(Lukas 6: 27-31)
Pembahasan hari ini adalah pembahasan yang sangat penting, yang membuat Kekristenan menjadi sesuatu yang unik. Kekristenan unik karena ada etika mengenai kasihilah musuhmu. Tuhan meletakan pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat di tengah-tengah Taman Eden lalu Tuhan memberikan larangan manusia tidak boleh makan, karena Tuhan tidak ingin manusia menjadi penentu mana baik mana jahat. Pohon berkali-kali menjadi simbol penghakiman dalam Perjanjian Lama, seorang menghakimi di bawah sebuah pohon, seorang menjadi raja dengan simbol sebuah pohon sehingga pohon menjadi lambang penghakiman. Sehingga pohon pengetahuan yang baik dan jahat menjadi simbol penentu mana baik, mana jahat yang tidak boleh diambil oleh manusia karena itu adalah bagian Tuhan. Tuhan menentukan mana baik mana jahat, bukan selera kita. Tuhan tentukan mana baik mana jahat, bukan kebiasaan kita. Maka ketika Tuhan mengarahkan kita kembali, kita mesti belajar meletakan semua penghakiman yang salah, tunduk kepada prinsip yang benar dari Tuhan. Mengapa Alkitab adalah standar yang paling tinggi? Karena Alkitab tidak berisi hanya perintah yang sifatnya abstrak, Alkitab tidak berisi perintah-perintah yang kosong. Etika tertinggi adalah etika yang dinyatakan untuk dijalani karena Sang Pemberi prinsip mana baik mana jahat, Dia sendiri mempunyai sifat-sifat itu. Karena Tuhan mempunyai sifat baik, maka Dia yang berhak menentukan mana baik mana jahat. Orang kalau tidak baik lalu tentukan sendiri mana baik mana jahat, ini akan menjadi suatu prinsip yang terpecah dengan dia. Kita sering hidup dalam cara yang terpecah seperti ini, apa yang saya tahu tidak menjadi prinsip utama yang saya jalani. Allah menjadi Penentu mana baik mana jahat, karena Dia sendiri adalah kebenaran. Maka karena Allah adalah Allah yang benar, Dia berhak menentukan mana baik mana jahat. Allah bukan saja DiriNya adalah Allah yang baik, bukan hanya karena Dia hanya memiliki kebaikan dan kebenaran, tetapi juga Dia adalah Allah yang mempunyai hikmat, Dia adalah Allah yang bijaksana.

Ketika kita mengatakan “Tuhan, apakah yang menjadi prinsip etika yang Tuhan sendiri inginkan? Apa sih yang menjadi ciri dari Kekristenan yang Tuhan mau kami jalankan?”, ternyata Tuhan menyatakan dengan cara yang sangat sulit, karena dikatakan “kasihilah musuhmu, berbuat baiklah kepada orang yang membenci kamu”. Ini yang menjadi keunikan prinsip etika Kristen yang tidak mungkin ada pada agama mana pun. Dan ini tidak mungkin ada pada agama mana pun, karena ini bukan hanya ditulis menjadi peraturan. Kalau hanya ditulis menjadi peraturan, agama mana pun bisa, begitu baca ayat Lukas 6: 27 “kasihilah musuhmu, berbuat baik kepada orang yang membenci kamu”, “ini etika yang terbaik?”, “iya”, “ya sudah, saya tambahkan pada penjelasan kitab suci agama saya, bahwa agama saya pun sebenarnya mengajarkan ini”. Kasihi musuhmu, menjadi satu pernyataan paling tinggi yang tidak mungkin dimiliki oleh agama lain, dan pernyataan ini bukan hanya sekedar tulisan, karena ini merupakan pernyataan sifat Tuhan sendiri. Saya bacakan ayat 36 “hendaklah kamu murah hati sama seperti Bapamu adalah murah hati”, di dalam versi lain dari Matius 5, dikatakan “hendaklah kamu sempurna sama seperti Bapamu di surga adalah sempurna”. Jadi kalau Saudara ingat ayat itu “hendaklah kamu sempurna seperti Bapamu di surga sempurna”, ini sedang bicara tentang kebaikan, bukan bicara tentang mahakuasa, bukan bicara tentang mahatahu, bukan sedang bicara kita harus sempurna sama seperti Tuhan sempurna. Tapi sedang bicara bahwa kalau Tuhan baik kepada orang baik dan jahat, maka kita pun harus baik kepada orang baik dan jahat, ini kira-kira pengertian yang bisa kita