(Lukas 17: 1-10)
Apa yang ada dalam pasal 14-17, kalau Saudara baca inti dari pasal ini adalah pertikaian Yesus dengan orang Farisi. Yesus mengatakan siapa yang mau menjadi murid harus membenci orang tuanya, harus benci saudara-saudaranya, kita sudah membahas ini, benci tidak berarti mendendam atau murka atau marah, benci berarti mengasihi dengan derajat yang lebih rendah, karena perbandingan di dalam cara Yahudi berbahasa itu tidak ada. Saudara tidak bisa mengatakan “saya suka yang satu dan kurang suka yang satu”, Saudara hanya bisa mengatakan “saya suka yang satu dan benci yang satu”, ini cara berbahasa untuk mengatakan pilihan kepada yang satu dan pengabaian kepada yang lain. Maka tidak ada ajaran Yesus yang menyuruh kita membenci, tapi Yesus mengatakan “jika engkau memilih Yesus, engkau harus mencintai Dia sampai cintamu kepada Dia itu menjadi yang paling utama dibandingkan cintamu dengan yang lain”. Ini yang Yesus katakan dalam pasal 14, dan setelah itu ada pertikaian karena ada orang Farisi, Ahli Taurat mengatakan “mengapa Dia makan bersama dengan orang berdosa? Mengapa Dia duduk semeja dengan pendosa-pendosa yang ada di dalam masyarakat? Mengapa Dia pilih kelompok yang hina lalu duduk makan bersama dengan mereka?”. Sejak itu sampai pasal 17 ada pertikaian, Yesus menjawab mereka dengan 3 contoh. Contoh pertama adalah adanya domba yang hilang, contoh kedua adalah dirham yang hilang, lalu perumpamaan ketiga adalah anak yang hilang. Setelah itu Yesus membalikan kembali tuduhan orang Yahudi kepada Dia dengan dia membalikan kepada orang Farisi dengan mengatakan “kamu adalah hamba uang”. Maka di dalam pasal 16 ada berita tentang keuangan, siapa menyembah mamon dia tidak mungkin layak menyembah Tuhan. Lalu setelah itu Yesus melanjutkan dengan memberikan perumpamaan orang kaya dan Lazarus, siapa yang diperkenan oleh Tuhan? Lazarus, siapa yang dibuang oleh Tuhan? Si orang kaya ini. Bagian ini terus dilanjutkan sampai kalimat penutup di pasal 17 yang kita baru baca. Jadi Saudara harus melihat ini sebagai satu kisah, sebelum Yesus melanjutkan perjalanan lain dan ada kisah lain yang mau dibagikan. Skill untuk membaca narasi sangat diperlukan untuk membaca Kitab Suci. Itu sebabnya semakin kita mendengar kotbah, semakin kita sanggup membaca sendiri Kitab Suci. Bukan hanya dengar lalu terima apa pun yang dikatakan, tetapi kita semakin sanggup membaca Kitab Suci.

