Untuk mengenal himne kita harus belajar sedikit proses penciptaan lagu,
biasanya di dalam judul tertera nama judul lagu, pencipta syair/kata-kata dalam
lagu, pencipta musiknya, dan nama tune-nya. Kita akan melihat pembahasan di
minggu-minggu ke depan yang menjelaskan siapa penulis syair dari sebuah lagu.
Semisal Isaac Watts yang seorang pembuat puisi, kita melihat keindahan
literatur dalam lirik dalam himnenya. Atau Mazmur dan ayat alkitab sebagai lirik
himnenya.
Nah lalu di sebelah penulis syair biasa tertera pencipta lagu/musiknya
atau dari mana terciptanya. Seperti William Duane menciptakan musik untuk
Fanny Crosby atau Handel dalam menciptakan musik untuk Isaac Watts.
Tidak jarang juga pencipta lagu sekaligus menuliskan liriknya, kita dapat melihat
lagu-lagu Reginald Heber (Holy, Holy, Holy!) atau Felix Mendelsohnn (Ya Tuhan
Dengarlah Doaku).
Tetapi lagu dan musik yang diciptakan dapat didaur ulang sesuai dengan
kecocokan tema dan isi liriknya, sayangnya di Indonesia kita belum terlalu sering
menyanyikan lagu dengan lirik yang berbeda. Contohnya adalah lagu yang
minggu kemarin kita nyanyikan, “Mulia dan Menang” ada alternatif lirik lain
bernama “Hai Putri Sion”. Contoh lainnya “Blood and Righteousness” (Darah dan
Kebenaran-Mu) ada lirik lainnya yaitu “Where Cross the Crowded Ways of Life”.
Musik tidaklah netral, ia bercerita dengan pergumulan emosi yang dalam
perubahan kunci dan tema bergabung dengan lirik dapat mengafeksi kita dalam
menyanyi. Oleh karena itu lirik yang berbeda dengan musik yang sama dapat
memperlihatkan afeksi yang secara luar biasa beragam. Kalau tidak percaya
coba nyanyikan lagu-lagu di atas.
Nama musik itu kita sebut tune, sering ditulis dengan huruf besar seperti
ANTIOCH atau dalam lagu “Be Thou My Vision” disebut SLANE. Tapi apakah itu
SLANE?

Pada abad ke-3 seorang missionaris yang takut akan Tuhan bernama
Patrick (atau lebih dikenal di barat dengan nama St. Patrick) membawa Injil ke
daratan Irlandia. Kedatangannya membawa Firman Tuhan ke negara yang masih
menganut paganisme, tidak disukai banyak pihak, termasuk Raja Logaire yang
merupakan penguasa setempat. Sang raja menitahkan bahwa sebelum musim
semi tidak diperbolehkan menyalakan api, karena dalam tradisi paganisme
mereka menyalakan api musim semi di bukit bernama SLANE. Namun paskah
dilakukan sebelum musim semi, dan Patrick tidak diperbolehkan menyalakan
lilin paskah.
Namun karena iman kepada Allah dan ketekunannya, sang raja mengalah
kepada Patrick dan membiarkannya mengadakan acara Paskah di tempat itu.
Lalu lilin paskah menyala pertama kali di bukit bernama SLANE, menjadi simbol
atas kekristenan menerangi daratan Irlandia. Secara turun temurun melodi ini
diteruskan dari generasi ke generasi, dan hingga kini diabadikan dalam lagu
bernama “Be Thou My Vision”.
Terlalu mudah bagi kita untuk melupakan hal seperti ini, di dalam
ketidakpedulian (ignorance), kita seringkali tidak mau atau malas untuk belajar
dan mengerti lebih dari sekedar apa yang kita lakukan secara rutin dalam gereja.
Dan di dalam ignorance ini timbul kebosanan, akhirnya kita membuang yang
membosankan itu dengan sesuatu yang baru yang tidak membosankan kita,
namun sayangnya tidak selalu bernilai. Mari kita bersama belajar untuk
mempelajari kesalahan manusia dalam sejarah, dan bagaimana Tuhan menjaga
gerakan yang murni dari zaman ke zaman