dapat. Hendaklah kamu sempurna sama seperti Bapamu adalah sempurna, ini menunjukan bahwa prinsip Kristen yang dibagikan bukan hanya tulisan, bukan hanya satu karangan, bukan hanya tuntutan yang tidak mungkin dijalankan oleh siapa pun. Ini adalah satu tuntutan yang Allah nyatakan sebagai sifatNya Dia, karena Allah Maha mengampuni maka Dia menuntut kita untuk maha mengampuni, karena Dia adalah Allah yang penuh belas kasihan maka Dia menuntut kita untuk mempunyai belas kasihan, karena Allah seperti itu maka Dia menyatakan FirmanNya sama dengan siapa DiriNya. Ini yang membuatk Kekristenan menjadi unik. Kekristenan bukan hanya tulisan-tulisan peraturan, lalu kita mengatakan “lakukan ini”, tanpa ada padanan dengan sifat dari seseorang yang mempunyai ciri-ciri yang diajarkan itu. Tapi Kekristenan mengajarkan Tuhan Yesus yang baik penuh belas kasihan, penuh kerelaan mengampuni, Dialah yang memberikan perintah hendaklah kamus aling mengampuni, hendaklah kamu mengasihi musuhmu. Karena Kristus mempunyai kasih seperti ini, maka Dia tuntut pengikutNya untuk mempunyai cintakasih seperti itu.

Dalam ayat 27 Tuhan mengatakan “kepada kamu yang mendengarkan Aku, Aku berkata kasihilah musuhmu”, mau jadi murid Kristen, mau jadi pengikut Kristus, mau menjalankan etika Kristen yang sejati, Saudara mesti menaati Kristus yang mengatakan “kasihilah musuhmu”. Maka ayat 27 menjadi prinsip etika yang sangat sulit untuk dijalani tapi yang menjadi ciri Kekristenan, karena Allah sendiri, baik Bapa yang di sorga maupun Kristus yang datang menjadi manusia, sudah menjadi teladan dalam hal ini. Maka kita lihat ayat 27 etika Kristen sejati mengatakan “kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu”. Di sini dikatakan “berbuat baik kepada orang yang membenci kamu”, Saudara berbuat baik lalu ada orang yang membenci Saudara, Saudara dituntut oleh Tuhan untuk berbuat baik kepada orang itu. Kita dituntut berbuat baik kepada orang yang membenci kita. Tapi jangan berpikir bahwa ini adalah suatu perintah kepada orang yang hidupnya rusak, “karena hidupnya rusak maka dia banyak musuh”, tidak. Justru ketika Saudara hidup dengan baik, benar, tulus dan sejati, lalu Saudara dimusuhi orang, maka orang itu sedang memusuhi Saudara tanpa alasan, Saudara tidak memberikan alasan apa pun untuk dibenci tapi tetap dibenci. Tuhan Yesus pernah mengatakan “apakah Aku mengatakan sesuatu yang salah? Buktikan kalau ajaranKu salah, kalau engkau tidak sanggup membuktikan ajaranKu salah, mengapa engkau mau membunuh Aku, mengapa engkau tetap benci Aku?”, ini kalimat yang Tuhan Yesus nyatakan sebagai contoh untuk kita semua. Orang Kristen harus menjalani hidup dengan cara sebaik mungkin, jangan gampang cari musuh, kita harus melatih diri untuk tidak mudah bermusuhan dengan siapa pun. Ketika ada orang membenci, Saudara dituntut oleh Tuhan bukan hanya berespon untuk tidak membenci kembali, Tuhan menuntut Saudara untuk mengasihi orang yang membenci itu. Ini sulitnya luar biasa. Maka konsep pengampunan Kristen di dalam bagian ini diajarkan dengan cara yang sangat dalam. Tuhan mengatakan “kalau ada yang benci kamu jangan berespon dengan membenci, melainkan berespon kembali dengan kasih”. Saudara kalau dibenci orang lalu Saudara benci balik, itu paling mudah, “orang benci saya, saya balas dengan benci. Orang menyanyangi saya, saya balas dengan sayang. Barang siapa mengasihi aku 7 kali, aku mengasihi dia 14 kali, barangsiapa membenci aku 7 kali, aku membenci dia 70×7 kali. Jadi siapa yang menyakiti saya, saya akan balas”, ini etika balas dendam. Dan itu bukan suatu yang diajarkan Tuhan Yesus. Maka kita hidup dalam satu tuntutan yang sulit, yang berat sekali dari Tuhan, tapi yang akan penuh bahagia kalau kita