(Keluaran 20: 16-17, Keluaran 23: 1-3, Imamat 5: 1, 19: 14-18)
Di dalam hukum yang ke-9 diucapkan “jangan mengucapkan saksi dusta”, ini merupakan perintah yang harus kita lihat lebih dalam dari hanya sekedar tidak berbohong. Tuhan tidak senang orang yang tidak jujur dan Tuhan tidak senang kepada orang yang tidak punya maksud yang murni. Maka untuk melihat perintah ini, ada 2 hal yang harus kita selidiki. Yang pertama, perintah jangan mengucapkan saksi dusta menuntut seseorang untuk mempunyai kemurnian hati. Hati yang murni, yang bersih, hati yang tanpa motivasi untuk merugikan orang lain, inilah yang Tuhan suka. Tuhan tidak senang kepada orang yang belat-belit, demikian kata Alkitab. Orang yang belat-belit, Tuhan juga akan bertindak belat-belit kepadanya. Tuhan tidak pernah palsu, tapi Tuhan tahu bagaimana bertindak menghadapi orang palsu. Kekristenan bukan hanya mengurus orang percaya masuk sorga, Kekristenan mengurusi keadilan, Kekristenan harus menyatakan keadilan di tengah dunia. Tuhan sangat benci kepada ketidak-adilan, itu sebabnya di dalam Injil, Tuhan membongkar pemerintahan yang korup itu seperti apa, pemimpin agama yang tidak tulus itu seperti apa. Semua bentuk kerusakan terjadi karena manusia tidak tulus, manusia tidak murni hatinya. Waktu Tuhan menyatakan berkat dalam Matius 5, Dia mengatakan “berbahagialan orang yang suci hatinya” itu juga bisa diterjemahkan “berbahagialah orang yang murni hatinya”. Itu berarti apa yang di dalam sama dengan apa yang ditunjukkan di luar. Apa yang di dalam benar-benar nyata dan persis dengan apa yang dia tunjukkan di luar. Kita sulit melakukan hal itu, kadang-kadang manusia penuh dengan kepalsuan, kadang-kadang kita mau bermain politik, kadang-kadang kita mau menjaga relasi yang baik sehingga kita mengabaikan kebenaran. Dalam Keluaran 23 maupun Imamat 19, dikatakan “jangan mengucapkan berita bohong tentang orang lain sesamamu” ini adalah pencegahan terhadap gosip. Tuhan benci gosip. Tuhan benci berita-berita yang menyebar, tetapi tidak ada fakta di dalamnya. Bahasa Yunani, ketika mereka mengatakan kebenaran, mereka memakai kata alethea, artinya tidak ada tutup, tidak ada kabut, tidak ada bayang-bayang, sehingga saya bisa melihat objek itu dengan jelas. Waktu saya melihat objek itu dengan jelas, saya tahu dengan fakta bahwa inilah keadaan objek itu semurni-murninya. Karl Popper dari abad 20, mengatakan bahwa Eropa menjadi maju karena sifat mentalitas seperti ini. Mentalitas berani tukar pikiran, berani bicara, berani berdialog, bukan hanya pegangan kebenaran sendiri “kebenaranku kebenaranku, kebenaranmu kebenaranmu, jangan saling sentuh”, sifat ini tidak bisa membuat maju. Yang bisa membuat maju adalah saling interaksi, saling mangasah, saling mengoreksi kalau pendapat orang lain salah, dan saling rela dikoreksi kalau pendapat sendiri salah. Standar dari Tuhan, ini yang ingin kita cari tahu, tafsiranku terhadap standar itu dan tafsiranmu terhadap standar itu harus didiskusikan supaya kita tahu mana yang lebih benar, mana yang lebih dekat dengan kebenaran yang Tuhan mau nyatakan. Itu sebabnya dalam