Jika kita para pencinta sepakbola Eropa, kita pasti mengetahui Liga champions UEFA dan salah satu yang menarik perhatian adalah lagu reaminya “champions league” yang begitu megah dan indah. Namun sedikit yang mengetahui bahwa lagu itu menyomot satu bagian dari musik koronasi atau penobatan raja di Kerajaan Inggris.

Musik aslinya berjudul “Zadok the Priest”, yang menyatakan imam Zadok menobatkan Salomo sebagai raja Israel dan dimainkan pula dalam penobatkan ratu Elizabeth yang masih bertahta. Lagu dramatis dan begitu agung ini diciptakan oleh seorang komposer besar yang bernama G. F. Handel.

G. F. Handel merupakan salah satu komposer yang paling terkenal di seluruh dunia, salah satu ciptaannya yang paling terkenal adalah oratorio Messiah, Water Music, dan Fireworks Suite. Sebagai seorang Jerman yang belajar musik barok salam gereja Lutheran, belajar opera di Italia, dan belajar musik “court” di Inggris, perpaduan ketiga hal ini membuat Handel memiliki kualitas musik secara dramatis dan pengaruh afeksi yang paling tinggi dalam musik klasik. Mozart, Beethoven, dan Bach memiliki pengakuan yang sangat tinggi tentang Handel.

Handel pun menulis dan menginspirasi beberapa himne, seperti Joy to the World dan himne yang kita nyanyikan “Mulia dan Menang”. Himne ini diambil dari salah satu oratorio Handel berjudul Maccabaeus, menceritakan kisah heroik Judas Maccabaeus untuk pembebasan bangsa Israel dari penjajahan bangsa Seleucid (penerus Makedonia). Pada bagian “See the conquering hero comes”, yaitu yang dijadikan himne “Mulia dan Menang”, menceritakan kemenangan Judas Maccabaeus yang pulang ke Yerusalem setelah memenangkan pertempuran di Emaus. Handel menarik sebuah paralel kepulangan Judas Maccabaeus ke Yerusalem dalam kemenangan dengan kembalinya Tuhan Yesus dari kuasa maut dalam kemenangan. Lagu ini secara dramatis menggambarkan hal tersebut, di dalam aransemen aslinya terdapat tiupan terompet dan dentuman timpani.

Di dalam momen Paskah ini mari kita bersama merenungkan Tuhan kita yang telah menang dari kuasa maut. Tetapi juga kita tidak boleh lupa, di dalam kemenangannya, yaitu di tubuh-Nya yang baru, badan Tuhan Yesus masih tersisa lubang di tangan, kaki, dan perut-Nya, menandakan kematian-Nya di kayu Salib untuk menjadi korban pengganti dosa-dosa kita.
Lalu melihat hal ini bagaimanakah kita menyanyikannya? Lagu ini memiliki struktur A – B – A ‘. Perhatikan:
A
Mulia dan menang pada Tuhanku, yang bangkit kembali, dari kuasa maut,
B
kubur tak berdaya, t’rus menahan-Nya, malaikat yang mulia, saksi bangkit-Nya
A’
Mulia dan menang pada Tuhanku, yang mutla t’lah menang, atas kuasa maut
Dua baris pertama (A) merupakan statemen pertama tentang Tuhan kita yang telah bangkit kita nyanyikan dengan tegas, kemudian masuk dua baris kedua (B) bahwa menceritakan kubur yang tidak berdaya. Di bagian ini kita menyanyikannya dengan lebih lembut karena walau tak berkuasa tetapi Kristus pernah berada di situ. Lalu diteruskan kepada malaikat yang menjadi saksi, kita nyanyikan awalnya lembut kemudian menjadi makin keras seiring baris kedua (secara cressendo), lalu ditutup dengan dua baris terakhir (A’) yang dinyanyikan dengan keras (forte) sebagai simbol Ia datang dengan kemuliaan-Nya setelah mengalami kubur (B).
Marilah kita menyanyikan lagu ini sesuai dengan niat komposernya. Jika tidak maka himne yang indah ini menjadi kaku dan mati. Sudikah kita menyanyi dengan kaku di hadapan Kristus yang telah menang?