(Lukas 11: 37-44)
Untuk memahami ayat 37-54, kita mesti mengerti dulu apa yang menjadi latar belakang orang Yahudi. Apa yang dimaksudkan oleh orang Farisi ini? Mengapa dia mengundang Tuhan Yesus makan? Lalu waktu Yesus tidak cuci tangan, dia marah. Apakah karena tidak cuci tangan maka dia ingin membunuh Yesus? Mengapa cuci tangan? Bagi orang Yahudi makan bersama itu punya beberapa pengertian yang kita harus tahu dulu. Dan mengapa kita mesti tahu? Karena kita adalah umat Tuhan, kita lanjutkan apa yang Tuhan kerjakan melalui Israel. Sekarang Tuhan bekerja tidak pakai Israel secara fisik, sekarang Tuhan bekerja pakai Israel rohani yaitu kita, dan Tuhan melanjutkan pekerjaanNya sejak awal. Karena itu kita mesti tahu dulu apa yang mereka maksudkan ketika mereka mengadakan makan bersama. Yang pertama, orang Israel makan bersama untuk mengakui bahwa Tuhan memberikan berkatNya untuk dinikmati bersama, bukan untuk individu. Aspek kedua, ini adalah aspek yang lebih menekankan keadilan, keseimbangan. Waktu umat Tuhan menikmati makan, mereka melakukan makan bersama supaya tidak ada yang kurang. Jadi mereka mau memastikan di dalam makan bersama tidak ada yang lapar. Saya menikmati makanan dan saya pastikan di dalam komunitas ini tidak ada yang lapar, semua dapat. Ini sebabnya ada makan bersama. Ketiga, makan bersama menunjukan siapa temanku, siapa yang bukan. Keintiman makan bersama adalah keintiman di dalam identitas “saya adalah umat Tuhan, begitu juga orang-orang yang bersama-sama di dalam komunitas yang makan bersama ini”. Lalu yang keempat, makan bersama itu berkait dengan eskatologi. Orang Yahudi mempunyai konsep bahwa pada zaman akhir nanti, ketika Tuhan datang dan memulihkan kerajaanNya, Dia akan mengundang orang-orang Israel untuk makan. Tapi tidak semua diundang, hanya yang setia. Kalau kita belajar untuk menerapkan 4 konsep ini, baru terasa bahwa persekutuan makan itu lebih indah dari pada yang kita kenal selama ini.

Tapi ada problem, yaitu kalau makan itu penting dan makan bersama menunjukan identitas umat Tuhan, berarti yang bukan umat tidak boleh ikut, yang bukan umat tidak boleh berbagian. Itu sebabnya orang Yahudi sangat anti makan bersama dengan orang non-Yahudi. Orang Yahudi tidak boleh masuk ke rumah orang kafir, orang Yahudi tidak boleh makan satu meja dengan orang non-Yahudi, orang Yahudi hanya boleh makan satu meja dengan orang Yahudi, karena makan itu sangat menyatakan identitas orang Israel. Jadi identitas umat Tuhan itu sangat ditunjukan lewat apa yang mereka makan dan dengan siapa mereka makan, dua hal ini tidak bisa dipisah. Itu sebabnya mereka tidak berbagi persekutuan makan dengan orang bukan Yahudi. Tapi Yesus sudah menyatakan perjamuan makannya itu bukan perjamuan makan biasa, melainkan diriNya sendiri di dalam Perjamuan Kudus. Jadi Perjamuan Kudus menggenapi konsep makan bersamanya orang Yahudi, ini pengertian yang sangat penting untuk kita ketahui. Saudara lost konsep ini, banyak pengertian di Alkitab yang Saudara tidak mengerti, akhirnya tafsirkan secara ngaco dan bagikan sesuatu yang tidak dimaksudkan oleh Kitab Suci. Jadi mengapa Perjamuan Kudus hanya untuk orang yang sudah dibaptis atau sudah sidi yang boleh ikut? Karena inilah penggenapan makan bersama itu. Maka orang Farisi ini mengundang banyak orang, ada beberapa Ahli Taurat, semua satu per satu membasuh tangan, giliran Yesus, Dia langsung masuk. Semua orang kaget. yang paling kasihan adalah murid-murid “kita bagaimana? Cuci jangan? Kalau tidak cuci akan dimarahi tuan rumah, kalau cuci dimarahi Yesus. Lebih takut dimarahi Yesus, jadi masuk saja”, jadi mereka juga tidak cuci tangan. Maka pemilik rumah ini heran “kok berani orang ini tidak cuci tangan”. Jadi ini bukan sekedar sehat atau tidak sehat, tapi ini sekedar “kamu menghargai saya sebagai remnant atau bukan”.