hukum ke-9 mengatakan “jangan bersaksi dusta” berarti Saudara mesti belajar tahu apa yang benar. Saya cuma tahu apa yang benar sebagian, saya pikir ini benar, saya dengan tulus mengatakan ini benar tapi ternyata masih salah. Bagaimana saya tahu harus berani bicara? Karena takut salah lebih baik saya tidak bicara, dari pada saya salah berbicara tentang orang lain lebih baik saya diam. Tapi dalam Imamat 5 mengatakan “kalau kamu tahu ada yang salah, kamu tidak bicara, kamu pun salah”. Kalau engkau tahu kebenaran, tapi tidak bicara, itu salah. Kalau bicara salah, itu juga salah. Jadi lebih baik apa? Diam salah, bicara juga salah, bicara separuh artinya separuh salah, tidak bicara salah, terus bagaimana? Alkitab mengatakan yang pertama adalah engkau harus tahu engkau tulus atau tidak. Kalau Saudara tulus, Saudara mengatakan “ini kebenaran yang saya tahu, kalau saya salah tolong dikoreksi” inilah langkah pertama yang Tuhan mau untuk manusia boleh menyaksikan kebenaran dengan akurat. Itu sebabnya Saudara tidak perlu takut kalau pengetahuan Saudara kurang komprehensif, kurang menyeluruh dan bahkan mungkin bisa salah. Saudara mengatakan “berdasarkan pengetahuan saya, dengan hati nurani yang tulus, saya menyatakan inilah yang saya tahu”. Saudara kalau tahu ada kebenaran, silahkan ungkapkan, tidak perlu takut. Tapi Saudara juga jangan marah kalau dikoreksi. Inilah yang diterapkan oleh Tuhan, kemurnian hati kita diterapkan dalam cara berbicara kita tentang orang lain. Alkitab mengatakan tahu ada yang salah, mesti ngomong. Kalau Saudara tahu ada yang salah, Saudara bicara kepada orang yang bisa memberikan masukan kepada orang itu. Bukan asal bicara, tahu-tahu orang sudah tahu kejelekan orang lain, ini tidak menolong sama sekali. Tuhan tidak suka hal seperti ini. Saudara jangan sebarkan berita jelek tentang orang kalau tidak ada gunanya Saudara sebarkan. Kalau Saudara sebarkan dan bisa menolong dia, silahkan, kalau tidak apa gunanya. Mengapa satu orang dijelekkan ke semua orang, tetapi fakta kebenaran dan pertolongan untuk orang itu tidak ada. Lebih baik, Saudara kalau benci satu orang, Saudara doakan dia, Saudara lihat kejelekkannya, doakan lalu sharingkan ke orang yang bisa perbaiki kejelekkan itu. Lebih baik gosipnya dihancurkan, lalu Saudara mulai masukan Firman Tuhan, merenungkan Firman Tuhan siang dan malam, yang kesukaannya adalah Taurat Tuhan.

Lalu hal kedua, perintah ini adalah juga karena Tuhan mencintai keadilan. Tuhan kita adalah Tuhan yang adil. Tuhan kita mau setiap kesaksian diberikan untuk pengadilan memberikan keputusan yang tepat untuk orang yang bersalah. Itu sebabnya saksi adalah posisi yang sangat penting. Saksi harus memberitakan apa yang dia lihat, apa yang dia tahu, supaya pengadilan memutuskan dengan tepat. Di dalam Alkitab banyak contoh tentang saksi dusta, waktu Raja Ahab mau kebun anggurnya Nabot, Raja Ahab mengatakan “saya beli kebun anggurmu”, Nabot mengatakan “ini warisan, perintah Tuhan. Warisan tidak boleh diperjualbelikan”. Akhirnya Ahab marah, dia pulang ke rumah, masuk ke kamar, kunci diri tidak mau makan. Melihat itu semua