Banyak orang yang tadinya penuh dengan dosa mau kembali kepada Tuhan Yesus, jangan berikan halangan untuk mereka datang kepada Tuhan. Tapi orang Farisi justru membangun halangan, karena mereka punya pola pikir bahwa mereka adalah kelompok eksklusif, dan siapa mau masuk kelompok mereka harus dibatasi dengan pembatas yang berat, yang tinggi, yang tidak mudah dilewati, karena mereka kelompok eksklusif. Bagian ini sedang menyindir bukan saja apa yang terjadi pada abad ke-1, tapi juga apa yang terjadi sekarang. Manusia sangat senang membuat kelompok di mana mereka adalah yang eksklusif, yang elit, sedangkan kelompok lain adalah yang diluar, betapa senang kalau kita punya kelompok elit dimana orang lain tidak mengerti yang kita maksud dan orang lain sulit bergabung dengan kita. Ada kecenderungan ini di dalam diri kita dan Saudara mesti sadari hal ini. Kalau tidak sadar, sulit untuk memahami Injil. Nanti saya akan bahas mengapa kita sulit datang kepada Tuhan dengan penuh-penuhnya. Kalau kita membuat pembatas, ada kelompok yang boleh dan ada yang tidak, maka kita tidak mungkin mengenal isi hati Tuhan. Tuhan kita bukan Tuhan yang seperti itu. Tapi waktu kita memberikan pembatas, “saya kelompok elit, orang lain tidak boleh masuk”, kita menjadi sama dengan orang Farisi itu, dengan Ahli Taurat yang menyindir Yesus karena Yesus makan bersama-sama orang berdosa. Kita seringkali berada dalam keadaan ini, kita punya kelompok dan kita nyaman di dalamnya, lalu orang lain sulit untuk masuk ke dalam. Yesus mengatakan jangan seperti itu, kamu lihat pelacur, pemungut cukai, tegur mereka, bertobatlah kamu. Beri mereka peringatan yang keras tapi setelah itu buka pintu untuk pengampunan. Peringatan dan pengampunan. Orang cuma beri pengampunan tanpa peringatan itu salah, orang cuma beri peringatan tanpa pengampunan itu juga salah. Waktu saya mengatakan “bertobatlah kamu”, orang itu mengatakan “iya saya mau bertobat”, harus terima. Dan inilah yang Yesus ajarkan, jangan seperti mereka orang-orang Farisi karena mereka tidak bisa diperingatkan lagi. Bukan berarti Tuhan Yesus mengatakan “kita insider, orang Farisi itu outsider”. Yesus mengatakan “kamu harus berhenti sombong, mari kembali menjadi umat yang benar, terima Aku sebagai Mesiasmu dan hidup dengan cara Aku yang lemah lembut dan rendah hati”, tapi mereka tidak mau. Karena keengganan mereka untuk kembali ke Tuhan, maka Yesus mengatakan “jangan seperti mereka”. Bagaimana supaya tidak seperti mereka? Engkau harus punya jiwa yang mau mengampuni, mengatakan kepada orang berdosa “kamu berdosa”, tapi menyiapkan kalau mereka mau datang dan bertobat. Jika Saudaramu berbuat dosa, tegur dia, marahi dia, kalau perlu bentak dia. Tapi kalau dia bertobat, ampuni dia. Dia berdosa lagi, tegur lagi, kalau perlu bentak lagi. Waktu dia minta ampun, terima lagi. Sampai berapa kali? Yesus bilang 7 kali dalam sehari, sampai berapa hari? Tidak terbatas. Ini untuk orang yang disalahi bukan yang menyalahi. Orang kalau dengar kotbah selalu ambil posisi yang menguntungkan diri sendiri, maka yang sedang bersalah tutup telinga jangan dengar, yang sedang disalahi dengar baik-baik, kalau kamu dilanggar dalam sehari sampai 7 kali pun, Tuhan mengatakan jika yang melanggar itu mengatakan “maafkan saya, saya menyesal, saya benar-benar minta ampun”, kamu harus siap terima dia kembali. Tapi saya tidak katakan ini untuk orang yang sembarangan berdosa. Yang sembarangan berdosa tidak berhak mendapat kesempatan. Saudara mengabaikan pengampunan, Saudara tidak berhak mendapat pengampunan, ini kalimat yang adil. Tuhan kita adalah Tuhan yang akhirnya buang Israel ke Babel. Mengapa dibuang? Karena ada saat di mana orang tidak lagi boleh dapat pengampunan.