Yesus mau memberikan pesan baru “kamu bukan umat remnant itu jika kamu masih gagal menjalankan apa yang Taurat tuntut”. Ini prinsip yang Yesus mau bagikan “kamu bukan orang sisa itu, kamu justru orang yang dibilang celaka oleh Tuhan. Karena kamu tidak menjalankan apa yang harusnya dijalankan oleh orang remnant”. Orang ini melihat Yesus dan marah, tapi dalam hati. Lalu Yesus mulai mengatakan, di ayat 39 “tapi Tuhan berkata kepadanya, kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan”, ini adalah praktek yang ditulis dalam Imamat 11 dan 15. Perangkat makan, kalau perjamuan makan, semuanya harus bersih. Yesus kalau memberikan ilustrasi tidak pernah lari dari konteks, kalau Dia sedang memarahi orang dalam konteks makan, Dia akan pakai contoh-contoh di dalam peralatan makan. Di dalam Imamat 11 dan 15, itu ada aturan tentang yang haram dan halal, yang najis dan tidak. Saya awalnya bingung mengapa Imamat penuh dengan pernyataan “ini najis, ini najis”, banyak sekali yang dinajiskan. Mengapa banyak sekali pernyataan najis? Sebenarnya yang Taurat mau tekankan itu bukan najisnya tapi pemulihannya. Jadi Tuhan sedang mengajarkan akan ada kelompok yang nanti akan dipanggil, mereka tadinya najis tapi kamu harus belajar menerima. Ini yang mau ditekankan, meskipun di dalam Taurat dikatakan “orang yang sakit kusta mesti diusir keluar perkemahan, tapi ada masa dimana mereka pulih, mereka harus disambut kembali”, inilah tekanannya. Jadi tidak ada orang yang dinyatakan najis tanpa ada pemulihan, “setelah kamu bersih, basuh dirimu dan kamu kembali ke dalam umat Tuhan”. Mereka melakukan tindakan luar, membasuh tapi dirinya tidak dibasuh. Ini adalah ajaran yang mirip dengan ajaran di kitab para nabi, di dalam Yeremia, Yesaya, Yehezkiel, 3 nabi yang menekankan satu hal yaitu sunat hati. Mengapa orang tidak nyaman membicarakan sunat? Karena ini adalah hal yang memalukan, hal yang kotor dan hal yang menjijikan. Tidak ada seorang pun yang meskipun dia bangga dirinya bersunat, dia tidak akan pamerkan tanda sunatnya. Jadi meskipun saya sebagai kelompok bersunat adalah orang mulia, tapi tanda yang Tuhan pakai begitu hina dan mempermalukan. Karena tadinya umat Tuhan adalah orang berdosa, sekarang boleh dipulihkan, tadinya penyembah berhala sekarang dipanggil, tadinya orang duniawi sekarang dipanggil, tadinya begitu bobrok sekarang dipanggil.