Izabel mau menanganinya, maka dia mengumpulkan orang-orang jahat dan mengatakan “kalian ajak Nabot makan, setelah itu kalian bertiga langsung bersaksi bahwa orang ini menghujat raja dan menghujat Tuhan, lempar batu sampai mati. Dan ini yang terjadi, kesaksian palsu dari orang yang dibayar Izabel. Setelah bersaksi bahwa Nabot menghujat Tuhan, Nabot dilempar sampai mati, maka Ahab langsung adopsi tanahnya menjadi milik dia. Tuhan marah sekali, Tuhan kirim Nabi Elia, Elia berkata “engkau akan mati karena dosamu”. Lalu Ahab menangis dan bertobat, “Tuhan ampuni saya”, Tuhan mengatakan “karena kamu minta ampun, Aku tunda kematianmu beberapa tahun”. Tuhan berikan kelonggaran penghukuman sedikit. Ini adalah kasus pertama. Kasus kedua tentang Tuhan Yesus, Tuhan Yesus ketika diadili, tidak ada orang bisa menemukan dosaNya apa. Bayangkan betapa bencinya orang Farisi, di dalam Injil dicatat ada orang Farisi yang ikut Tuhan Yesus ke mana pun Dia pergi, lebih setia dari murid, tapi mereka ikut hanya untuk catat kesalahan. Lalu mereka terus mau catat, tapi tidak ketemu satu pun. Maka sepanjang karir Tuhan Yesus melayani, tidak ada satu pun kesalahan, mereka harus berbohong. Maka saksi dusta mulai dibangkitkan, tapi Alkitab mencatat kesaksian mereka bertolak belakang satu sama lain. Mungkin yang satu mengatakan “saya mendengar orang ini berkhotbah di Yerusalem, kira-kira 1 bulan yang lalu, Dia mengatakan hancurkan Bait Allah, ini provokator, saya berani bersaksi bahwa kesaksianku benar”. Orang kedua mengatakan “bulan lalu saya juga mendengar orang ini khotbah di Nazaret mengatakan Bait Allah hancur”, yang sebelumnya mengatakan di Yerusalem, tapi orang ini mengatakan di Nazaret, mana mungkin Dia berada di 2 tempat sekaligus, kesaksiannya rusak semua. Tapi kemudian satu orang berkata “Orang ini mengatakan hancurkan Bait Allah”, apakah Tuhan Yesus pernah mengatakan itu? pernah. Tuhan Yesus mengatakan “hancurkanlah Bait Allah ini” maksudNya adalah tubuhNya, kata “ini”-nya dihapus. Ini kesaksian jahat. “Orang ini provokator, dia mengatakan Bait Allah harus dihancurkan, Dia harus dibunuh”. Banyak orang kutip orang lain tidak tepat. Saudara kalau mau kutip kalimat orang lain bisa hancurkan orang itu dengan gampang. Banyak orang kritik Pdt. Stephen Tong dari khotbahnya, ambil kalimatnya tapi tidak lengkap. Kalimat orang bisa diputar, diselewengkan dan tujuannya adalah untuk menghancurkan orang itu. Inilah yang dimaksudkan dengan saksi dusta dan Tuhan sangat membenci itu. Itu sebabnya dikatakan yang berdusta berharap orang lain dapat hukuman apa, dia harus dikenakan hukuman yang sama. Kalau Saudara bersaksi dusta dengan mengatakan “orang ini bunuh orang lain” kalau benar dia bunuh, hukumannya harus mati. Tapi kalau ternyata saksi itu bohong, maka saksi itu yang harus dihukum mati. Seperti hukuman yang didapatkan oleh orang tertuduh, demikian hukuman akan diterapkan kepada yang memberikan saksi. Ini berarti Tuhan sangat ingin keadilan terjadi, yang salah dihukum, yang benar dibenarkan. Yang salah mendapatkan upah, yang benar harus mendapatkan pembebasan. Itu sebabnya