Maka ketika Tuhan Yesus mengatakan “tujuh kali dia bersalah kepadamu, tetapi dia kembali dan mengatakan aku menyesal, engkau harus mengampuni dia”, rasul-rsaul itu mengatakan “Tuhan, iman kami terlalu kecil, tidak sanggup. Mana bisa kami ampuni orang, kami tidak sanggup. Tolong tambahkan iman kami”. Yesus mengatakan “kamu tidak punya iman yang kecil, kamu tidak punya iman” Terkadang Yesus berbicara sangat keras. Tuhan kita mengatakan “kalau benar kamu punya iman, kamu akan jalankan. Meskipun cuma sekecil biji sesawi”. Biji sesawi itu ukurannya seperti bekas titikan jarum di kertas, itu satu biji sesawi, sekecil itu. Kalimat berikutnya, Saudara tidak perlu tersesat dalam menerjemahkan ini, “jika engkau punya iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat mengatakan kepada pohon ara ini: terbantunlah engkau dan tertanamlah di laut, dan ia akan taat kepadamu”, ini kalimat yang sering dicabut di luar konteksnya. Bayangkan kalau semua orang beriman memindahkan gunung, kita akan bingung sekali. Tidak dimaksudkan seperti itu, yang Yesus maksudkan ini adalah pepatah yang umum pada waktu itu, ini bukan ajaran Tuhan Yesus, ini pepatah yang umum dikatakan orang. Orang berkata “kalau kamu beriman, gunung pun akan tercampak ke laut”, maksudnya penghakiman Tuhan pasti datang. Jangan takut, Dia akan menghakimi, bangsa lain menindas kita, jangan takut, berimanlah Tuhan akan menghakimi mereka. Itu namanya iman yang memindahkan gunung. Iman yang melihat tangan Tuhan akan memperbaiki semuanya, meskipun sekarang tidak kelihatan, itu maksudnya. Tuhan Yesus mengatakan kalau kamu biasa mengeluarkan kalimat itu, beriman untuk pindahkan gunung, ini sekarang lebih kecil, maka Tuhan Yesus mengatakan “jika kamu punya iman sebesar biji sesawi, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini”, ini spesifik berarti ada pohon ara di dekat mereka dan Tuhan Yesus menunjuknya. Yesus sedang tidak mengatakan gunung, pohon ara dan gunung harusnya lebih besar gunung, ini hanya pohon ara. “Kalau kamu punya iman sekecil itu, pohon ara ini bisa dibuang”, maksud Yesus adalah pengampunan bukan hal yang sulit kalau kamu beriman. Masalahnya bukan tambah iman, masalahnya kamu tidak ada iman. Orang sedang susah, diberitakan berita seperti ini. Terkadang konseling biblical itu agak berat, terkadang pendeta pun tidak tega. Saya pernah membaca buku Jay Adams, dikatakan kalau mau cara Paulus konseling orang atau Yesus konseling orang, Saudara harus punya ketegaan dalam hati. Bayangkan ada orang berkata “saya ditipu, saya tidak sanggup mengampuni dia”, lalu Saudara mengatakan “hai kamu yang tidak beriman, jika ada iman sedikit saja di dalam hatimu, kamu akan sanggup”, rasanya terlalu berat, tapi ini Yesus lakukan bukan pada konteks itu. Yesus ketika bicara secara umum, Dia akan bicara keras. Tapi kalau sedang berhadapan dengan orang yang sedang hancur, Dia tidak pernah ucapkan kalimat sekeras ini.

Lalu bagaimana punya iman? Inilah yang diajarkan di ayat 7-10. Seringkali kita perlakukan ayat 7-10 sebagai bagian yang berbeda. Ayat 1-6 selesai, the end. Lalu sekarang ayat 7-10 cerita baru, jadilah hamba yang baik. Tapi ayat ini dimaksudkan untuk tidak dipisah, sayangnya LAI tambahkan tuan dan hamba sebagai pemisah, sehingga kita berpikir antara ayat 6 dan 7 ada 2 kisah yang berbeda, padahal tidak. Karena Yesus sedang mengajarkan bagaimana cara beriman. Coba pikirkan, murid-murdi sedang berkumpul, Yesus mengatakan “kamu bukan perlu ditambahkan iman, kamu tidak punya iman, karena kalau ada kecil saja kamu akan sanggup berkata kepada pohon ara ini untuk terbantun di laut”. Setelah Yesus mengatakan itu, kotbah selesai. Ada solusinya? Apakah murid-murid punya iman? Tidak, lalu bagaimana caranya punya iman? Tidak diberi tahu. Apakah seperti itu? Tidak, lalu bagaimana supaya punya iman? Ayat 7-10, Yesus mengajarkan kepada para murid bagaimana punya iman sebesar biji sesawi. Yesus memberikan perumpamaan, siapa diantara kamu yang punya hamba yang membajak dan menggembalakan ternak, berkata kepada hamba itu “sudah selesai kerja? Makan dulu yuk”, tidak, dia akan menyuruh orang itu untuk sediakan makanan dulu. Jadi Yesus mengatakan bagaimana cara beriman, perlakukan dirimu sebagai hamba dan Allah sebagai Tuan. Allah tidak meminta Saudara memperlakukan dengan cara tidak adil, Tuhan minta Saudara perlakukan dengan adil. Cara Saudara perlakukan hamba adalah cara yang Saudara boleh harap Tuhan perlakukan kepada Saudara. Maka siapa yang punya hamba lalu mengatakan “ayo makan, saya buatkan dulu kamu makanan”, tidak ada yang seperti itu. Yesus sedang memberikan perumpamaan yang umum, Yesus tidak memerintahkan supaya kita perlakukan pembantu seperti ini, tapi Yesus mengatakan “bukankah di rumah kamu perlakukan hamba seperti ini?”, ini realita yang dibukakan, bukan perintah. Yesus mengatakan “bukankah kamu sama pembantu biasanya begini”. Siapa di antara Saudara kalau mau masuk ke rumah, klakson mobil, lalu pembantu dari jendela melambaikan tangannya “oh, sudah datang ya pak, selamat datang”, Saudara klakson lagi “buka pagarnya”, lalu orang itu mengatakan “tidak dikunci kok, buka sendiri, saya sedang nonton”, Saudara pasti merasa tidak sabar dengan orang yang seperti ini. Atau Saudara mengatakan “pembantuku, tolong siapkan sarapan jam, karena saya mau sarapannya jam 7”, lalu pembantunya mengatakan “sekalian 2 pak, saya juga mau”, Saudara akan bilang “saya minta kamu yang bikinkan”, “saya sedang tidak ingin”, “kamu harus buatkan, karena saya mau kerja”, “bapak puasa saja, bapak sudah lumayan gemuk, tidak sarapan tidak mati”, Saudara tidak akan suka punya pembantu seperti ini. Tapi herannya, Saudara pakai standar yang lain waktu Saudara jadi hambaNya Tuhan. Saudara mau Tuan yang satu ini penyabar, kalau kita lalai dimaklumi, kalau kita tidak kerja dibiarkan, kalau kita nakal tetap disayang-sayang, kalau kita malas malah dipuji. Kalau Saudara mau diperlakukan seperti itu, maka perlakukan pembantu seperti itu juga. Saudara seperti apa ke pembantu, berharaplah seperti itu juga Tuhan ke Saudara. Letakan dirimu menjadi hamba bagi Tuhan. Dan Saudara harus fair, seperti apa Saudara tuntut hamba, demikian Saudara tuntut diri bagi Tuanmu. Sekali lagi, ini bukan cara memperlakukan pembantu, Yesus mengatakan “bukankah kamu tidak bilang terima kasih?”, “oh, Tuhan mengatakan jangan bilang terima kasih kepada pembantu, kalau begitu saya tidak akan mengucapkan terima kasih lagi”, bukan. Yang Yesus katakan adalah jadilah orang yang adil, seperti apa kamu perlakukan pembantu, seperti apa kamu harap dia menjadi, demikian kamu harus menjadi di hadapan Tuhan. Jadi kalau kamu berelasi dengan Tuhan, harus mengatakan “Tuhan, saya hanyalah hamba yang tidak berguna. Yang saya kerjakan memang sudah sewajibnya saya kerjakan, dan saya tidak minta pujian apa pun, ini memang seharusnya saya kerjakan”. Sama, seringkali kita mengabaikan kejujuran, misalnya kalau kita sedang berbicara, ditengah-tengah