Bagaimana membuang diri yang lama? Simbolnya ada pada sunat. Sampai kapan simbol ini? Sampai yang menggenapi simbol ini muncul, yaitu Kristus. Dan Kristus datang menjadi penggenap dari lambang sunat, Dialah yang dipermalukan itu. Dialah yang dijadikan kotor itu, Dialah yang meneteskan darah. Sunat melambangkan hal yang memalukan, hal yang kotor dan darah. Demikian Kristus menjadi yang dipermalukan, yang diberikan kotoran kita, dosa kita, dan Dia meneteskan darahNya, mencurahkan darahNya di atas kayu salib. Jadi Dialah penggenap sunat itu. Tapi peraturan ini menjadi satu pendorong yang penuh gairah bagi orang yang rela lakukan. Inilah cara membedakannya. Maka Yesus mengatakan “kamu bersihkan di luar untuk apa? kamu kerjakan secara kelihatan untuk apa? apakah engkau mengerjakan karena cintamu kepada Tuhan atau kamu kerjakan untuk menutupi dalammu yang kotor?”. Di sini Yesus mengatakan “kamu seperti alat makan yang kotor, yang kalau dibersihkan di luar, dalamnya itu penuh dengan makanan, yang meskipun halal tapi hasil rampokan”, di sini dikatakan “penuh rampasan dan kejahatan”. Ini satu ilustrasi lagi yang sering diperdebatkan para rabi. Para rabi banyak perdebatan-perdebatan yang intinya dipakai Yesus untuk sindir mereka. Jadi mereka pernah berdebat “kalau ada piring penuh dengan makanan haram dan piring yang lain penuh dengan makanan lain hasil rampokan. Mana yang boleh dan yang tidak boleh?”, pasti kedua-duanya tidak boleh, yang satu meskipun halal tapi hasil rampokan, pasti haram jadinya. Maka Yesus mengatakan “memang kamu makan makanan halal tapi hasil dari merampok”. Yesus mengatakan “kamu itu orang-orang yang membersihkan di luar, tapi dalamnya tidak harus bersih”. Di ayat 41 Dia mengatakan “berikanlah isinya sebagai sedekah, persembahkan hatimu. Jika engkau mempersembahkan hatimu, maka semuanya menjadi bersih bagimu”. Taurat yang lain akan dikerjakan dengan rela karena hati yang dipersembahkan. Mengapa orang Farisi gagal melakukan ini? Karena mereka menjalankan Taurat demi menekankan betapa hebatnya mereka sebagai kaum pilihan. Ini ironis, karena usaha mereka untuk membuktikan bahwa diri mereka kaum pilihan, membuat mereka menjalankan tugas yang tidak dengan sepenuh hati mereka kerjakan.

Apa tandanya kaum pilihan? “Rajin ibadah”, “kalau begitu rajin ibadah dong, jangan malas”, “ya terpaksa ibadah”, ini namanya menunjukan diri sebagai remnant dengan cara praktek luar. Maka Tuhan Yesus menegur orang Farisi karena mereka adalah orang-orang yang memperhatikan ekspresi di luar dari sesuatu yang tidak ada di dalam. Maka mereka makin menunjukan diri sebagai orang pilihan dan makin menghina yang lain. Itu sebabnya di ayat 42 Yesus mulai mengatakan “celaka”, “celaka” ini harusnya diberikan pada yang kafir, Israel yang hidup secara kafir. Tapi Tuhan justru mengatakan kepada yang mengklaim diri sebagai remnant, sebagai kaum sisa. Yesus mengatakan “celakalah kamu hai orang Farisi, sebab kamu membayar persepuluhan tetapi mengabaikan keadilan dan kasih Allah”. Persepuluhan adalah hal yang dikhususkan dan ini sangat tegas sekali di kitab suci. Kata yang dikhususkan, itu sangat Tuhan perhatikan. Ada hal yang Tuhan khususkan untuk Bait Suci, ada yang Tuhan khususkan untuk imam, ada yang Tuhan khususkan untuk ditumpas. Yang dikhususkan diambil, itu dosanya besar sekali, harus dihukum mati. Jadi mengambil yang Tuhan khususkan itu hukumannya mati. Itu sebabnya Akhan dilempar batu sampai mati, lalu dibuatkan tugu peringatan, inilah Akhan yang sudah mengambil barang-barang yang dikhususkan oleh Tuhan. Jadi dikhususkan itu sesuatu yang penting sekali. Ini bukan main-main, perpuluhan itu bukan kerelaan Saudara. Ini adalah sesuatu yang Tuhan berikan dengan anugerah untuk kita dapatkan untuk kita berikan, jadi ini numpang lewat di kita. Mengapa numpang lewat? Karena Tuhan ingin kita dapat bagian dalam memberi. Jadi ada orang-orang yang setia seperti ini, setia bukan karena mau buang kutuk, karena mereka tahu ini dikhususkan untuk Tuhan. Tapi orang-orang Farisi itu celaka karena mereka memberi perpuluhan dengan mengabaikan keadilan dan kasih. Mereka tidak pernah peduli orang yang miskin, tidak peduli orang yang sulit, mereka tidak pernah peduli orang pinggiran di Israel. Dan ini yang Tuhan tuntut ada pada diri orang Farisi, “kamu begitu setia kepada perpuluhan, harap kamu setia karena kamu begitu peduli dengan keadilan dan belas kasihan. Kamu begitu peduli dengan orang asing di daerahmu yang tidak tahu mau makan apa. Kamu begitu peduli dengan orang yang kurang. Kalau ini ada padamu, silahkan, tunjukan kesetiaanmu itu dalam perpuluhan dan banggakan itu kalau mau. Tetapi ini adalah orang-orang yang tidak peduli apa pun kecuali praktek, “saya sudah kerjakan ini. Beres”. Orang-orang yang tidak pernah rugi untuk orang lain, meskipun sedikit tidak apa-apa asal untung, ini orang yang punya mental begitu kotor. Maka Tuhan mengatakan kamu mengabaikan keadilan dan kasih Allah, keadilan di dalam perpuluhan dan persembahan.

Lalu ayat 43 “celakalah kamu sebab kamu suka duduk di tempat terdepan rumah ibadat”, ini bukan menyindir yang duduk di depan. Orang sering duduk di belakang, lalu ketika diminta oleh usher “pak, mohon isi yang depan dulu”, lalu mengatakan “hai usher, pernahkah kamu membaca Lukas 11:43, celaka kalau duduk di depan, kamu mau mencelakakan saya?”, bukan. Orang-orang yang datang beribadah, yang di depan itu adalah orang yang akan membacakan firman atau orang-orang yang dianggap penting, jadi ada kursi pentingnya. Dan orang-orang Farisi merasa dirinya kelompok spesial itu dan harus duduk di tempat yang penting dan dihargai. Jadi ini masalah penghargaan, apakah engkau menghargai saya, kalau di dalam ibadah saya tidak dihargai, saya bisa marah “mengapa engkau tidak hargai saya? Tidak tahukah kamu siapa saya?”. Ini yang dimaksudkan, orang yang mencari penghormatan karena aku remnant, aku mau dihormati. Ini prinsip yang salah, karena kaum remnant itu justru yang seringkali jadi yang tertindas, dihina, tapi mereka tetap mendoakan orang mayoritas yang menindas mereka. Ayat 44 “celakalah kamu sebab kamu sama seperti kubur yang tidak memakai tanda”. Bagi orang Yahudi, kubur adalah hal yang najis, tidak boleh jalan di atas kuburan, tidak boleh tinggal di dekat kuburan. Karena kematian adalah hal yang sangat mengacaukan pekerjaan yang Tuhan mau kerjakan dalam diri manusia. Upah dosa adalah maut dan ketika orang sudah mati itu dianggap sebagai keadaan yang sudah terpisah dari bahagia yang Tuhan nyatakan di bumi. Tuhan mau nyatakan banyak bahagia di bumi dan orang mati sudah tidak berbagian lagi. Itu sebabnya di dalam Perjanjian Lama, kematian adalah hal yang sangat negatif, berbeda dengan Perjanjian Baru, dimana kematian itu dilihat sebagai