kesalahan besar dihukum besar, kesalahan kecil dihukum kecil. Kerusakan dunia harus diperbaiki oleh prinsip keadilan dari Tuhan. Kalau dunia kita sudah begitu rusak, dunia kita tidak lagi mengenal keadilan yang sejati, maka orang Kristen harus belajar Alkitab, cari tahu dari Alkitab apa yang sebenarnya harus ada di dalam keadilan yang sejati. Orang Kristen harus memberikan dampak sosial, ini yang dikatakan oleh Abraham Kuyper. Kuyper mengatakan orang Kristen yang tidak memberikan dampak sosial adalah orang Kristen yang mati. Semua dunia akan menghina orang Kristen kalau kita tidak mempunya kontribusi apa-apa. Saudara kalau tinggal dalam suatu lingkungan yang ada satu kelompok atau satu keluarga yang tidak pernah berinteraksi dengan yang lain, Saudara akan anggap mereka tidak layak berada di tengah-tengah ini. Maka waktu orang Kristen mengatakan “kami ada di dunia, tapi kami orang-orang sorga” tidak pernah ada usaha untuk melakukan apa pun untuk kebaikan lingkungan, ini orang Kristen yang tidak benar-benar mengerti Kekristenan. Orang Kristen mengerti Kekristenan akan tahu Tuhan membenci ketidak-adilan, maka kita pun membenci ketidak-adilan. Tuhan membenci neraca yang serong, Tuhan benci pedagang yang menipu, Tuhan benci hakim yang tidak beres, Tuhan benci pengacara yang cuma cari uang, Tuhan benci polisi yang suka memeras, Tuhan benci orang Kristen yang menindas orang yang lebih lemah. Karena itu Tuhan sistem keadilan harus dirombak oleh Tuhan, Tuhan mengatakan sistem keadilan harus ada 2 hal, yang pertama adalah adanya 2 atau 3 orang saksi. Saksi tidak boleh tunggal, Alkitab tidak pernah mengijinkan saksi tunggal. Bahkan untuk kehidupan Kristus pun yang menyaksikan kehidupanNya secara utuh itu ada 4 orang penulis. jadi saksi harus lebih dari 1. Inilah yang dimaksudkan dengan hukum ke-9, biarlah kita punya motivasi hati yang murni dan mencintai keadilan. Setelah hukum yang ke-9, Tuhan menutup semuanya dengan hukum ke-10.

Dan hukum ke-10 ini adalah hukum yang merangkum seluruh hukum yang lain. Inilah hukum yang memberikan penjelasan kepada kita bahwa setiap ketaatan terhadap Hukum Taurat itu harus bersifat dari dalam. Tidak cukup kalau kita mentaati Taurat secara lahiriah, harus dari dalam. Maka Alkitab mengatakan dalam hukum ke-10 “jangan mengingini”. Saya tidak mencuri tapi mengingini, dosa. Saya tidak berzinah tapi mengingini, berdosa. Saya tidak membunuh tapi mengingini untuk membunuh dia, ini berdosa. Jadi kalau dari 1-9 menghakimi tindakan, hukum ke-10 tiba-tiba merombak semuanya dengan menghakimi motivasi. Siapa bisa menghakimi motovasi orang? Tidak ada yang bisa. Itu sebabnya kita harus periksa dari dalam diri kita sendiri apakah saya jujur dan tulus, apakah saya punya keinginan yang sungguh atau tidak di hadapan Tuhan. Saudara kalau tanya kepada saya “pak, motivasi saya tulus atau tidak?”, saya akan jawab “saya tidak tahu”. Maka hukum ke-10 memberikan suatu pengertian dasar bahwa meskipun saya sanggup mengerjakan seluruh hukum dengan baik, kalau motivasiku salah, kalau keinginanku tidak tepat, semua yang lain tidak ada gunanya. Tidak ada