jalankan. Saudara kalau terus simpan benci, Saudara simpan dendam, lama-lama Saudara sendiri yang rugi. Tuhan mengatakan “ada yang benci kamu, kasihi dia, jangan respon kembali dengan benci”. Lalu bagaimana bisa melakukan ini? Satu-satunya kemungkinan Saudara bisa lakukan ini adalah ketika Saudara tidak menganggap diri Saudara sebagai seorang yang penting. Kristus sendiri tidak menganggap diriNya penting, padahal diriNyalah yang paling penting dari semua. Kristus sendiri tidak menganggap diriNya mesti diperlakukan tinggi, meskipun Dia adalah yang paling tinggi dari semua. Maka kalau kita tidak menempatkan diri kita terlalu penting, kita akan menjadi orang yang luput dari berbagai kebencian yang tidak perlu. Kristen bukan etika pasif. Dulu ada seorang namanya Rabi Hilel, dia ditanya “tolong rangkum seluruh perintah yang Tuhan berikan di dalam Taurat yang begitu banyak. Rangkum dalam satu kalimat untuk kami jalankan”. Dia ini merangkum 2 yang satu adalah “kasihilah Tuhan dan kasihi sesama”, ini mungkin mengejutkan tapi ini adalah seuatu yang sudah dikemukakan sejak zaman para rabi sebelum Kristus. Jadi prinsip yang mengaitkan antara kasihi Tuhan dan kasihi sesama, ini bukan original dari Kristus yang di bumi. Kristus adalah kebenaran, pasti original dari Dia semua, tapi bukan keluar dari mulut Yesus waktu Dia melayani di bumi. Sebab waktu Dia melayani di bumi, Dia mengatakan “kasihilah Tuhan, kasihilah sesamamu”, ini adalah kutipan dari rabi, yang sudah ada. Jadi Tuhan menyindir mereka dengan mengatakan “kamu masih tanya lagi? Sebenarnya problemnya kamu tahu atau tidak, kamu sudah tahu, tapi kamu tidak mau jalankan. Mana hukum terpenting? Kamu sudah tahu, kasihi Tuhan, kasihi sesama, mengapa belum jalankan? Hanya ingin cari tahu, kamu sudah tahu tapi belum jalankan”. Kristus mengutip apa yang sudah mereka tahu untuk menegur mereka kembali.

Dalam ayat 31, Tuhan Yesus mengubahnya dengan mengatakan “sebagaimana kamu kehendaki orang lain perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka”. Maka tuntutan Tuhan tidak hanya membenci balik orang yang membenci kita, jauh lebih dalam lagi Tuhan minta kita mengasihi orang yang membenci kita. Ini susahnya bukan main. Kalau kita tidak membenci saja sudah setengah mati, kalau kita dibenci, kita tidak benci balik, itu butuh kekuatan ekstra. Sekarang Tuhan mengatakan bukan saja tidak benci balik, tapi harus mengasihi. Dan kalau lihat ayat-ayat ini makin lama makin sulit. Di ayat 27 dikatakan “kasihilah musuhmu”, tapi setelah itu Tuhan mau ada tindakan nyata “berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu”, ini lebih susah lagi. Kalau cuma bicara kasih saja kan mudah, “apakah engkau mengasihi musuhmu?”, “iya”, sudah melakukan apa untuk musuh?”, “tidak melakukan apa-apa”, “tapi kasih?”, “iya”. Maka setelah mengatakan “kasihilah musuhmu”, Tuhan mengatakan “berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu”. Bukan hanya mengasihi, tapi berbuat baik. Bagaimana berbuat baik? Ayat 28 mengatakan beberepa contohnya, minta berkat bagi orang yang mengutuk kamu. Orang sudah mengutuk saya, saya berkati? Ini adalah satu pembalikan yang sangat sulit. Dan mengutuk dalam konsep Yahudi adalah suatu yang berat sekali. Ini bukan hanya mengeluarkan kalimat makian, tapi ini adalah satu pengharapan persis dengan apa yang saya katakan. Itu sebabnya berkat dan kutuk dalam tradisi Yahudi adalah suatu yang sangat serius. Saudara tidak bisa mengucapkan berkat tanpa intensi dan Saudara tidak bisa mengucapkan kutuk tanpa intensi Tuhan mau melakukan itu kepada orang yang sudah ucapkan berkat atau kutuk. Ayat 28 bagian berikutnya mengatakan “berdoalah bagi orang yang mencaci kamu”. Lagi-lagi dalam konsep