tiba-tiba mengatakan “jujur ya”, berarti sebelumnya tidak jujur? “Pak, jujur ya..”, “jadi sebelum ini bohong?”, “iya, sebelum ini bohong”. Tidak perlu bilang “jujur”, karena memang harus jujur dari awal. Keharusan kita bertindak keapda Tuhan itu menunjukan bahwa kita mau beriman. Jadi kita mengatakan “Tuhan mau perintahkan apa, memang itu yang harus saya kerjakan”. “Hebat, kamu bisa mengampuni orang”, “itu tidak hebat, memang harusnya begitu”. Mengapa begitu? “saya hanyalah hamba yang tidak layak. Siapa yang beda dengan saya, saya bisa ampuni orang berdosa yang mau kembali kepada Tuhan, yang mau kembali kepada kebenaran”. Dan ini yang membedakan orang Kristen dengan orang Farisi yang Tuhan Yesus sindir, karena kita mempunyai kemungkinan untuk terima orang seperti Tuhan terima orang lain, mempunyai kemungkinan untuk mengatakan di dalam Kristus tidak ada lagi budak, tidak ada lagi orang merdeka, tidak ada lagi laki-laki, tidak ada lagi perempuan, tidak ada lagi orang Yahudi, tidak ada lagi orang Yunani, tidak ada lagi bangsa kafir, tidak ada lagi umat Tuhan, semua satu di dalam Dia. Maka siapa mau datang kepada Kristus, nikmatilah penebusanNya, nikmati cinta kasih yang Dia mau bagikan, dan nikmati kemungkinan kamu berpindah dari tempat orang mati menuju kepada hidup di dalam Kristus. Inilah yang Yesus mau bagikan, kamu mau belajar beriman, belajar taat, tidak ada cara lain untuk kita beriman. Iman itu bukan sulap yang tiba-tiba bisa muncul di dalam diri kita. Iman itu pemberian Tuhan, tapi kita tahu di dalam teologi Reformed, kedaulatan Tuhan, anugerahNya, predestinasi, pemilihan, serta anugerah yang Dia berikan, tidak mungkin ditolak, tapi tidak berbenturan dengan tanggung jawab manusia. Kedaulatan Allah mengkonfirmasi tanggung jawab manusia, bukan meniadakan. Itu sebabnya kita bisa mengatakan Tuhanlah yang memberikan iman dan saya belajar taat supaya beriman. Saya belajar mengatakan iya kepada Tuhan, bukan karena saya mengerti dulu, tapi karena saya hamba yang harus taat kepada Tuhan. Saudara menaati kebenaran dan menaati Tuhan yang mempunyai teladan di dalam diriNya untuk melakukan hal yang sama, itu bukan kebodohan. Saudara tidak menaati perintah saja, Saudara diperintahkan untuk menaati teladan, Yesus pun melakukan hal yang sama. Dia menjalankan ketaatan dan Dia taat sampai mati.

Maka Dia berhak mengatakan “kalau kamu mau beriman, perlakukan dirimu sebagai hamba dan Tuhan sebagai Tuan, baru engkau beriman”. Maka buanglah segala dusta tentang iman yang banyak berkembang, apa itu iman? Yakin. Apa itu iman? Yakin dan percaya. Apa itu iman? Jangan goyah sedikit pun. Apa itu iman? Jangan pernah mengatakan tidak. Apa itu iman? Pasti jadi, tidak mungkin tidak, saya pasti kaya, saya pasti sukses, saya pasti sembuh, itu bukan iman.

Apa itu iman? Yesus mengatakan jika engkau mau beriman, lakukan ini, anggap dirimu hamba dan Tuhan itu Tuan, waktu engkau taati Dia dan Dia mau puji, katakan kepada Dia “saya hanya hamba yang menjalankan apa yang harus”. Maka tidak mungkin Saudara bentuk geng eksklusif para hamba. Tuhan tidak mau kita membangun tembok yang salah dengan membedakan orang lain dengan diri kita. Itu sebabnya Tuhan Yesus mengatakan “jangan seperti mereka, jagalah dirimu, memunyai hati yang bisa mengampuni dan mempunyai iman dengan melatih diri taat kepada Tuhan”. Kiranya Tuhan memberkati kita di dalam perjuangan untuk menaati Tuhan.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkotbah)