitasnya adalah dia hidup dalam dunia yang sudah jatuh. Diceritakan kemudian Nuh ini tetapi sama seperti Adam, berakhir mengecewakan, karena anggur yang dia hasilkan, yang semestinya membawa kegembiraan dalam hati anak-anak manusia seperti yang digambarkan dalam Kitab Pengkhotbah. Jadi anggur itu sesuatu kebutuhan yang sekunder atau bahkan tersier, itu Tuhan berikan sebagai sukacita, tapi justru Nuh slaah memakai itu sehingga dia menjadi mabuk. Efek dari kejatuhan Adam adalah Adam merasa malu. Efek dari Nuh setelah minum anggur, dia malu. Adam efeknya setelah dosa adalah dia sadar dia telanjang, Nuh setelah dia minum anggurnya secara tidak sadar dia telanjang. Jadi efeknya sama, kehilangan kehormatan. Dan bicara tentang malu, ini memang melekat dengan analisa kita mengenai dosa. Dosa itu pertama-tama bukan dikaitkan dengan suatu rasa bersalah pada mulanya, karena ini baru nanti pada abad ke-16 berkembang atau abad pertengahan, tetapi dosa sebagai suatu keterasingan, dosa itu mengasingkan kita dari relasi. Gambarannya adalah kita merasa malu. Fitur dari orang yang merasa malu adalah mengurung diri, dia tidak mau bertemu dengan orang lain, ada gambaran, ada ungkapan mengenai orang yang malu “saya tidak punya muka lagi”. Dosa sekali lagi dalam Kitab Kejadian dikaitkan dengan rasa malu, dan itu menandai bahwa dosa adalah pertama-tama dipahami dalam Kitah Kejadian ini sebagai distruktur dalam relasi, relasi dengan Allah mau pun relasi dengan sesamanya. Dan dalam narasi yang kita lihat dalam cerita Nuh ini, distruktur relasinya seolah-olah dipulihkan karena Nuh ditempatkan sebagai petani, tapi sekali lagi dia jatuh.

Lagi-lagi Nuh kehilangan kehormatan, kehilangan mukanya, dia telanjang di dalam kemahnya dan relasinya dengan anak-anaknya menjadi tidak baik. Salah satu dari anak-anaknya menjadi terkutuk yaitu Ham. Nuh diberikan pengharapan yang baru tapi dia mengkhianati pengharapan itu, dia tidak setia kepada apa yang Tuhan sudah percayakan kepadaNya, dan Dia menanggung akibatnya, seolah-olah Tuhan mau memberikan kesempatan kedua dalam sejarah, tapi sejak semula pun Nuh bertingkah laku kira-kira kurang lebih sama dengan Adam. Tapi Allah panjang sabar, Allah tetap menyertai Nuh, bahkan Allah tidak menimpakan hukuman yang sudah Dia tetapkan akan jadi dalam Kejadian 6:3, tidak terjadi pada Nuh. Kejadian 6: 3, kejahatan mengisi penuh-penuh bumi ini, Tuhan mengatakan “RohKu tidak akan selama-lamanya tinggak di dalam manusia, karena manusia itu hanyalah daging, umurnya akan hanya 120 tahun saja”. Apakah benar de facto-nya setelah Tuhan menjatuhkan vonis ini, langsung umur manusia menjadi pendek? Nuh masih sampai 950, Tuhan panjang sabar. Tuhan itu Allahnya Israel yang tidak memberikan kesan kepada bangsa Israel sebagai sekedar Allah yang Mahakuasa, bukan itu yang paling mengesankan, meskipun Allah memang Mahakuasa. Yang paling mengesankan adalah Allah itu panjang sabar dan berlimpah kasih setia, itu yang paling mengesankan bagi Israel, itu yang dicatat, diserukan sewaktu Yahweh lewat di depan Musa. Allah itu berlimpah kasih setia dan Dia panjang sabar.

Lalu poin berikutnya, dari Nuh lahir seluruh keturunan di bumi, ada keturunan dari Sem, Ham, Yafet. Keturunan dari Sem kita tahu kemudian dalam pasal 10:22, 11:26, ada lahir Abraham dan keturunan dari Ham kita tahu pasal 10: 14-19 lahirlah bangsa-bangsa musuh Israel yaitu Filistin, Sidon, Het, Yebusi, Amori, Gergasi, Sodom, Gomora, Niniwe, semua dibangun oleh keturunan Ham. Jadi sekali lagi permusuhan yang lama berlanjut, permusuhan antara anak-anak manusia atau keturunan ular dengan anak-anak Allah atau keturunan Set. Dan ironisnya ini berlanjut dalam keturunan Set, karena Nuh keturunan Set juga. Tapi sekali lagi kita pikirkan apakah betul Nuh itu keturunan Set? Bukankah pada waktu itu sudah terjadi kawin campur. Jadi intinya kasih karunia Allah berlanjut ketika dosa berlanjut. Cerita dalam Kitab Kejadian, kalau Saudara baca Alkitab jangan salah, Saudara baca Alkitab bukan cari cerita. Model, atau teladan, karena kita tidak bisa teladani siapa-siapa kecuali Yesus. Cerita-cerita Alkitab memberikan kepada kita, terutama apa? Saya kira bukan peragaan “ini manusia hebat, ikuti dia”, tapi peragaan melalui baik kehebatan, ketidak-hebatan, kesetiaan, ketidak-setiaan, ketaatan maupun pelanggaran manusia, melalui itu semua kita lebih kenal Tuhan itu seperti apa, kita lebih kenal Tuhan itu siapa, dan kita tahu apa harapan kita hidup di dunia ini. Ini sesuatu yang saya kira ingin disampaikan oleh para penulis Alkitab melalui kisah-kisah ini. Tuhan dengan penuh kesabaran, mengembalikan kemuliaan itu. Sekarang saya sampai pada poin yang unik, yang hanya ada dalam cerita Nuh ini dan mungkin tidak kita lihat dapam periode Adam sampai air bah, yaitu Tuhan berkomitmen untuk tidak lagi menghapuskan kehidupan dari atas muka bumi Ini dengan sengaja diulangi oleh penulis Kitab Kejadian untuk menegaskan bahwa walaupun manusia sama saja seperti dulu, Tuhan tidak akan sama saja seperti dulu, Tuhan tidak akan menghukum manusia seperti pada zaman dahulu walaupun manusia sama saja. Manusia itu kapan sih tidak sama saja seperti dulu? Kita in sampai hari ini masih sama saja seperti zaman Adam.

Tapi sekarang Tuhan berjanji, Dia bersumpah, Dia melakukan itu dengan pelangi di situ, busurnya di situ dan mengarah ke atas. Pelangi dipakai oleh penulis Kitab Kejadian sebagai suatu gambaran busurNya Tuhan itu mengarah ke mana? Ke atas, busurnya digantung di langit, menjadi peringatan bagi Tuhan ada panah akan melayang, menembus jantung Tuhan kalau Dia melanggar janjiNya. Tuhan bersumpah selama ada pelangi itu “Aku tidak akan melenyapkan kehidupan dari bumi, akan terus ada, musim menabur, menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam, kehidupan akan berjalan terus. Aku tidak akan menghentikan itu seperti zaman Nuh, walaupun manusia sama saja”. Itu artinya Tuhan berkomitmen untuk tidak buang manusia yang sudah rusak dalam dosa. Ketika dunia ini jatuh dan Tuhan coba betulin dengan cara yang primitif dan bodoh itu, masih salah, Tuhan coba betulin lagi, lalu masih salah, Nuh masih sama seperti Adam, Tuhan coba betulin lagi. Dan Dia menegaskan komitmenNya, Dia tidak akan buang! Tuhan bisa tidak buang ciptaan ini dan bikin yang lain? Sebisa-bisanya, seperti Tuhan juga bisa tidak membuat ciptaan ini, tapi Dia bikin. Waktu Dia bikin, Dia tahu tidak akan jadi seperti apa? Dia tahu, tetap Dia bikin. Sudah Dia bikin, memang benar kejadian seperti yang Dia sudah tahu dan Dia tetapkan. Tapi kemudian Dia menyerah tidak? Tidak menyerah, Dia dengan teliti benerin satu per satu generasi demi generasi, individu demi individu, komponen demi komponen, tidak Dia buang ciptaanNya. Dia betulin satu per satu melalui anda dan saya, melalui gereja Tuhan. Tapi Tuhan pakai cara itu, Tuhan memberikan Firman kepada kita, Tuhan memberikan Yesus kepada kita, Tuhan menyertai umatNya. Mengapa Dia tetap pilih Israel? Mengapa Dia tetap memanggil gereja? Memangnya Dia tidak tahu akan terjadi apa 2.000 tahun setelahnya, dengan gereja, dengan umat Tuhan? Tapi Dia sudah berkomitmen agar selama bumi ini masih ada, tidak henti-hentinya musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam, Tuhan tidak akan memusnahkan, membinasakan segala yang hidup seperti yang Tuhan pernah lakukan, itu komitmen Tuhan. Dan komitmen itu ditunjukan lewat panjang sabarNya dan kasih setiaNya yang berlimpah buat kita. Dan terutama dengan terang kita lihat di dalam Yesus kita melihat kesabaran Tuhan yang panjang, kasih setia Tuhan yang begitu besar, lewat kejahatan kita, meremukan Dia, Tuhan memulihkan ciptaanNya. Tuhan memulai pemulihan segenap keberadaan lewat kekerasan hati kita yang menyalibkan Anak Allah, lewat dosa kita yang paling besar itu Tuhan menyelamatkan kita dari dosa.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)