Yahudi, caci-maki adalah hal yang sangat berat, bukan saja ini menunjukan benci tapi juga ini menunjukan perbedaan level sosial yang jauh sekali. Kalau saya menghina Saudara berarti saya menganggap Saudara rendahnya bukan main. Ini adalah suatu pengertian yang ada pada budaya zaman itu, ketika Saudara mencaci seseorang, Saudara menganggap orang itu jauh lebih rendah dari Saudara. Tapi di sini dikatakan “berdoalah bagi orang yang mencaci kamu”, jadi bukan saja saya tidak balas mencaci tapi saya mulai berdoa bagi dia, berdoa supaya dia boleh mendapatkan berkat dari Tuhan. Ayat 29 “barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain”, ini makin parah lagi. Jadi penghinaan makin tinggi levelnya dalam contoh yang Tuhan Yesus katakan. Orang benci, mungkin masih bisa kita tahan, tapi orang mulai mengutuk, bisa marah luar biasa, orang mencaci bukan hanya mengutuk tapi menganggap saya rendah, lalu orang menampar pipi saya, ini sudah penghinaan yang besar. Bagi orang Yahudi, ditampar pipinya itu menunjukan suatu tindakan mempermalukan di depan umum yang luar biasa parah. Ketika Saudara ditampar, Saudara akan mempunyai perasaan mau balas dendam, mungkin mau bunuh orang yang tampar Saudara. Apalagi kalau menampar pakai punggung tangan, ini penghinaan yang luar biasa besar. Tapi di sini dikatakan “barangsiapa tampar pipimu yang satu, berikanlah kepadanya pipimu yang lain. Barangsiapa mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu”. Jadi ini menunjukan kerelaan berkorban yang besar sekali. Nanti saya akan jelaskan lebih detail mengenai bagaimana secara praktis kita menjalankan ini, karena Saudara sendiri mungkin pernah protes “Tuhan Yesus waktu ditampar mengapa tidak berikan pipi yang lain? Paulus waktu ditampar mengapa tidak berikan pipi yang lain?”. Waktu Tuhan Yesus ditampar, Tuhan Yesus mengatakan “apa yang saya katakan yang salah? Kalau Aku tidak berkata yang salah mengapa engkau menampar Aku?”. Waktu Paulus ditampar, Paulus mengatakan “Allah akan menampar kamu balik, hai tembok yang dikapur putih-putih”. Jadi bagaimana kita menerapkan ini? Nanti kita akan lihat, tapi saya mau sisir terus ayat 29 ini untuk menunjukan bahwa ini adalah derajat yang makin lama makin berat untuk dijalankan.

Ayat 36 mengatakan “sama seperti Allah sudah lakukan ini”, maka yang kita mau telusuri adalah apa yang Allah sudah kerjakan dan bagaimana kita meneladani? Allah mengasihi musuh, benarkah? Iya. Siapa musuh yang Allah kasihi? Jawabannya adalah kita sendiri. Kita sendiri dulu memusuhi Allah, dan kita sendiri kurang merenungkan hal ini karena kita berpikir Allah tidak mungkin disakiti oleh kita. Kita terus berpikir tentang Allah yang statis, yang indifferent, yang tidak dipengaruhi oleh apa pun yang kita kerjakan, yang pada diriNya sendiri tidak mempunyai perubahan emosi apa pun. Karena kita percaya kepada Allah dalam konteks logika Aristotle, bukan dalam konsep Alkitab. Aristotle pernah mengatakan kalau benar ada kebaikan tertinggi maka ini haruslah suatu pikiran yang hanya memikirkan diri dan tidak terpengaruh dengan dunia luar. Karena dia sudah sempurna dalam dirinya sendiri, dia tidak perlu dunia luar. Karena dia sudah memikirkan diri sendir sebagai yang agung, dia tidak mungkin diganggu oleh yang lain. Ini konsep Aristotle, dan terkadang masuk dalam kita menjalani hidup. Dan konsep dari orang-orang Stoik yang mengatakan “saya tidak dipengaruhi apa pun dari lingkungan, saya adalah saya, dan saya tidak merespon balik”, ini bukan ajaran Kristen. Orang Kristen bukanlah orang-orang yang dituntut untuk mematikan emosi orang Kristen adalah orang yang dituntut untuk meng-overcome emosi, meskipun kamu punya emosi begitu besar mendendam kepada seseorang, kamu bisa taklukan itu. Bayangkan perasaan Tuhan yang harusnya tidak boleh dikhianati oleh orang seperti kita, ternyata kita lawan, kita berontak, kita pilih yang lain, bagaimana Dia tidak murka dan sakit hati?”. Terkadang kita perlu belajar momen seperti ini, jadi orang yang pernah sakit hati bersyukurlah dan langsung ingat dulu Saudara yang menyakiti hati Tuhan, atau sekarang bahkan kalau Saudara belum bertobat. Saudara terus menyakiti hati Tuhan, Dia memberikan semua yang Saudara perlukan untuk hidup dan Saudara balik dengan menghina Dia, meninggalkan Dia, mengabaikan Dia, tidak peduli Dia, tidak mempedulikan FirmanNya. Pokoknya melakukan apa yang kita mau dan mengabaikan Dia. Tapi Dia tidak membalas dendam meskipun Dia sanggup, sanggup dari siapa pun. Dia tidak menuntut pembayaran dari kita meskipun Dia berhak, Dia tidak mengakhiri hidup kita meskipun Dia bisa melakukan itu dengan sangat mudah, Dia tidak melemparkan kita ke neraka meskipun Dia punya segala hak dan keadilan untuk melakukan itu. Tapi Dia memutuskan untuk mengampuni dan menebus kita. Maka kita tidak punya alasan untuk mengatakan “Tuhan, aku tidak bisa mengampuni orang, aku tidak bisa mengasihi orang yang membenci aku”, Tuhan akan mengatakan “Aku sudah kerjakan untukmu, sekarang kamu harus kerjakan untuk orang lain”. Allah yang adalah murah hati, Dialah yang menjadi contoh bagi kita. Kristus yang menjadi contoh dan kemurahan Kristus atas kita itu yang menjadikan kekuatan bagi kita untuk kita mengasihi musuh.
Maka bagaimana kita bisa menjalankan ini dengan kekuatan dan teladan dari Tuhan Yesus? Yang pertama, di dalam ayat 28, Tuhan mau kita meminta berkat bagi orang yang membenci kita, meminta berkat berarti kita menginginkan kesejahteraannya bukan kebinasaannya. Ayat 30 dikatakan “berilah kepada setiap orang yang meminta, jangan meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu”, di sini berarti apa yang saya miliki, yang diberikan Tuhan kepada saya, harus siap saya pikir sebagai milik bersama, saya miliki lalu saya bagikan kepada orang lain. Ini beda jauh dengan pengertian dari komunis, karena dari komunis tidak ada hak pribadi, semua dikumpulkan bersama, tidak ada kerelaan untuk menolong secara personal. Tapi di sini dikatakan “apa yang kamu sudah miliki, harus siap dibagikan kepada orang lain yang meminta”. Tentu ini bukan bicara tentang bagi-bagi sembako atau bagi-bagi uang di pinggir jalan, lempar-lempar apa yang Saudara punya, tapi satu hidup bijaksan yang mengakui bahwa apa yang saya miliki adalah sesuatu yang juga Tuhan inginkan untuk dinikmati oleh orang lain boleh mengenal Tuhan, boleh bertumbuh dalam hidup yang berkenan kepada Tuhan. Ayat 31 “sebagaimana orang kehendaki kamu perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka”, di sini di bagian terakhir Tuhan meminta kita bukan hanya menginginkan kebaikan orang lain yang membenci kita, bukan hanya berkorban demi orang lain itu menjadi lebih baik meskipun orang lain itu membenci kita, tapi yang lain bahkan menginginkan apa yang kita cita-citakan untuk diri.

Maka biarlah kita belajar mencintai musuh dengan cara menginginkan kebaikan dia, dengan cara rela kalau Tuhan mau kita pun mau berkorban untuk kebaikan dia. Kalau kita mau dia bertobat, kita rela bayar harga seperti apa. Kalau kita mau dia menjadi lebih baik, kita siap untuk membayar harga bahkan untuk orang kita tidak punya alasan untuk suka. Kiranya ini dipimpin oleh Tuhan sehingga langkah demi langkah kita mengadopsi sifat Tuhan yang agung ini. Etika Kristen yang terindah dan terpenting adalah pengampunan Tuhan yang kita jalankan dalam mengampuni orang yang membenci kita. Kiranya Tuhan menolong kita.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)