gunanya Saudara mempertahankan hidup yang bersih hanya untuk dilihat orang, tapi keinginan hati Saudara tetap untuk hal yang cemar. Saya bisa menahan diri tapi keinginanku tetap menyala-nyala, suatu saat saya akan jatuh. Sigmun Freud pernah mengatakan kalau orang menekan semua keinginannya, suatu saat keinginannya akan bocor. Kalau Saudara berada dalam masyarakat yang membenci apa yang Saudara suka, maka Saudara akan tekan yang Saudara suka. Kalau makin ditekan akhirnya dia akan bocor. Bocornya itu membuat psikologi Saudara terganggu, inilah kegilaan. Maka dia menulis tentang kebudayaan kegilaan dari abad ini dan segala ketidak-puasan yang dihasilkannya. Makin maju bangsa, makin maju zaman, makin banyak ketidak-puasan yang dimiliki manusia. Lalu ketidak-puasan itu kita harus tekan karena tidak sesuai dengan masyarakat, yang kita ingin tidak boleh dilakukan, yang kita tidak ingin terpaksa kita lakukan. Ini semua membuat tekanan yang berat dan akhirnya bocor keluar berupa gangguan psikologis. Ini teori dari Freud dan kita tidak terima sepenuhnya, tapi kita tahu apa yang dia katakan tetap ada sisi benarnya. Yaitu Saudara menekan keinginan untuk berdosa, suatu saat akan keluar lagi. Maka kalau kita bertindak seolah-olah murni tapi keinginan kita belum diperbaiki, tinggal tunggu waktu kita akan jatuh lagi. Orang yang tidak pernah berzinah, tapi keinginan berzinah muncul terus, suatu saat akan jatuh. Orang tidak pernah mencuri, tapi terus ingin, terus mau, lama-lama dia akan jatuh. Orang yang tidak pernah membunuh tapi benci orang tanpa bisa dikekang, lama-lama dia akan jatuh. Tidak ada orang bunuh orang lain, orang curi barang orang lain karena itu memang adalah cita-cita ideal dia, tidak ada. Tidak ada anak SD ketika ditanya “nanti kamu mau jadi apa?”, “maling”, tidak ada. Anak-anak akan mengatakan “aku ingin jadi dokter, aku ingin jadi misionaris, aku ingin jadi pelaut” Semuanya yang bagus-bagus. Bahkan yang sekarang jadi maling besar pun, dulunya ingin menjadi guru mungkin, tapi lama-lama dia dipengaruhi oleh tekanan, lalu dipengaruhi oleh keinginannya, dipengaruhi oleh kesempatan yang ada, akhirnya dia jatuh di dalam dosa. Maka hukum ke-10 mengingatkan kita semua, keinginanmu itu ada di mana. Dalam hukum ke-10 dikatakan “jangan mengingini” ada beberapa hal. Yang pertama jangan mengingini harta yang dimiliki orang lain, jangan mengingini istri orang lain. Waktu kaum feminis baca ini, mereka prostes mengapa sitri disamakan dengan kambing, sapi, rumah dan lain-lain, “jangan mengingini rumah, jangan mengingini sapi, jangan mengingini kambing, jangan mengingini domba, jangan mengingini istri” maka mereka ngotot harus tambahkan suami juga “jangan mengingini suami”, maksudnya tetap sama. Alkitab ketika memberikan contoh beberapa sedang bicara tentang totalitas. Dalam ilmu bahasa ada yang membahas ini, bicara beberapa bicara tentang totalitas, pars pro toto, saya bicara bagian tapi yang saya maksud adalah seluruhnya. Maka Alkitab mengatakan “jangan mengingini” bagian-bagian ditulis, tapi yang dimaksudkan adalah Saudara jangan mengingini secara total.

Yang dimaksudkan dalam hukum ke-10, Saudara jangan ingin apa pun yang membuat Saudara tidak merasa diberkati Tuhan, itu yang pertama. Saudara ingin karena merasa tidak diberkati Tuhan, Saudara pasti jatuh. Lalu yang kedua, keinginan Saudara di dalam Tuhan itu yang harus menjadi yang utama. Saudara menginginkan Tuhan, Saudara menginginkan hidup suci, Saudara menginginkan hidup di dlam kebenaranNya, Saudara menginginkan hidup dalam ketaatan kepada Tuhan, ini yang harus ada. Maka kalau saya gagal terus hidup dalam kesucian, saya doa terus kepada Tuhan “Tuhan, biarlah saya mengingini yang suci”. Tidak ada orang bisa sempurna, langsung berubah, dari bertobat tiba-tiba langsung suci, masih banyak keinginan cemar di dalam dirinya. Dan keinginan cemar itu muncul kemudian menguasai orang ini, waktu keinginan cemar menguasai orang ini, dia akan mengatakan “saya benci keinginan saya, saya ingin melakukan yang Tuhan mau, tapi saya tidak sanggup. Yang saya lakukan adalah hal yang saya benci” inilah pergumulan yang Paulus tulis dalam Roma 7. Paulus sedang bergumul tentang siapakah? ini sulit dicari tahu, tapi Paulus sedang membagikan pergumulan yang dimiliki oleh semua orang. “Tuhan, saya ingin tinggalkan dosa, tapi mengapa tidak bisa? Tuhan saya ingin setia kepada Tuhan, tapi mengapa sulit? Bagaimana jalan keluar supaya saya boleh hidup seperti yang Tuhan mau”. Alkitab mengatakan ini yang harus kita perjuangkan. Maka kalau Saudara tahu diri Saudara punya keinginan yang tidak beres, yang terlalu banyak, Saudara mesti bergumul, Saudara isi dengan kebenaran Firman, lalu banyak doa minta Tuhan bebaskan. Tuhan menyatakan di dalam Alkitab bahwa kuasa dari doa itu sangat besar. Tapi gereja-gereja yang tidak bertanggung jawab ajarkan hal ini untuk kita minta hal-hal yang sangat kita inginkan secara kedagingan. “Mintalah, maka akan diberikan” ini janji yang sungguh, dikatakan kalau kamu orang benar, kamu berdoa, doamu besar kuasanya. Maka gereja masuk dalam pendulum, satu sisi “doa orang benar besar kuasanya, ya Tuhan berikan aku kekayaan”, sisi lain “sudahlah, yang penting Tuhan sudah punya kehendak, kita tidak minta lagi”. Akhirnya yang satu meyakini kuasa doa dengan cara yang salah, yang satu lagi adalah yang tidak pernah yakin akan kuasa dosa. Saudara kalau yakin akan kuasa doa, Saudara berdoa akan memohon kepada Tuhan, “Tuhan, saya tahu engkau mendengarkan doa saya, saya mohon Tuhan perbaiki keinginan saya. Mengapa saya terus ingin hal yang cemar, mengapa saya terus ingin berdosa? Tuhan perbaiki di dalam diri saya”. Saya percaya ini adalah pergumulan tulus yang harus kita miliki. Lalu Saudara memohon sambil mengingat janji Tuhan dan pimpinan Tuhan, pelan-pelan keinginan Saudara akan berubah. Dulu ingin hal yang cemar, lama-lama ingin Tuhan. Tetapi mengapa kita sekarang ingin menjadi kaya, ingin menjadi sukses, ingin jadi populer, ingin mendapatkan pengakuan, semua keinginan yang kosong dan tidak berguna. Tetapi kalau kita mengubah dengan mengatakan “Tuhan, aku menginginkan engkau, aku menginginkan hidup yang suci, aku menginginkan Kristus dan tidak lagi yang lain” inilah kalimat yang agung, yang akan Tuhan berikan kepada kita. Itu sebabnya saya percaya dalam hukum ke-10 ada penggenapannya di dalam nubuat Yeremia. Nabi Yeremia mengatakan “aku akan mengadakan perjanjian baru denganmu, dimana aku akan mengubah hatimu, akan memberikan Hukum Taurat tertulis di dalam hatimu. Enkau tidak perlu lagi mengajar sesamamu kenallah Tuhan, karena hukum itu sudah tertulis di dalam hati”. Hati yang diubah, sekarang keinginanku adalah untuk Tuhan, kepuasanku adalah berada dalam Tuhan. Saya kalau baca Confession dari Agustinus, saya sangat terharu, mengapa ada orang yang bisa mengatakan “Tuhan nyatakanlah wajahMu kepada saya. Kalau saya harus mati memandang wajah Tuhan, biarlah saya mati dalam kepuasan memandang wajah Tuhan. Tuhan adalah bagian saya, saya tidak ingin, saya tidak akan kurang”. Mazmur 23 begitu indah “Tuhan adalah Gembalaku, aku tidak kurang, aku tidak ingin yang lain, ada Dia sudah cukup”. Inilah keinginan yang suci, yang murni yang Tuhan ingin kita miliki. Saudara tidak dipanggil Tuhan untuk mematikan keinginan, Saudara dipanggil Tuhan untuk mengarahkan keinginan kepada hal yang benar. Bisakah kita sampai pada hal ini? harus bisa. Biarlah kita belajar untuk mulai menginginkan hal yang tulus, yang lebih suci. Kalau ada orang bertanya kepada saya “kamu sendiri khotbah ingin Tuhan-ingin Tuhan, kamu ingin uang atau tidak? Uang itu perlu, kamu kalau mau beli apa-apa perlu uang”, saya akan mengatakan “uang ada saya bersyukur, uang tidak ada saya juga bersyukur”. Saudara beri uang banyak kepada saya, saya pikirkan ini untuk pekerjaan Tuhan bukan untuk saya. Pdt. Sutjipto mengatakan bahwa begitu banyak yang sudah dia tinggalkan untuk melayani Tuhan, lalu banyak tawaran dari orang-orang datang untuk memberikan sesuatu kepada dia, lalu ketika dia mau terima, dia mengatakan kepada orang itu “saya mau terima, asal kamu harus rela saya pakai semua ini untuk pekerjaan Tuhan”. Maka makin diberi, makin diserahkan untuk pekerjaan Tuhan. Paulus dengan berani mengatakan “asal ada makanan, ada pakaian, cukup”, maka keinginan Saudara “asal ada Tuhan cukup” ini harus menjadi keinginan setiap orang Kristen. Saudara kalau belum sampai sini, Saudara rugi banyak, Saudara tidak tahu. Tapi kalau Saudara sudah sampai level ini, Saudara mengatakan “Tuhan, Engkau bagianku cukup, kalau ada Tuhan, pemeliharaan Tuhan tidak pernah kurang”. Saya tidak mengatakan Saudara tidak boleh menjadi kaya. Tuhan Yesus mengatakan kepada orang kaya “jual semua hartamu, ikut Aku” ini merupakan ujian yang bisa muncul, bisa juga tidak. Kalau Tuhan gerakan Saudara jual semua harta, ikut Tuhan, silahkan lakukan. Kalau tidak, silahkan Saudara ambil apa yang menjadi bagian Saudara. Dalam Pengkhotbah dikatakan “kalau engkau jujur bekerja, dapat hasil dari Tuhan, nikmati” tidak perlu takut menikmati. Saudara mendapatkan kekayaan, silahkan menikmati, karena Tuhan yang memberikan. Tetapi kalau pun suatu saat kekayaan itu tidak ada, Saudara siap. Kita hidup di dalam zaman dimana perekonomian begitu luar biasa dinamis, hari ini orang paling kaya besok orang paling banyak hutang, hari ini paling hebat besok jadi pengemis. Dan kita semua mesti siap, semua harta kita suatu saat mungkin habis, tapi kita berani mengatakan “kalau Tuhan adalah bagianku, apalagi yang saya inginkan”. Maka keinginan membuat semua tingkah laku kita menjadi terarah hanya kepada Tuhan. Inilah cara kita memenuhi hukum ke-10. Maka saya percaya hukum ke-10 mengarahkan kita kepada perjanjian yang baru, di mana Kristus akan memperbarui hati kita.

Maka mempelajari hukum tidak akan selesai, kecuali Saudara kembali kepada Kristus yang mengubahkan kita sehingga semua poin dalam Taurat bisa kerjakan di dalam anugerah Tuhan. Tuhan Yesus yang berfokus kepada Tuhan Allah di sorga akan memberikan kita kekuatan untuk berfokus kepada Allah Bapa di sorga, menginginkan tidak ada yang lain kecuali Tuhan saja. Kiranya Tuhan menguatkan kita, memampukan kita untuk menantikan Kristus, hidup dengan benar, hidup dengan kemurnian yang Tuhan inginkan.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)