sesuatu yang memberikan pengharapan baru. Maka di dalam pengertian orang Perjanjian Lama, kuburan adalah hal yang najis. Dan yang paling najis lagi adalah kuburan yang tidak ada tanda. Dan ini pun menjadi perdebatan, “kalau saya berjalan di atas kuburan, saya najis. Tapi kalau saya jalan di tempat yang tidak diketahui di dalamnya ada orang pernah dikubur, najis tidak?”, ini ada perdebatan lagi, ada kelompok yang bilang “tidak, misalnya ada perang orang Israel mati, lalu dikubur di satu tempat. Jadi orang Yahudi aneh-aneh saja, semua diperdebatkan. Bahkan dihari Sabat apa yang boleh dan tidak itu pun diperdebatkan. Dulu orang-orang Yahudi ada perjalanan Sabat yaitu orang tidak boleh berjalan lebih dari 1km, kalau sudah lebihitu melanggar Sabat. Banyak orang Kristen sekarang yang kebablasan sok Yahudi-yahudian, Banyak di antara kita yang tidak mengerti antara penggenapan Kristus dan aplikasi Taurat, kita masih perlu sekali belajar. Di dalam bagian ini kuburan adalah hal yang najis, tidak boleh lewat di atasnya, dan Yesus mengatakan “kamulah itu, karena orang tidak tahu kamu didalamnya mati, kamu di dalamnya kotor dan penuh kenajisan. Luarnya kelihatan begitu bagus maka kamu seperti kubur”.

Di sini Yesus menyatakan bahwa kaum remnant yang dipahami oleh orang Farisi salah total. Ini bukan kaum eksklusif yang lebih baik dari yang lain, ini adalah kaum eksklusif yang memang lebih baik dari yang lain tapi rela sama dengan yang lain di dalam cara hidup dan di dalam menghidupi sehari-hari, ini bedanya remnant dan orang Farisi. Orang Farisi merasa diri remnant lalu mengundang orang dan mengatakan “ayo basuh tangan, karena kita ini kaum spesial”, tapi itu bukan yang Yesus ajarkan. Di dalam Lukas 22 Yesus merombak caranya lalu beri tahu yang baru “inilah perjamuan yang sejati”. Apa perjamuan yang sejati? Hanya umat pilihan yang boleh datang, waktu itu Yudas sudah tidak ada. Lalu Yesus mulai memecahkan roti dan Dia mengatakan “perbuatlah ini untuk mengingat Aku”, perbuatan memecahkan roti. Yesus mengatakan roti itu adalah tubuhNya, “Aku pecahkan tubuhku demi komunitas, maka kamu harus mengingat Aku dengan cara rela memecahkan tubuh demi kepentingan orang lain”. Jadi inilah bedanya kaum remnant-Nya Yesus dengan kaum remnant orang Farisi. Kaum remnant Farisi adalah kelompok yang lebih baik dari yang lain. Kelompok remnant Tuhan Yesus adalah kelompok yang lebih baik dari yang lain tapi rela hancur demi yang lain, ini bedanya. Kalau Saudara sama dengan dunia, tidak perlu dibilang lagi. Yang lebih baik dari dunia, tapi rela sama, itu boleh ngomong. Jadi siapakah kaum pilihan? Siapakah umat sisa? Umat sisa adalah orang yang lebih baik dari dunia ini tapi diperlakukan sama dengan dunia ini. Orang yang lebih baik dari dunia ini tapi tidak dapat kemuliaan yang lebih dari dunia ini, orang yang rela memecahkan dirinya demi dunia ini. Harap kita menjadi komunitas yang demikian. Saudara dan saya mempunyai identitas di dalam Kristus, bukan dari dunia ini. Dan sebagai umat yang dipilih Kristus, biarlah kita menjadi satu dengan Dia di dalam kerelaan mengerjakan apa yang perlu untuk kebahagiaan dunia ini. Tidak ada keangkuhan sama sekali, tidak ada kerinduan untuk ditinggikan. Yang ada adalah kerinduan supaya orang lain dibangkitkan, dimurnikan dan menjadi baik di hadapan Tuhan.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkotbah)