(Lukas 6: 42-45)
Lukas 6 yang menyatakan jangan menghakimi, ini tidak dimaksudkan untuk menyingkirkan keadilan Tuhan, tetapi dimaksudkan untuk menyingkirkan perasaan dendam dan tidak mau mengerti yang ada di dalam hati kita ketika kita dirugikan. Kita sudah membahas di dalam pembahasan yang lalu bagaimana Tuhan menuntut kita untuk belajar beberapa hal yaitu jangan memberikan belas kasihan kepada diri lebih besar dari pada kepada orang lain. Kalau kita ada dalam keadaan salah, kita pasti ingin orang yang sudah kita langgar mengampuni kita “berikan saya kesempatan lagi, berikan saya pengampunan”. Tetapi ketika orang lain bersalah kepada kita, kita tidak perlakukan dia dengan sama. Itu sebabnya dalam ayat-ayat sebelumnya melatih hati kita penuh dengan belas kasihan, gampang digerakan belas kasihan, gampang digerakan hati yang mau mengampuni, sehingga kalau pun kita menjalankan keadilan, kita jalankan demi kecintaan sifat bijaksana dan kebenaran Tuhan, bukan karena perasaan mau balas dendam. Kalau Saudara masih punya perasaan dendam, Saudara mengatas-namakan keadilan, kebanyakan itu bohong. Itu sebabnya problem yang mau ditangani dalam mengampuni adalah hati yang mau mengampuni itu yang Tuhan mau ajarkan. Hati yang bersih dan murni dibentuk oleh Tuhan dan disingkirkan dari segala macam kejahatan dan juga kepicikan, kepahitan, itu yang Tuhan mau. Orang Kristen tidak boleh mempunyai hati yang kepahitan, orang Kristen tidak boleh mempunyai hati yang terus-menerus jadi tempat sampah untuk segala kecemaran, harus perbaiki hati dan cara pertama adalah belajar punya kemurahan hati, belajar mengampuni, belajar ketika menghakimi, menghakimi dengan perasaan kasih, menghakimi dengan perasaan mau mengerti dahulu posisi orang lain. Sebab ketika kita yang berada dalam posisi dia, mungkin kita pun akan minta belas kasihan. Maka penghakiman yang tidak berdasarkan belas kasihan Tuhan akan timpakan kepada setiap orang yang tidak punya belas kasihan.

Maka bagian selanjutnya, di 3 ayat yang baru kita baca, Lukas masih membahas ajaran Yesus mengenai hati manusia. Kalau sebelumnya mengenai hati yang harus melatih kemurahan, maka dalam ayat 43-45 Tuhan Yesus mengajarkan bahwa apa yang ada dalam hati kita, ini juga yang akan keluar dari mulut. Orang bisa palsu antara hati dan mulut tetapi tidak mungkin kerjakan ini di dalam sepanjang hidupnya. Orang yang hatinya busuk kalimatnya juga busuk, orang yang hatinya bersih kalimatnya juga bersih. Apa yang ditanam di hati itu akan keluar di dalam ucapan mulutnya, maka kita mesti pikir baik-baik bagaimana menjadi berkat dalam mulut, yaitu dengan mempunyai hati yang bersih. Itu sebabnya di dalam Amsal dikatakan jagalah hatimu dengan segenap kewaspadaan, hati-hati gunakan hati. Hati-hati dengan hatimu. Dikatakan engkau harus menjaga dengan baik hatimu, sebab kehidupanmu akan terpancar dari situ. Hati yang bobrok akhirnya memunculkan kalimat yang bobrok karena hidup yang bobrok. Hati yang murni akhirnya akan mengeluarkan kalimat yang murni melalui kehidupan yang juga murni. Lalu di dalam Yakobus juga dikatakan apa yang yang kita katakan mesti kita pertimbangkan dengan baik-baik, jangan terlalu cepat bicara apalagi kalau sedang emosi. Waktu sedang emosi, tahan dulu, karena waktu emosi kita akan keluarkan kalimat yang mungkin kita sangat sesali tapi mau ambil lagi sudah tidak mungkin. Itu sebabnya di dalam Yakobus dikatakan hati-hati lidah itu adalah benda yang kecil tetapi sama seperti kemudi kapal itu kecil, bisa kemudikan kapal begitu besar, demikian juga lidahmu harus engkau bisa kemudikan karena itu menjadi bagian yang menunjukan siapa kamu. Maka di dalam Yakobus dikatakan kamu dengan mulut memuji Tuhan, dengan mulut yang sama memaki-maki orang, itu tidak boleh terjadi. Dari sumber air satu tidak boleh keluar jenis air yang berbeda. Satu sumber air, satu jenis air, satu mulut satu ucapan, kalau saya memuji Tuhan dengan mulut saya mesti melatih diri untuk mengucapkan kalimat yang juga memberkati orang lain. Itu sebabnya di dalam ayat ini digabungkan pengertian dari Yakobus maupun Amsal tadi, ini menjadi satu kesatuan yang indah sekali yaitu perkataan dijaga dengan cara menjaga hati kita. Saudara harus menjaga hati sehingga hati Saudara tidak menjadi cemar kemudian meluap perkataan yang akhirnya akan mempermalukan Tuhan. Bagaimana supaya hati kita bisa baik? Apa bedanya hati yang baik dan rusak? Di sini Tuhan Yesus mengatakan pohon baik menghasilkan buah yang baik, pohon yang baik maksudnya adalah hati, buah yang baik maksudnya adalah perkataan yang keluar dari mulut. Maka Tuhan Yesus mengatakan pohon baik buahnya baik, semak duri tidak akan hasilkan buah ara, pohon ara hasilkan buah ara. Pohon ara itu benar-benar indah, unik sekali, tumbuh dalam jangkauan yang bisa kita petik dan kita bisa nikmati dengan limpah, ini buah yang menjadi berkat. Lalu kalau Saudara lihat pohon jenis lain yang mirip pohon ara, orang kadang-kadang bisa salah mengerti, dikira ini pohon ara, mirip, tapi begitu coba singkirkan daunnya, baru sadar ini tipe lain yang ada durinya dan itu bukan pohon ara. Waktu dia coba singkirkan, tertusuk, ternyata ini bukan pohon ara. Maka makin ketahuan ketika kita lihat dari dekat, makin kelihatan ini pohon apa. Maka Tuhan katakan dari pohon yang berduri ini tidak mungkin keluar buah ara dan dari pohon ara pasti menghasilkan buah ara. Hati baik hasilkan kalimat baik, hati rusak menghasilkan perkataan-perkataan yang penuh dengan kerusakan. Itu sebabnya hati yang baik mesti kita miliki. Dan Alkitab mengatakan beberapa hal tentang hati yang baik.

Hal yang pertama adalah Alkitab mengajarkan kepada kita hati yang baik hanya mungkin terjadi kalau kita arahkan kepada tempat kudusnya Tuhan. Di dalam Mazmur 15 yang kita baca dikatakan “siapa yang boleh naik ke gunung di mana Tuhan bertahta? Orang yang murni hatinya”. Murni hati berarti dia tidak ada niat palsu di hadapan Tuhan. Dia datang pada Tuhan dengan ketulusan mau datang kepada Tuhan, mau mengenal Tuhan, mau mengasihi Tuhan, dia datang tanpa kepalsuan apa pun. Datang ke gunung di mana Tuhan bertahta, dengan hati yang murni, tidak ada niat manipulasi, tidak ada niat cari keuntungan dari Tuhan, tidak ada niat “kalau saya dekat sama Tuhan, saya bisa dapatkan apa”. Ini niat yang disingkirkan dari hati yang murni. Itu sebabnya hal pertama yang harus kita lakukan untuk mempunya hati yang baik adalah melatih alasan kita datang kepada Tuhan. Apa motivasi paling besar Saudara datang kepada Tuhan? Kalau motivasi Saudara paling besar adalah karena Saudara mau menikmati cinta kasih Tuhan, mau menikmati keselamatan yang Dia berikan dan mau menjadi anakNya yang hidup dalam ketulusan, kekudusan dan kebenaran demi menyenangkan hati Tuhan, inilah motivasi yang baik dan ini mesti dilatih. Alkitab tidak pernah mengajarkan hal-hal yang kita tidak mungkin lakukan, Alkitab mengajarkan hal-hal yang Tuhan tuntut karena kita sanggup kerjakan langkah demi langkah dalam pimpinan Roh Kudus. Maka Tuhan mengajarkan kepada kita untuk membiasakan diri mempunyai hati yang murni.

Hal kedua, Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa hati yang murni bukan hanya di hadapan Allah, tetapi juga dihadapan sesama. Saudara punya ketulusan ketika berelasi dengan seseorang, ini adalah hati yang baik. Orang baik ketika berelasi dengan orang tidak punya motivasi untuk rugikan orang lain. Tidak pernah punya motivasi untuk ambil keuntungan dari orang lain dengan cara merugikan orang lain. Tidak pernah punya motivasi jahat, tidak pernah punya motivasi bikin rugi siapa pun, ini harus yang kita miliki. Karena orang yang hatinya baik dia akan mempunyai kemurnian ketika berelasi dengan orang dan dengan demikian hatinya terpelihara menjadi hati yang diperkenan Tuhan dan perkataan yang muncul dari mulutnya pun akan muncul perkataan yang tulus seperti ini. Kita harus benar-benar peka melihat sekeliling kita, mana orang-orang yang mempunyai hati seperti ini. Ada orang yang begitu polos, begitu tulus mengerjakan apa pun untuk boleh menjadi berkat bagi orang lain, dan ini adalah orang yang baik. Kita terkadang rugikan orang dan kita terkadang menjadi orang yang menghalangi orang mendapatkan berkat, tetapi kalau itu kita lakukan karena ketidak-mengertian, karena keterbatasan kita, itu tidak apa-apa. Kita akan koreksi diri lagi kemudian kerjakan hal yang lebih baik. Tetapi kalau kita rugikan orang karena dari awal niat kita adalah jahat, di situ kita membuktikan diri bahwa kita mempunyai hati yang sangat jahat. Ada orang yang belum rugikan orang sudah merasa rugikan orang. Ada orang yang sudah tipu banyak orang, tidak rasa dia rugikan orang, ini yang paling celaka. Maka biarlah kita mempunyai hati yang tidak punya niat jahat kepada siapa pun.

Lalu hal yang ketiga, di dalam kitab suci diajarkan bahwa kita harus pelihara hati kita dengan terbiasa melihat berkat Tuhan. Banyak sekali orang kecewa kepada Tuhan karena orang gagal melihat berkat Tuhan. Yang dia lihat adalah keadaan hidup yang sulit, keadaan hidup yang penuh dengan penderitaan, keadaan hidup yang membuat dia tidak bisa bersyukur, akhirnya hatinya mulai simpan kepahitan. Dan yang lebih celaka lagi adalah ini kepahitan bukan dari sesama manusia tapi dari Tuhan. Mulai rasa pahit “mengapa Tuhan ijinkan saya mengalami ini, mengapa Tuhan biarkan saya begini”, mungkin orang itu sakit, mungkin orang itu menghadapi hidup yang penuh goncangan dan lain-lain, lalu dia mulai melatih hati melihat kesulitan dan penderitaan yang Tuhan biarkan dia jalani. Orang-orang seperti ini akhirnya menyimpan kepahitan di dalam hidup. Hatinya penuh kepahitan lalu keluarkan kalimat-kalimat yang menyakiti orang lain. Waktu diselidiki mengapa kalimatnya begitu jahat, ternyata yang membuat kalimatnya begitu jahat adalah hati yang begitu pahit. Ketika diselidiki mengapa hati begitu pahit? Karena kecewa sama Tuhan. Orang yang sedang mengalami kepahitan kepada Tuhan karena kecewa sama Tuhan, kita mesti ngomong apa? Di dalam Alkitab diajarkan oleh Tuhan kita tidak perlu memberikan penjelasan mengenai mengapa orang harus menderita. Tuhan tidak tertarik untuk menjelaskan. Waktu Ayub sengsara, Ayub tanya kepada Tuhan “Tuhan, mengapa saya sulit? Saya tidak salah kan”, teman-temannya mengatakan “tidak mungkin, kamu pasti berdosa, orang yang hidupnya seperti ini pasti berdosa. Apakah Ayub kurang saleh sehingga Tuhan harus bentuk lagi dia supaya lebih saleh? Tidak, apakah Ayub kurang di dalam mengasihi atau menaati Tuhan sehingga Tuhan perlu bentuk lagi? Tidak. Lalu mengapa Tuhan timpakan penderitaan kepada Ayub? Tidak ada jawaban, bahkan sampai akhir kitab, Tuhan tidak bicara memberikan penjelasan, Tuhan hanya bicara, lihatlah bintang-bintang, setelah itu lihatlah binatang-binatang. Makin simpan kepahitan, makin dalam kondisi hati yang buruk. Makin simpan ucapan syukur makin dalam keadaan hati yang baik. Inilah hal ketiga. Hal pertama pelihara hati dengan mengarahkan diri rindu datang kepada Tuhan dengan hati murni. Yang kedua, pelihara hati dengan punya motivasi yang murni waktu berelasi dengan orang lain. Lalu yang ketiga memelihara hati dengan menarik keluar semua kepahitan palsu dan mengisi dalam ucapan syukur yang sejati.

Hal yang keempat, kita bisa pelajari dari Magnificat, Maria. Maria mengatakan “jiwaku mengagungkan Tuhan, jiwaku memuliakan Tuhan, hatiku bersorak kepada Tuhan”, dia meninggikan Tuhan karena dia sadar Tuhan memperhatikan dia yang rendah. Ini hal keempat, hal keempat berarti melihat keagungan Tuhan sambil menyadari berapa rendahnya kita. Mulut kita mesti gampang terpukau dengan Tuhan. Kita sekarang hidup dalam zaman dimana orang sangat sulit terpukau, kecuali untuk hal yang baru. Tapi kalau orang cuma datang ketika ada tema setan, mujizat, sihir, dan lain-lain, orang itu akan terus dihibur oleh tindakan-tindakan yang sifatnya fenomenal, spektakuler dan lain-lain. Penginjil Yadi mengatakan kadang-kadang hamba Tuhan pun dituntut main sulap, kalau kali ini keluarkan ilustrasi, minggu depan mesti lain, minggu depan kalau bisa khotbah sambil main sepeda, minggu depannya lagi khotbah sambil akrobat atau apa pun, supaya orang terus tertarik untuk datang. Tapi orang yang terus tertarik untuk datang dengan hiburan palsu adalah orang-orang yang hidupnya sedang kosong, lalu dengan kekosongan dia mencari akhirnya menemukan hal-hal yang sifatnya begitu penuh dengan kepalsuan dan hanya menekankan image saja. Kita hidup dalam zaman seperti ini, tetapi kita mau kembali kepada apa yang Alkitab nyatakan sebagai iman yang stabil, yaitu iman yang senantiasa terpukau oleh hal-hal sehari-hari yang Tuhan nyatakan. Waktu Saudara baca ucapan bahagia Maria, Maria mengatakan “terpujulah Tuhan yang agung, Dia menyatakan perbuatan yang baik seperti yang sudah Dia lakukan kepada Abraham, Ishak, Yakub dab Israel”. Ini bukan pekerjaan baru, Tuhan sudah kerjakan dulu dan Maria bersyukur untuk apa yang Tuhan sudah pernah kerjakan dulu. Mari belajar menjadi orang yang gampang bersyukur, gampang kagum sama Tuhan. Pernahkan waktu makan makanan yang lumayan enak, lalu Saudara menjadi kagum sama Tuhan? Sudah jarang, kapan terakhir kali makan dan merasa kagum sama Tuhan? Kalau sudah lama, perbaiki. Saudara tidak akan mempunyai hati yang baik kecuali terbiasa meninggikan Tuhan. Dan sambil meninggikan Tuhan sambil kita juga menganggap diri kita rendah yang memang sudah rendah ini.

Poin kelima, hati yang baik adalah hati yang gampang lihat kebaikan orang lain. Gampang lihat kebaikan orang lain ini tandanya Saudara mempunyai hati yang baik. Kalau Saudara terbiasa lihat jeleknya orang, terbiasa lihat bobroknya orang, lama-lama jeleknya orang itu Saudara masukan ke hati, lama-lama hati Saudara menjadi tempat sampah. Tapi kalau Saudara lihat berliannya orang, lihat mutiaranya orang itu, lihat yang baik dari orang itu, lalu Saudara ambil semua, Saudara masukan dalam hati Saudara, hati Saudara akan menjadi toko perhiasan yang indah. Jadi Saudara mau hati Saudara jadi tempat sampah atau jadi tempat yang simpan perhiasan, terserah Saudara. Tapi setiap kali kita latih diri kita, ambil yang jelek dari orang dan masukan ke hati kita, hati kita akan menjadi kotoran dan itu sebabnya waktu bicara semua yang kotor yang keluar. Maka mari kita belajar punya mata yang peka lihat kebaikan orang lain. Saudara tidak rugi, malah penuh dengan bahagia, penuh dengan sukacita kalau orang disekeliling Saudara bisa tangkap kebaikannya, jangan tangkap jeleknya. Ini merupkan hal kelima.

Hal keenam adalah kebalikannya, hati yang baik mendoakan kejelekan orang lain. Kalau Saudara simpan kejelekan orang lain, hati Saudara menjadi tempat yang kotor. Kalau Saudara simpan kejelekan orang lain untuk didoakan, hati Saudara menjadi penampung anugerah Tuhan, makin doakan orang yang jelek, yang jahat, makin Saudara sadar Tuhan itu beranugerah dan makin hati Saudara mendapatkan berkat. Coba kalau Saudara bertemu dengan orang dan melihat jeleknya terus, kasihan sekali orang ini. Belajar mendoakan orang yang berdosa, orang yang punya kejelekan, kebobrokan apa, dia akan mulai menyadari anugerah Tuhan. Sebab saya berdoa kepada Tuhan yang mampu mengampuni orang itu. Berarti Tuhan itu baik sekali. Maka kita tidak dilatih menjadi orang yang polos, yang hanya melihat kebaikan orang tanpa tahu orang itu ada sisi jeleknya. Kita mesti menjadi orang yang cerdik, yang tahu apa kerusakan yang terjadi pada diri orang lain, tapi yang membawa itu untuk didoakan di hadapan Tuhan. Jangan jadi orang yang terus ceritakan kejelekan orang lain. Saudara kalau datang ke saya sebagai hamba Tuhan dan mengatakan “saya menceritakan kejelekan orang ini karena saya berharap engkau yang tolong dia, dan saya tidak tahu lagi bagaimana caranya, maka saya harus cerita”, itu tidak termasuk kejahatan. Itu hati yang baik, cerita ke saya demi kebaikan orang itu. Tapi kalau Saudara cerita demi kesenangan bercerita, entah mengapa ada orang yang menemukan dirinya senang waktu menceritakan kejelekan orang lain. Waktu sudah cerita, rasanya puas hatinya, ini orang jahat. Orang yang baik hatinya, simpan banyak dosa. Dalam 1 Korintus 13 dikatakan “kasih menutupi banyak pelanggaran”, “saya tahu kamu banyak salah, tapi sudah saya tutup dulu, semoga ada belas kasihan Tuhan dan anugerah supaya kamu bisa bertobat”. Ketika orang itu bertobat, kita tidak harus menjadi orang yang berbagian di dalam kesalahan membongkar kejelekan orang dan akhirnya membuat pekerjaan Tuhan yang dilakukan lewat orang itu menjadi ikut tercemar karena kejelekan yang kita bagikan. Maka kesenangan menceritakan kejelekan orang lain merupakan bentuk pernyataan dari hati yang picik, hati yang bersukacita ketika ada orang lain mendapatkan sengsara. Tapi ketika kita belajar untuk simpan kejelekan orang lain, belajar untuk tidak sebarkan, berhenti di saya. Maka Saudara akan belajar menjadi orang yang hatinya penuh dengan kemurahan dan membawa kepada Tuhan setiap permasalahan dari saudara-saudara seiman. Ada satu majelis kita di pusat, satu kali ada seorang pengurus yang masih muda datang dan mengatakan “hamba Tuhan saya ada satu kejelekannya yang perlu kamu tahu, mau dengar tidak?”, majelis itu dengan tenang mengatakan “jangan ngomong ke saya, ngomong ke Tuhan, dia hamba Tuhan bukan hamba saya. Kalau kamu temukan kejelekan hamba saya, beri tahu saya, kalau kamu temukan kejelekan hamba Tuhan, beri tahu Tuhan”. Jangan jadi orang yang membuat kalimat-kalimat merugikan orang, jangan jadi orang yang mengeluarkan kalimat-kalimat hanya untuk membuat hati lega, lalu keluarkan kalimat marah, kalimat maki orang, kalimat kasar, supaya hati menjadi lega. Jangan keluarkan kalimat picik yang terus mengeluarkan kalimat-kalimat yang tidak sepantasnya dikeluarkan, yang tidak sepantasnya untuk dijadikan alasan untuk dirinya merasa begitu rendah dan begitu penuh penderitaan. Biasakan punya kalimat yang baik yang keluar dari hati yang baik. Kita melatih diri kita sebab Tuhan Yesus mengingatkan pohon yang baik, yang sudah ada di dalam Kristus, mesti dikenal orang lewat buahnya. Kiranya Tuhan menolong kita, memampukan kita untuk melayani dengan cara yang tepat di dalam perkataan dan perbuatan kita.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)